Liam duduk di dalam mobilnya sambil memperhatikan seorang perempuan cantik yang berada di tengah anak-anak yang duduk melingkar.
"Namanya Laura Sanders , dua puluh tiga tahun, lulusan terbaik Andromeda University, anak tunggal Nicholas Sanders."Senyuman gadis bernama Laura itu terlihat begitu mempesona, di tambah dengan hiasan deretan Gigi putih yang berada di balik bibir tipis namun lebar."Hampir setiap hari dia berada di sini bersama anak-anak itu setelah melaksanakan tugasnya sebagai guru taman kanak-kanak di salah satu yayasan milik ayahnya, dia menjadi salah satu relawan di panti asuhan yang juga di dirikan oleh Nicholas Sanders ." Jason masih memberikan informasi tentang gadis yang rencana akan menjadi salah satu target pembalasan dendam yang di lakukan oleh Liam kepada keluarga Nicholas Sanders."Benar-benar tameng yang sempurna untuk menutupi semua kebusukan nya." balas Liam dengan nada sinis.Liam turun dari mobilnya, lalu berjalan menghampiri kerumunan anak-anak yang di pimpin oleh Laura."Halo anak-anak.""Halo paman... " Balas anak-anak itu."Bolehkah saya bergabung dengan kalian dengan kalian?" tanya Liam sambil melirik sekilas ke gadis cantik yang berada di tengah Mereka."Boleh Paman..""Apakah anda tidak keberatan jika saya ikut bergabung dengan kalian nona?" tanya Liam kepada Laura."mmm... tentu saja , silahkan.""terima kasih." Ucap Liam kemudian tersenyum, lalu membuka jas nya dan digunakan sebagai alas untuk duduk melingkar bersama anak-anak itu.Mata Liam tak berkedip memperhatikan gadis di depannya, setiap gerakan tubuhnya sangat mempesona, dari cara nya ber interaksi dengan anak-anak malang ini menunjukkan bahwa dia adalah gadis yang baik dan pintar.Liam ikut larut dalam setiap permainan yang di ciptakan oleh Laura untuk menghibur anak-anak itu, sejujurnya hati Liam menghangat bersama anak-anak ini dan Laura.*******"Hai nona.."Laura menoleh sekilas ke arah seseorang yang berada di dalam mobil dan sedang menyapa dirinya."Oh hai.. bukannya kamu yang tadi di panti ?" jawab Laura setelah menoleh sekilas kepada Liam."Iya benar nona.""hmmm..." Laura tersenyum singkat."Ada apa dengan motor mu nona?" Tanya Liam yang akhirnya turun dari mobil dan menghampiri Laura yang sedang berhenti di pinggir jalan sambil memeriksa ban motor nya yang kempes."Entahlah tuan, sepertinya ban motor ku bocor." jawab Laura sambil mendongak sebentar dan melihat ke arah Liam."Ohhh.. seperti tidak ada bengkel di sekitar sini.""Sebenarnya ada hanya, aku harus berjalan sekitar lima kilometer dari sini." balas Laura."woww cukup jauh, apalagi jika harus mendorong motormu, bagaimana kalau saya mengantar kamu pulang, biar asisten ku yang menangani motormu." Liam menawarkan bantuan."Tidak perlu tuan, aku bisa melakukannya sendiri.""Sepertinya hari sudah mulai gelap, tidak baik seorang gadis berjalan sendirian di jalanan sepi begini mendorong motor nya sendirian, ayolah nona Laura masuklah.""Tapi itu akan merepotkan anda dan asisten anda tuan.""kumohon nona Laura."Laura berpikir sejenak, kemudian mengiyakan tawaran Liam."Mmm baiklah tuaannn.... ""Oh iya saya lupa kalau kita belum berkenalan secara pribadi, saya Liam.. Liam Arnold." Liam tidak membuka identitas nya secara penuh dengan tidak menyebutkan nama belakangnya."Laura Sanders." Laura menyambut uluran tangan Liam."Masuklah nona Sanders.""Terima kasih tuan Arnold.""Mmmm.. boleh saya memanggil nama depanmu saja?" tanya Liam."Tentu saja Liam." jawab Laura dengan sebuah senyum yang menunjukkan deretan giginya yang rapi."Laura..""Ya?"Liam meminggirkan mobil nya ke bahu jalan di sebelah kiri."Mungkin yang akan saya