Share

Antara Gairah dan Dendam Tuan Muda
Antara Gairah dan Dendam Tuan Muda
Penulis: verayanti

Bab 1

Liam duduk di dalam mobilnya sambil memperhatikan seorang perempuan cantik yang berada di tengah anak-anak yang duduk melingkar.

"Namanya Laura Sanders , dua puluh tiga tahun, lulusan terbaik Andromeda University, anak tunggal Nicholas Sanders."

Senyuman gadis bernama Laura itu terlihat begitu mempesona, di tambah dengan hiasan deretan Gigi putih yang berada di balik bibir tipis namun lebar.

"Hampir setiap hari dia berada di sini bersama anak-anak itu setelah melaksanakan tugasnya sebagai guru taman kanak-kanak di salah satu yayasan milik ayahnya, dia menjadi salah satu relawan di panti asuhan yang juga di dirikan oleh Nicholas Sanders ." Jason masih memberikan informasi tentang gadis yang rencana akan menjadi salah satu target pembalasan dendam yang di lakukan oleh Liam kepada keluarga Nicholas Sanders.

"Benar-benar tameng yang sempurna untuk menutupi semua kebusukan nya." balas Liam dengan nada sinis.

Liam turun dari mobilnya, lalu berjalan menghampiri kerumunan anak-anak yang di pimpin oleh Laura.

"Halo anak-anak."

"Halo paman... " Balas anak-anak itu.

"Bolehkah saya bergabung dengan kalian dengan kalian?" tanya Liam sambil melirik sekilas ke gadis cantik yang berada di tengah Mereka.

"Boleh Paman.."

"Apakah anda tidak keberatan jika saya ikut bergabung dengan kalian nona?" tanya Liam kepada Laura.

"mmm... tentu saja , silahkan."

"terima kasih." Ucap Liam kemudian tersenyum, lalu membuka jas nya dan digunakan sebagai alas untuk duduk melingkar bersama anak-anak itu.

Mata Liam tak berkedip memperhatikan gadis di depannya, setiap gerakan tubuhnya sangat mempesona, dari cara nya ber interaksi dengan anak-anak malang ini menunjukkan bahwa dia adalah gadis yang baik dan pintar.

Liam ikut larut dalam setiap permainan yang di ciptakan oleh Laura untuk menghibur anak-anak itu, sejujurnya hati Liam menghangat bersama anak-anak ini dan Laura.

*******

"Hai nona.."

Laura menoleh sekilas ke arah seseorang yang berada di dalam mobil dan sedang menyapa dirinya.

"Oh hai.. bukannya kamu yang tadi di panti ?" jawab Laura setelah menoleh sekilas kepada Liam.

"Iya benar nona."

"hmmm..." Laura tersenyum singkat.

"Ada apa dengan motor mu nona?" Tanya Liam yang akhirnya turun dari mobil dan menghampiri Laura yang sedang berhenti di pinggir jalan sambil memeriksa ban motor nya yang kempes.

"Entahlah tuan, sepertinya ban motor ku bocor." jawab Laura sambil mendongak sebentar dan melihat ke arah Liam.

"Ohhh.. seperti tidak ada bengkel di sekitar sini."

"Sebenarnya ada hanya, aku harus berjalan sekitar lima kilometer dari sini." balas Laura.

"woww cukup jauh, apalagi jika harus mendorong motormu, bagaimana kalau saya mengantar kamu pulang, biar asisten ku yang menangani motormu." Liam menawarkan bantuan.

"Tidak perlu tuan, aku bisa melakukannya sendiri."

"Sepertinya hari sudah mulai gelap, tidak baik seorang gadis berjalan sendirian di jalanan sepi begini mendorong motor nya sendirian, ayolah nona Laura masuklah."

"Tapi itu akan merepotkan anda dan asisten anda tuan."

"kumohon nona Laura."

Laura berpikir sejenak, kemudian mengiyakan tawaran Liam.

"Mmm baiklah tuaannn.... "

"Oh iya saya lupa kalau kita belum berkenalan secara pribadi, saya Liam.. Liam Arnold." Liam tidak membuka identitas nya secara penuh dengan tidak menyebutkan nama belakangnya.

"Laura Sanders." Laura menyambut uluran tangan Liam.

"Masuklah nona Sanders."

"Terima kasih tuan Arnold."

"Mmmm.. boleh saya memanggil nama depanmu saja?" tanya Liam.

"Tentu saja Liam." jawab Laura dengan sebuah senyum yang menunjukkan deretan giginya yang rapi.

"Laura.."

"Ya?"

Liam meminggirkan mobil nya ke bahu jalan di sebelah kiri.

"Mungkin yang akan saya katakan ini terdengar aneh dan pasti kamu akan menganggap aku gila, tapi aku merasa dorongan yang begitu kuat dari dalam hatiku untuk mengatakan hal ini kepadamu."

"Apa itu Liam? kenapa wajahmu begitu serius?" Laura memperhatikan wajah tampan dengan mata biru yang sedang menatap tajam dirinya.

"Sepertinya aku jatuh cinta kepadamu sejak pertama kali aku melihat mu."

"Hahaha prank yang cukup bagus untuk seorang teman yang baru kenal." Tawa Laura pecah sambil menutup mulutnya.

