“Anak tidak tahu diri. Harusnya kamu mati saja!” maki Robin dengan tangan yang tak berhenti mengayunkan ikat pinggannya. Bunyinya cukup nyaring, saling berlomba dengan teriakan Mulan yang kesakitan.
“Ampun, Papa, sakit,” ringis Mulan, sesegukan dengan tubuh yang bergetar hebat,
Robin seakan tuli. Dia tetap memecut bocah yang terus meringkuk, berusaha menghindar yang tidak dibiarkannya begitu saja. Bara api seakan berkobar di kedua mata tajamnya. Tidak ada belas kasihan sediki pun.
Padahal bocah itu tidak melakukan kesalahan fatal. Hanya kasalahan anak kecil yang tidak sengaja menabraknya hingga gelas kopinya jatuh, isinya tumpah dengan gelas yang pecah. Mulan sudah menunduk ketakutan, sadar sedikit kesalahannya akan membuat murka lelaki itu. Dan benar saja, Robin membuka ikat pinggangnya dan memburu Mulan dengan lecutan keras.
Jangan bilang Mulan hanya diam saja. Dia sempat melarikan diri, menghindari kemarahan sang ayah yan
Juan tidak tahu apa yang salah dengan otaknya. Bisa-bisanya dia membiarkan perempuan tidur di ranjang yang sama dengannya. Bahkan terlelap dan memeluknya dengan sangat erat. Dia bahkan bisa merasakan napas teratur yang menggelitik tengkuknya.Juan lelaki normal. Dipeluk seerat ini jelas menjadi siksaan terberat baginya. Dia tidak bisa sedikitpun terlelap atau memejamkan mata barang sebentar saja. Bahkan sepanjang malam yang dilakukannya hanya menatap langit-langit kamar, seakan menghitung domba-domba yang terlelap. Namun percuma, keberadaan perempuan itu jelas mengusiknya. Padahal dulu, dia tidak masalah seranjang dengan Maya, bahkan mereka sering tidur seperti ini.Hingga matahari masuk lewat sela-sela jendela kaca, matanya masih terbuka lebar. Rasa kantuk yang semalam ditahan, mulai menyerang di pagi ini. Namun Juan memilih diam, seperti patung yang kaku. Dia tidak bisa bergerak sekecil apa pun. Takut-takut perempuan dalam pelukannya terbangun.Ralat, sebenarn
Tidak sulit berkerja sebagai pelayan di sini. Maya hanya perlu mengantar minuman di meja-meja pengunjung dan kembali ke bartender yang sedang meracik. Seperti itu berulang kali. Rasanya dia akan betah berkerja di sini. Tidak sulit, meski dia akan pulang larut bahkan menjelang pagi. Maya bisa istirahat di siang harinya.Maya tersenyum melihat lautan manusia yang sedang bersenang-senang. Bahkan tatapannya sering menangkap beberapa pasangan yang sedang make out. Sepertinya tidak ada rasa malu atau canggung di sini. Tanpa sadar, Maya mengulum senyum. Dia menyentuh bibirnya sendiri, membayangkan berada di posisi itu dengan Juan.‘Kenapa ingat dia lagi,’ rutuknya pada diri sendiri. Tidak mudah menghilangkan bayangan pria yang dicintainya. Maya seakan terkurung dalam perasaan dan ambisinya.“Kamu ingin juga?” tanya si bartender dengan senyum jail.Maya menoleh, menautkan alisnya dengan ekspresi bingung. Si bartender menu
Pagi sekali Maya sudah berada di seberang jalan, tepat berhadapan dengan sebuah bangunan megah bergaya Eropa. Dia memakai topi dan menggelung rambutnya ke dalam. Sengaja melakukan penyamaran agar tidak ada yang mencurigai keberadaannnya. Meski kantuk masih menyerang, mengingat baru tiga jam yang lalu dia pulang da tidur hanya satu jam. Rekor baru untuknya yang terbiasa tidur dengan waktu yang lama.Maya makin menekan topinya saat melihat beberapa pengawal menatap ke arahnya. Dia pura-pura menatap ponsel, memencet asal, dan melakukan panggilan yang sebenarnya hanya alibi saja. Anggap saja dia nekad, tapi rasa rindu pada ayahnya sangat besar.Sudah dua hari sang ayah pulang dan hari ini Maya menyempatkan melihat keadaan ayahnya. Meski dia hanya bisa melihatnya dari jauh, Maya harus cukup berpuas diri. Setidaknya bisa mengobati sedikit rasa rindunya. Dia dengan sabar menunggu, berdiri dan melakukan aktivitas sembarangan agar tidak menarik perhatian para pengawal.L
Di dalam mobil, Mulan mengulum senyumnya. Berkali-kali mencuri pandang pada pria yang sangat fokus menyetir di sampingnya. Setelah adegan pemaksaan yang dilakukan Mulan, akhirnya Juan pasrah dan membiarkannya ikut ke kantor. Padahal Kriss sudah memintanya menatap di rumah dengan alasan melepas rindu. Namun siapa yang mau. Mulan malah terkesan menjaga jarak, meski tidak ketara. Mulan lebih memilih merengek agar Juan membawanya pergi. Dia juga suntuk terlalu lama di rumah. “Nanti saat saya meeting, lebih baik kamu di dalam. Jangan keluar bila tidak ada saya.” Mulan hanya mengangguk saja. Juan menoleh sebentar. “Kamu dengar, kan?” “Iya.” “Kenapa tidak jawab?” Mulan memutar matanya malas. Ini sikap yang tidak disukainya. “Aku dengar. Dua telingaku berfungsi dengan baik.” “Bagus. Dan jangan cari masalah di sana.” Entah sudah berapa kali Juan mewanti-wanti Mulan hingga rasanya Mulan ingin menyumpal bibir pria itu.