katakan ini terdengar aneh dan pasti kamu akan menganggap aku gila, tapi aku merasa dorongan yang begitu kuat dari dalam hatiku untuk mengatakan hal ini kepadamu.""Apa itu Liam? kenapa wajahmu begitu serius?" Laura memperhatikan wajah tampan dengan mata biru yang sedang menatap tajam dirinya."Sepertinya aku jatuh cinta kepadamu sejak pertama kali aku melihat mu.""Hahaha prank yang cukup bagus untuk seorang teman yang baru kenal." Tawa Laura pecah sambil menutup mulutnya."Laura dengar , saya serius saya jatuh cinta kepadamu sejak tiga jam yang lalu." Liam menatap lurus ke arah mata Laura yang berwarna hazel."Liam tolong hentikan prank mu ini, perutku sakit tertawa seperti ini." Laura masih terus tertawa dengan tangan kanan menutup mulutnya dan tangan kiri memegang perut nya .Liam terdiam, ekspresi wajah nya berubah dan lalu kembali memegang kemudinya, dan bermaksud menjalankan mobilnya."Liam, kamu marah ?""Tidak, memang saya yang salah , karena saya begitu bodoh berani mengutarakan perasaan kepada gadis yang baru ku kenal, saya paham jika kamu menertawakan apa yang saya katakan tadi." Ucap Liam serius dengan mata memandang ke depan."Bukan bukan begitu maksud ku Liam, maaf jika sudah membuat dirimu tersinggung, tapi memang aku merasa aneh mendengar seseorang yang baru bertemu selama tiga jam tapi langsung menyatakan cinta kepadaku.""Ya saya paham jika kamu tidak percaya dengan ucapan saya.""Ini bukan masalah percaya atau tidak Liam, tapi kenapa? apa alasan?""Ya karena kamu cantik.""Hanya karena aku cantik? kamu bahkan belum mengenal diriku dengan baik, bagaimana bisa kamu mengatakan cinta pada gadis yang belum kamu ketahui baik buruk nya diriku.""Kamu pernah mendengar tentang cinta pada pandangan pertama kan?" Liam kembali menatap tajam kepada Laura. "Detik pertama saya melihatmu saya merasa kalau saya jatuh cinta kepadamu pada pandangan pertama, tapi setelah melihat senyummu dan semua yang sudah kamu lakukan kepada anak-anak malang itu, aku tahu kalau aku juga mencintai hatimu."Laura menunduk, memang selama ini dirinya sering mendengar pernyataan cinta dari seorang pria, namun tidak pernah ada yang baru tiga jam bertemu sudah langsung menyatakan cintanya."jangan khawatir Laura, saya tidak sedang menunggu jawaban darimu, aku hanya ingin kamu tahu saja apa yang saya rasakan, jadi tidak perlu kamu pikirkan ucapan ku tadi, sekarang saya antarkan kamu pulang ke rumah mu."Sepanjang perjalanan Laura dan Liam saling diam,tiada satu pun kalimat yang keluar dari bibir keduanya, Sesekali mata keduanya saling beradu melalui kaca spion yang berada di tengah mereka."Itu rumahku."Liam menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang sebuah rumah mewah bergaya klasik." Mau singgah sebentar? ""Mungkin lain kali, sepertinya ayahmu sudah tidak sabar untuk bertemu putri nya." Liam menunjuk seorang lelaki tua yang berdiri di tengah halaman rumah Laura dan sedang memandang ke arah mobilnya."Darimana kamu tahu kalau itu ayahku?"Tentu saja Liam mengenali lelaki itu, wajahnya sudah terpatri di dalam benaknya, wajah yang di lihat dalam photo yang di tinggalkan Livia di sela buku hariannya."Hahaha hanya menebak." Tidak mungkin Liam mengatakan bahwa itu lelaki yang membunuh adik semata wayangnya."Iya memang itu ayahku, dia pasti sedang sibuk dengan bonsai bonsai kesayangannya." Balas Laura."Kalau begitu sampaikan saja salam saya kepadanya.""Apa yang harus kukatakan jika ayahku menanyakan siapa yang yang mengirimkan salam?" tanya Laura dengan senyum menggoda."Katakan saja dari calon menantunya.""Hahahaha... sudahlah aku masuk dulu, terima kasih sudah mau mengantarkan