"Laura dengar , saya serius saya jatuh cinta kepadamu sejak tiga jam yang lalu." Liam menatap lurus ke arah mata Laura yang berwarna hazel.

"Liam tolong hentikan prank mu ini, perutku sakit tertawa seperti ini." Laura masih terus tertawa dengan tangan kanan menutup mulutnya dan tangan kiri memegang perut nya .

Liam terdiam, ekspresi wajah nya berubah dan lalu kembali memegang kemudinya, dan bermaksud menjalankan mobilnya.

"Liam, kamu marah ?"

"Tidak, memang saya yang salah , karena saya begitu bodoh berani mengutarakan perasaan kepada gadis yang baru ku kenal, saya paham jika kamu menertawakan apa yang saya katakan tadi." Ucap Liam serius dengan mata memandang ke depan.

"Bukan bukan begitu maksud ku Liam, maaf jika sudah membuat dirimu tersinggung, tapi memang aku merasa aneh mendengar seseorang yang baru bertemu selama tiga jam tapi langsung menyatakan cinta kepadaku."

"Ya saya paham jika kamu tidak percaya dengan ucapan saya."

"Ini bukan masalah percaya atau tidak Liam, tapi kenapa? apa alasan?"

"Ya karena kamu cantik."

"Hanya karena aku cantik? kamu bahkan belum mengenal diriku dengan baik, bagaimana bisa kamu mengatakan cinta pada gadis yang belum kamu ketahui baik buruk nya diriku."

"Kamu pernah mendengar tentang cinta pada pandangan pertama kan?" Liam kembali menatap tajam kepada Laura. "Detik pertama saya melihatmu saya merasa kalau saya jatuh cinta kepadamu pada pandangan pertama, tapi setelah melihat senyummu dan semua yang sudah kamu lakukan kepada anak-anak malang itu, aku tahu kalau aku juga mencintai hatimu."

Laura menunduk, memang selama ini dirinya sering mendengar pernyataan cinta dari seorang pria, namun tidak pernah ada yang baru tiga jam bertemu sudah langsung menyatakan cintanya.

"jangan khawatir Laura, saya tidak sedang menunggu jawaban darimu, aku hanya ingin kamu tahu saja apa yang saya rasakan, jadi tidak perlu kamu pikirkan ucapan ku tadi, sekarang saya antarkan kamu pulang ke rumah mu."

Sepanjang perjalanan Laura dan Liam saling diam,tiada satu pun kalimat yang keluar dari bibir keduanya, Sesekali mata keduanya saling beradu melalui kaca spion yang berada di tengah mereka.

"Itu rumahku."

Liam menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang sebuah rumah mewah bergaya klasik.

" Mau singgah sebentar? "

"Mungkin lain kali, sepertinya ayahmu sudah tidak sabar untuk bertemu putri nya." Liam menunjuk seorang lelaki tua yang berdiri di tengah halaman rumah Laura dan sedang memandang ke arah mobilnya.

"Darimana kamu tahu kalau itu ayahku?"

Tentu saja Liam mengenali lelaki itu, wajahnya sudah terpatri di dalam benaknya, wajah yang di lihat dalam photo yang di tinggalkan Livia di sela buku hariannya.

"Hahaha hanya menebak." Tidak mungkin Liam mengatakan bahwa itu lelaki yang membunuh adik semata wayangnya.

"Iya memang itu ayahku, dia pasti sedang sibuk dengan bonsai bonsai kesayangannya." Balas Laura.

"Kalau begitu sampaikan saja salam saya kepadanya."

"Apa yang harus kukatakan jika ayahku menanyakan siapa yang yang mengirimkan salam?" tanya Laura dengan senyum menggoda.

"Katakan saja dari calon menantunya."

"Hahahaha... sudahlah aku masuk dulu, terima kasih sudah mau mengantarkan aku pulang,dan maaf sudah merepotkan."

"Tidak sama sekali, nanti staff ku akan datang untuk mengirimkan motormu."

"Baiklah, terima kasih, bye."

Liam memandang Laura berjalan memasuki halaman rumah nya, dan di sambut oleh pelukan dan kecupan dari Nicholas Sanders Ayahnya.

Kalau saja dirinya tidak ingin rencana balas dendam nya kepada keluarga Sanders gagal, ingin sekali rasanya saat ini Liam menembakkan sebuah peluru tepat ke arah jantung pria tua itu .

"Aku tidak akan membiarkan kamu mati secepat itu Tua Bangka, kamu sudah membuat aku kehilangan Livia dengan cara kejam, jadi kamu juga akan merasakan hal yang sama dengan yang kurasakan Nicholas Sanders."

"Kamu sudah lahir dari keluarga yang salah Laura, karena ulah binatang orang tuamu , kamu akan ikut menanggung penderitaan." Liam tersenyum getir.

"Semoga saja kamu percaya dengan semua kebohongan yang sudah kukatakan tadi Laura."

"Seandainya saja kamu bukan anak dari lelaki yang sudah membunuh adikku, pasti aku langsung jatuh cinta sejak pertama kali aku melihat senyummu Laura." Batin Liam.

"Sayang sekali aku tidak akan pernah mengijinkan diriku mencintai siapapun yang di tubuhnya mengalir darahmu Nicholas Sanders." Liam mencoba mencegah hawa hangat mengaliri hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status