Share

BAB 2 : Kehadiran Herlambang

Pagi ini tidak seperti biasanya, Elena terlambat bangun pagi. Dan ia terbangun saat waktu menunjukkan pukul delapan lagi.

“Aduh.., kesiangan dah gue,” Elena bermonolog kala dilihat jam pada dinding kamarnya menunjukkan pukul delapan pagi.

Gegas Elena berjalan keluar kamarnya seraya mengambil apel dan roti coklat yang ada di nakasnya menuju dapur untuk memasak sarapan dan makan siang nanti.

Herlina yang masih di kamarnya dan baru saja terbangun, merasa kalau ia belum mencium aroma masakan dan mendengar suara dari kedua anaknya, maka ia pun beranjak dari tempat tidurnya berjalan menuju dapur.

Dilihat Elena baru menyiangi sayuran belum mulai memasak lalu Herlina pun menyapa putrinya, “Kesiangan yaa.., kita semua.”

“Iyaa Maa.., mungkin karena suasana libur, jadi matanya juga tau yaa.., hehehehehe,” canda Elena di pagi itu.

“Apa Mama mau minum kopi?” tanya Elena pada Herlina.

“Uhm.., boleh juga,” sahut Herlina.

Elena pun membuatkan kopi untuk Herlina dan pada saat Elena menuangkan air panas pada kopi dan gula pada cangkir, tercium aroma kopi yang menusuk hidungnya hingga rasa mual pun muncul seketika.

Namun, Elena segera memberikan kopi yang telah diseduh itu ke meja makan, agar aroma kopi yang menyengat itu tidak membuat perutnya bertambah merasakan mual.

Setelah itu, Elena mulai memasak sarapan dan makanan untuk makan siang. Usai menikmati secangkir kopi, Herlina membantu Elena memasak di dapur dengan menyiapkan sarapan terlebih dahulu, lalu menu makan siang pikirnya.

Keberadaan Herlina di dapur, membuat Elena menahan rasa mual yang luar biasa pada dirinya.

Bulir keringat dingin keluar dari pori-pori tubuh Elena saat menahan rasa mual yang luar biasa, terlebih aroma masakan menusuk hidungnya dan menciptakan rasa mual.

Sampai akhirnya Elena pun berlari ke toilet yang ada diluar, memuntahkan buah dan roti yang ia makan sewaktu bangun tidur.

Herlina yang tidak pernah sekali pun berpikir kalau putri cantiknya muntah-muntah karena hamil, membuatkan teh hangat, meminta Elena beristirahat di kamar dan ia berpikir untuk mengajaknya ke rumah sakit usai sarapan di pagi hari ini.

“Elena.., nanti kita ke rumah sakit aja yaa, Mama takut terjadi apa-apa sama kamu.., sayang, sekarang kamu istirahat aja di kamar. Selesai Mama masak, kita ke rumah sakit,” tutur Herlina mencemaskan keadaan putrinya yang muntah-muntah sejak pulang sekolah kemarin.

“Lena nggak kenapa-napa kok Maa.., memang asam lambungnya aja bermasalah. Maaf ya Maa.., Lena di kamar dulu. Nanti kalau udah enakkan Lena bantu di dapur lagi,” ujar Elena, kasihan melihat posisi Herlina yang baru saja pulih dari cedera dua tahun lalu.

Herlina keluar dari kamar Elena bersamaan dengan terdengarnya bel yang berdenting keras di dalam rumah itu.

Tok... Tok... Tok...

“Setya.., Setya.., bangun..!” perintah Herlina seraya mengetuk pintu anak lelakinya yang belum terjaga dari lelapnya, kala dilihat jam telah menunjukkan pukul delapan pagi.

Setya yang juga libur usai pengambilan rapor keluar dari kamar dengan mata masih terkantuk-kantuk dan berkata, “Ada apa sih.., Maa..”

“Setya.., mau kamu sekolah atau libur.., biasakan bangun pagi..! Coba liat siapa yang datang, Mama masih mencuci perabot di dapur,” perintah Herlina.