aku pulang,dan maaf sudah merepotkan.""Tidak sama sekali, nanti staff ku akan datang untuk mengirimkan motormu.""Baiklah, terima kasih, bye."Liam memandang Laura berjalan memasuki halaman rumah nya, dan di sambut oleh pelukan dan kecupan dari Nicholas Sanders Ayahnya.Kalau saja dirinya tidak ingin rencana balas dendam nya kepada keluarga Sanders gagal, ingin sekali rasanya saat ini Liam menembakkan sebuah peluru tepat ke arah jantung pria tua itu ."Aku tidak akan membiarkan kamu mati secepat itu Tua Bangka, kamu sudah membuat aku kehilangan Livia dengan cara kejam, jadi kamu juga akan merasakan hal yang sama dengan yang kurasakan Nicholas Sanders.""Kamu sudah lahir dari keluarga yang salah Laura, karena ulah binatang orang tuamu , kamu akan ikut menanggung penderitaan." Liam tersenyum getir."Semoga saja kamu percaya dengan semua kebohongan yang sudah kukatakan tadi Laura.""Seandainya saja kamu bukan anak dari lelaki yang sudah membunuh adikku, pasti aku langsung jatuh cinta sejak pertama kali aku melihat senyummu Laura." Batin Liam."Sayang sekali aku tidak akan pernah mengijinkan diriku mencintai siapapun yang di tubuhnya mengalir darahmu Nicholas Sanders." Liam mencoba mencegah hawa hangat mengaliri hatinya."Bagaimana David, apakah sudah ada kabar mengenai istriku?" Tanya Liam melalui sambungan telepon. "Maafkan saya tuan, tadi saya sempat bertemu dengan nyonya Laura.""Hah apa? dimana kamu bertemu istriku? lalu sekarang dimana dia? aku harus bertemu dan berbicara dengan nya sekarang juga.""Di depan rumah ayahnya tuan, tapi sayangnya nyonya Laura menolak untuk ikut bersama saya dan kemudian seseorang membawanya pergi, dan saya kehilangan jejak nyonya Laura. " Balas David. "Kenapa bisa begitu David? Kamu tahu siapa orang itu?" tanya Liam."Maaf tuan saya belum pernah melihat lelaki itu sebelumnya, sepertinya dia hanya seseorang yang kebetulan lewat di situ dan berusaha membantu nyonya Laura yang terus berteriak dan memberontak dari saya tuan." Ujar David."harusnya kamu tidak membiarkan Laura pergi begitu saja, saya tidak mau tahu kamu harus menemukan keberadaan istri saya segera."Pinta Liam secara tegas."Saya minta maaf tuan, tapi saya sedang mengusahakan yang terbaik untuk mencari n
"Masuklah nona. " Armand berhenti sejenak mempersilakan Laura untuk berjalan mendahului nya, begitu sampai di halaman rumahnya. Laura tersenyum dan mengangguk, kemudian melangkah pelan di depan Armand, lalu keduanya berhenti tepat di depan pintu yang masih terkunci.Armand maju selangkah kemudian mengambil kunci dari kantongnya lalu mengarahkan di lubangnya." Silakan. " Ucap Armand mempersilahkan Laura masuk ke dalam rumah yang tidak terlalu besar. Laura berdiri di dekat pintu menunggu Armand yang menuju saklar untuk menghidupkan lampu. Laura memindai ruang tamu berukuran Sekitar dua puluh lima meter persegi tersebut. "Anda tinggal sendiri disini? " tanya Laura. "Sebenarnya ada seorang asisten rumah tangga, tapi saat ini dia sedang ada keperluan di kampung halamannya, mungkin minggu depan baru kembali kesini. " Armand menjelaskan. "Ohhh... " Armand menangkap rona tidak nyaman di wajah Laura. "Kenapa? kamu takut tinggal di sini? " Tanya Armand. "Ehhee... " Laura tersenyum tip