Selagi menunggu kedatangan Juan, Mulan memilih mengamati ruang kerja pria itu. Mumpung pemiliknya sedang rapat di luar dan dengan tega meninggalkannya di sini, sendirian. Catat, bahkan Juan menguncinya dari luar. Seakan tidak membiarkannya kabur atau membuat masalah di luar sana.Mulan tentu protes. Berkali-kali berteriak minta tolong dari orang di luar sana. Namun perlu diingatkan, semua ruangan di kantor ini kedap suara. Mau sekencang apa pun dia berteriak, mereka di luar tidak akan mendengar. Lebih-lebih tak ada yang mau ikut campur masalah atasan mereka yang cukup disegani. Bisa saja mereka langsung dipecat bila membuka pintu ruangan dan membebaskan tahanan di dalamnya. “Sialan!” umpat Mulan kesal. Dia menendang pintu dengan keras, yang malah membuat ujung kakinya sakit. “double shit! Sakit,” rintihnya.Sedikit tertatih menuju meja kerja pria itu. Daripada duduk di sofa, Mulan memilih meja kerja yang tampak sangat rapi
Mobil itu terus melaju dengan kecepatan konstan. Tidak terlalu kencang ataupun pelan. Pengemudi di dalamnya juga tampak santai. Tidak diburu waktu. Sesekali dia melirik seseorang di sampingnya. Masih sama seperti lima belas menit yang lalu, tertidur. Beberapa helaian rambut, menutupi sebagian wajahnya. Namun anehnya, dia masih bisa menangkap pesona kecantikan perempuan itu.“Stop, Juan. Dia adikmu,” makinya pada diri sendiri. Juan memukul setirnya berkali-kali, melampiaskan perasaan yang entah apa bersarang di dalam hati.Juan kembali berusaha fokus pada kemudinya. Hingga membelokkan mobil ke arah kanan, tibalah mereka di sebuah resto. Dia beralih membuka seltbelt, menoleh pada perempuan yang masih terlelap dalam tidurnya. Ada helaan napas panjang yang terdengar.“Bangun, Maya!”Juan menggoyangkan sedikit lengan Mulan yang tak berefek apa pun. Perempuan itu malah membenarkan letak posisinya senyaman mungkin. Dengk
Di meja makan semua penghuni rumah berkumpul dengan formasi lengkap. Ini makan malam kesekian kalinya yang Mulan ikuti setelah keberadaan Kriss. Dia masih menjaga jarak pada lelaki paruh baya itu. Bahkan saat Kriss memintanya berbicara untuk melepas rindu, dengan langsung Mulan menolak. Alasannya jelas masih sama, dia tidak menyukai Kriss. Lebih tepatnya benci.“Maya, akhir-akhir ini sepertinya kamu sering bersama Juan.” Joe melirik kakak pertama yang sepertinya tidak terganggu dengan pertanyaannya. Joe memang sering menangkap kebersamaan Juan dan sang adik dengan sangat intens dari sebelumnya. Bahkan perubahan sikap Juan pun tak luput dari pengamatannya. Joe jelas merasa lega dengan kedekatan mereka.Mulan mendongak, melirik Juan yang berada di sampingnya sebelum mengangguk sebagai jawaban. Memang akhir-akhir ini dirinya sering bersama Juan. Bukan hanya mengikuti ke kantor, tapi juga di rumah. Dia dengan gencar mendekati pria itu dalam rangka meluluhkan ke
Maya gusar. Dilihat dari berkali-kali dia menatap ponsel, dengan jari-jari tangan yang tak berhenti mengetuk layar. Dia sudah berusaha menghubungi Mulan, tapi tak ada satupun yang dijawab. Dia perlu sebuah penjelasan. Apa yang dilihatnya di depan mata, tidak bisa ditampik begitu saja. Itu bukan perkara sederhana.Perihal kedekatan Mulan dan Juan waktu itu jelas bukan hal yang lumrah. Dari sudut pandangnya, sang kakak tampak tertarik pada Mulan. Dan Mulan pun demikian. Maya tidak terima. Bukan ini tujuan mereka bertukar tempat.Maya jelas tidak ingin Juan jatuh pada Mulan. Dalam hati, masih besar harapannya untuk bersatu dengan pria itu. Namun bila Mulan menjadi orang ketiga di antara mereka, maka Maya harus segera ambil tindakan. Dia harus memikirkan cara baru. Jalan keluar untuk masalah yang dihadapinya. Namun sebelum itu, dia perlu penjelasan Mulan. Perempuan itu seperti kurang tahu diri, lupa daratan. Maya mengeram marah.“May, kamu anter pesanan ini, y