Setya membasuh wajahnya pada wastafel di samping dapur. Ketika tidak dilihat kakaknya, Setya pun bertanya pada Herlina, “Dimana kak Lena.., Maa.”

Kembali bel pada rumah itu berbunyi, usai berhenti sesaat. Gegas Setya berjalan keluar rumah untuk melihat tamu yang datang hari ini. Tampak Herlambang telah berada diluar pintu pagar.

Setya pun berlari dan membuka pintu pagar yang masih tergembok itu dan mempersilakan Herlambang masuk ke dalam rumah.

“Pagi.., Om.., silakan masuk,” sapa Setya saat membukakan pintu pagar dan tersenyum pada Herlambang. Kebetulan Om datang, dari kemarin kak Elena sakit. Pagi ini juga lak Elena belom keliatan, mungkin masih sakit,” sapa Satya yang langsung menceritakan kondisi Elena.

“Yaa.., Pagi Setya.., gimana kabar semuanya?” tanya Herlambang basa-basi, masuk ke dalam halaman dengan meminta sopir taxi untuk menunggu di halaman rumah Elena..

“Mama dan Setya sih baik-baik aja. Uhm... ya itu tadi Om.., cuman kak Elena saja dari kemarin dan barusan kata mama, pagi-pagi kak Elena muntah lagi lalu tidur lagi. Untung aja Om datang, tadi mama bilang sih mau dibawa ke rumah sakit,” ucap Setya menceritakan kondisi Elena.

“Apa..? Kak Elena masih muntah-muntah sampai sekarang?” tanya Herlambang cemas seraya melangkah lebar mendahului Setya masuk ke dalam rumah.

“Elena.., Lena..,” panggil Herlambang saat cemas dan lupa kalau Herlina ada di dalam rumah itu.

Herlina yang mendengar suara Herlambang keluar dari dapur, berjalan menuju ruang tamu dan menyambut Herlambang dengan senyuman.

“Selamat pagi Pak Her.., tumben pagi sekali sudah ke rumah. Apa Elena yang menghubungi bapak karena dia kurang enak badan? Manja sekali lama-lama anak itu sama Pak Her..,” sapa Herlina memandang sekilas lelaki tampan yang usianya lebih muda lima tahun darinya.

“Iyaa Mbak.., tadi Elena menghubungi saya,” sahutnya berbohong dan pandangannya menyapu beberapa ruangan untuk mencari keberadaan Elena dengan hati penuh kecemasan.

“Aduh.., itu anak bikin susah dan repot Pak Her saja. Dia cuman muntah-muntah saja. Kemungkinan asam lambungnya naik. Nanti saya akan antar ke rumah sakit setelah sarapan. Silakan duduk dulu Pak.., saya panggil Elena dulu,” ujar Herlina menjelaskan seraya mempersilakan Herlambang duduk.

Herlambang yang sejak turun dari pesawat mencemaskan keadaan Elena tidak bisa duduk dan ia meminta izin pada Herlina untuk melihat kondisi Elena.

“Biarkan Elena istirahat di kamarnya. Hemmm.., maaf.., boleh saya masuk ke kamarnya untuk melihat kondisinya, Buu...?” tanya Herlambang ragu-ragu meminta izin pada Herlina.

“Silakan Pak.., Monggo silakan.., Bapak itu sudah kami anggap anggota keluarga sendiri. Dan maaf kalau Elena manja sama Pak Her.., karena sejak papanya wafat, dia sering kangen sama papanya. Silakan Pak..,” tutur Herlina seraya mengantar Herlambang ke kamar Elena.

Mereka pun masuk ke kamar, terlihat Elena terlelap kembali di tempat tidurnya. Terlihat wajah cantik Elena memucat lalu saat Herlina ingin membangunkannya dari tidur, Herlambang pun melarangnya.

“Biarkan saja dia tidur.., apa boleh saya tunggu di kamar ini..?” tanya Herlambang menatap Herlina seraya memohon pengertiannya.