"Huh.. huh.. huh..."Liam berusaha mengatur nafasnya yang naik turun. "Beruntung mereka tidak sempat melihatku disana. " Batinnya sambil bergegas menghidupkan mesin mobilnya. "Jadi selama ini Lucy benar-benar mengetahui perselingkuhan Livia dan Nicholas. " Liam berbicara sendiri. "Bisa jadi Lucy juga terlibat dengan apa yang menimpa Livia, karena dia juga yang sudah merencanakan kecelakaan Nicholas waktu itu. " Liam mulai menerka-nerka. "Sayang sekali aku tidak bisa melihat siapa lelaki yang membantunya. ""Oh Shit... mereka sedang merencanakan untuk mencelakai Laura, aku harus mencegahnya. " Liam memukul setir di depannya mengingat apa yang akan dilakukan Lucy kepada Laura , aku harus mencari keberadaan Laura saat ini. " ucap nya kemudian meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. "Halo David, tolong kerahkan anak buahmu, bantu aku mencari istriku sekarang juga. "***********Laura masih menangis di dalam taksi nya, hampir tiga jam dirinya berada didalam nya. "Nona sebenarnya
"Selamat malam tuan. " Sambut Nana Yaya kepada Liam yang baru masuk ke dalam rumah. "Selamat malam Yaya. " Balas Liam sambil membuka kancing jas nya. "Bagaimana kabar Laura? apa dia sudah makan malam? " Tanya Liam. "Maksud tuan? " Nana Yaya meragukan pendengaran nya tentang pertanyaan tuannya tersebut. "Apa Nana tidak mendengar pertanyaan ku yang begitu jelas, saya ulangi apakah Laura sudah makan malam? " Liam mengulangi pertanyaan nya. "Iya tuan saya mendengar, tapi kenapa tuan menanyakan Nyonya sudah makan atau belum, apakah tuan lupa kalau Nyonya tidak ada di rumah? " "Tidak ada di rumah? memangnya kemana istriku Nana? " Liam terkejut dengan ucapan Nana Yaya. "Bukannya tuan sudah tahu dan mengijinkan Nyonya Laura untuk pulang ke rumah orang tuanya. " "Tahu? ijinkan? tidak, aku sama sekali tidak tahu apalagi mengijinkan Laura pergi dari rumah, apa-apa an ini, kenapa Nana tidak memberitahu saya kalau Laura pergi dari rumah? " Liam mulai emosi. "Tapi tuan, Nyonya Laura sendir
Cerita Nana Yaya tadi membuat dirinya penasaran untuk mencari tahu lebih banyak tentang adik iparnya yang telah meninggal dunia. Laura berjalan keluar dari kamarnya, kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri berharap tidak ada orang yang melihat dirinya. Dirinya berjalan ke menuju sebuah kamar yang pintunya tertutup. "Pasti ini kamarnya. " Batin Laura. Klik.. Laura berhasil membuka pintu yang tidak terkunci, kemudian melangkah masuk ke dalam kamar bernuansa merah muda. Laura menyapu pandangan ke sekeliling, dilihatnya sebuah photo besar di tengah-tengah dinding kamar nya, seorang gadis cantik berambut panjang sedang berpose tersenyum. "Cantik, mata dan hidungnya sangat mirip dengan Liam. " Gimana Laura selesai mengamati photo close up tersebut. Laura mendekati ranjang yang terbungkus sprei dan bed cover, semuanya tertata begitu rapi dan bersih meskipun tidak berpenghuni. Laura duduk di tepi ranjang, matanya tertuju pada sebuah buku tertelungkup yang terletak di meja samping ranja
Brak.. Laura menutup pintu dengan kasar, kemudian mengunci nya dari dalam. Laura sengaja melakukannya agar Liam tidak bisa menyusulnya. "Hiks.. Hiks... Hiks... " Laura menjatuhkan dirinya ke ranjang, kemudian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Siapapun yang melihat nya pasti langsung paham apa yang sedang di rasakan nya, luka hatinya terlalu , kepergian sang ayah yang begitu tiba-tiba, sikap Liam yang plin-plan ditambah lagi kedatangan seorang perempuan yang mengaku sedang mengandung benih sang suami. Perempuan itu menangis tanpa henti, Laura hanya berharap bahwa kepedihannya bisa luruh, seiring dengan derasnya air mata yang mengalir dari pelupuk matanya. "Papa kenapa papa pergi meninggalkan aku sendiri, tidak ada yang mencintaiku sebesar papa. " Ratap Laura mengingat kini tiada lagi orang yang mencintainya, terlebih ibu tiri yang selama ini di kiranya benar-benar tulus mencintai dirinya dan ayah nya ternyata hanya berpura-pura. Laura terus menangis tak peduli sua