“Iyaa.., Pak Her. Silakan.., saya jadi terharu karena Bapak begitu memperhatikan Elena. Uhmm.., dia sekarang ini jadi menemukan sosok Papanya yang perhatian dan begitu dekat dengan dia. Selama ini saya kurang memperhatikannya karena penyakit saya dan kehidupan kami. Terima kasih, Pak.”

Herlina berkata pada Herlambang dengan mata berkaca-kaca. Sejak kedatangan Herlambang ke rumahnya di gang kecil di pemukiman kumuh nan padat dengan polusi luar biasa itu, Herlambang telah mem-proklamirkan dirinya sebagai papinya Erlangga yang menganggap Elena juga seperti anaknya sendiri.

Herlina pun meninggalkan Herlambang yang mengambil kursi pada meja belajar Elena, duduk persis disisi tempat tidurnya.

Dipandangi wajah cantik nan pucat itu. Dengan kasih sayangnya tangan Herlambang mengelus dahi dan rambut yang terurai lepas. Digenggamnya pula jemari lentik Elena.

Diciumnya jemari Elena dengan lembut seraya berkata, “Sayang..., bertahanlah. Kamu harus kuat jalani kehamilan ini.”

“Cup..!”

Herlambang dengan kasih sayang mengecup kening Elena dan mengusap lembut pipinya yang putih bak pualam nan lembut. Lalu Herlambang juga mengikuti garis bibir Elena dengan telunjuk tangannya disaat si empunya bibir terlelap.

Dalam hati Herlambang meradang, kala teringat kalau gadis yang dicintanya adalah kekasih putra sambungnya. Dalam hati Herlambang pun berbisik lirih.

‘Bagaimana kalau Elena mengandung anakku..? Apa memang aku bukan pria mandul? Ooh.., aku harus bagaimana bersikap pada Erlangga jika memang yang dikandung adalah putraku? Bagaimana mungkin kejahatan Tiara membuat Elena harus menderita seperti ini?’

Elena yang tangannya dalam genggaman Herlambang dan terus diciumnya terbangun dan mendapati Herlambang telah berada di hadapannya dengan menunduk dan mencium tangannya.

“Om Her...,” sapanya lirih membuat Herlambang melepas genggamannya dan menatap lekat gadis cantik yang kini dikasihi dan sering dirindukan.

Sejak dua minggu lalu, usai kejadian terakhir disaat mereka melewati pagi hari dengan hasrat liar dalam gelora yang membara antara dirinya dan Elena.

Herlambang memenuhi janjinya tidak menemui Elena, namun dua garis pada test pack Elena membuat Herlambang harus menemui gadis cantik jelita ini.

“Sayang.., apa masih mual?” tanya Herlambang dengan hati-hati mengusap lembut pipi Elena.

Elena menganggukkan kepalanya dan berbisik lirih, “Om.., apa bisa kita ngomong masalah ini diluar? Lena takut mama tahu kalau..?”

Herlambang pun menganggukkan kepalanya dan berkata, “Yaa.., sekalian Om mau ajak kamu ke dokter kandungan. Om mau kamu dan bayi yang kamu kandung baik-baik saja. Apa Erlangga ada ngomong atau menghubungi kamu pagi ini?”

Elena menggelengkan kepalanya dan menceritakan hal yang dikatakan oleh Erlangga saat ia mengatakan dirinya hamil semalam. Setelah mendengar penuturan Elena atas diri putra sambungnya, Herlambang pun meminta Elena untuk bersiap-siap keluar bersamanya.

“Sekarang Om tunggu kamu diluar yaa..,” ujar Herlambang, mengelus rambut Elena dan tersenyum samar. Dan Elena menjawab permintaannya dengan menganggukkan kepalanya lalu Herlambang berlalu dari dalam kamar Elena.

Herlambang pun keluar dari kamar Elena dan menyambangi Herlina yang tengah menyiapkan sarapan pagi saat jam telah menunjukkan pukul sembilan kurang.

“Buu.., saya yang akan membawa Elena ke rumah sakit hari ini. Jadi Ibu tinggal tunggu kabar aja. Saya rasa Elena akan baik-baik saja,” ucap Herlambang yang berdiri menghadap ke arah Herlina yang berdiri pada sisi pintu dapur.

“Sarapan dulu, Pak Her..,” ajak Herlina bersamaan kedatangan Elena ke ruang makan.

Herlambang melihat penolakan pada mata Elena saat Herlina memintanya untuk sarapan. Mengetahui hal itu Herlambang pun berdusta, “Nanti saja... biar kami cari bubur ayam saja, Kemungkinan pencernaan Elena bermasalah. Jadi dia harus makan makanan yang lembut.”

“Ooh.., begitu.., iyaa betul bisa jadi Elena lambungnya menolak makanan kasar dan aroma yang kuat,” sahut Herlina membenarkan apa yang di sampaikan oleh Herlambang.

Setelah itu, Elena pun berpamitan pada Herlina dengan mencium punggung tangannya, “Maa.., Lena jalan dulu yaa.., Mama jangan kuatir Lena baik-baik aja kok Maa..”

Herlambang pun berpamitan dan mereka pun keluar bersama diantar hingga teras rumah itu. Lalu Herlambang meminta Elena masuk ke dalam taxi yang menunggunya dan ia menutup pintu pagar rumah Elena.

Ketika taxi mulai berjalan meninggalkan kompleks perumahan menuju rumah sakit terdekat, Elena duduk di bagian belakang dan Herlambang duduk disisi sopir. Elena mulai kembali merasakan rasa mual pada perutnya.

Dan Elena yang menahan rasa mual dengan keringat dingin yang membasahi dahinya meminta pada sang sopir untuk menepi pada bahu jalan.

“Pak.., apa bisa menepi sebentar saja? Saya mau muntah..,” pinta Elena menahan mual.

Seketika mobil taxi pun menepi disisi kiri jalan. Herlambang yang mendengar keluhan Elena pun ikut keluar saat Elena berjongkok di tepi jalan dan memuntahkan isi perutnya yang hanya diisi dengan roti dan buah. Karena sejak merasa sering mual, Elena mendadak tidak menyukai nasi.

Herlambang ikut berjongkok dan memegangi tangan Elena yang muntah-muntah di tepi jalan. Usai memuntahkan seluruh isi perutnya, Herlambang dengan kasih sayang menyeka keringat pada dahi dan menyeka bibir Elena dari sisa muntah dengan sapu tangannya.

“Sebentar lagi kita sampai.., kamu yang kuat yaa,” pinta Herlambang merapikan rambut Elena yang tergerai.

Lalu mereka masuk pada bagian bangku penumpang. Kini Herlambang duduk disisi Elena dengan merangkulnya.

Elena pun menyandarkan kepalanya pada bahu Herlambang yang merengkuh dirinya. Ada rasa nyaman saat ia berada dalam dekapan Herlambang dan Elena merasa rasa mual nya hilang seketika saat dalam dekapannya.

Dalam hati terdalam Elena pun bergumam, ‘Hmmm., Kenapa gue kagak mual lagi? Apa karena Om Her... Ayah dari bayi yang gue kandung ini? Yaa.., Tuhan.., tolong jangan hukum diri ini atas kesalahan maminya Er.., kasihan Erlangga dan Om Her.’

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
untuk semua pembaca Setia Good Novel... lanjut yaa ceritanya... Dijamin seru... makasih banyak & love sekebon untuk kakak semuaヾ⁠(⁠˙⁠❥⁠˙⁠)⁠ノmakasih (⁠ ⁠˘⁠ ⁠³⁠˘⁠)...makasih(⁠✷⁠‿⁠✷⁠)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
kan sifat dari orang baik ya model gitu kak......️......️ makasih dah hadir
goodnovel comment avatar
baihaqi abdullah
Elena bukan nya mengasihani diri sendiri... malah masih sempet sempet nya kasihan sama Erlangga sama Om Herlambang...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status