Share

BAB 3 : Panggilan Er saat bersama Om Her

Taxi yang membawa Elena dan Herlambang sampai pada sebuah rumah sakit swasta yang cukup besar. Lalu Herlambang membayar biaya taxi serta mengambil koper kecil berwarna silver miliknya.

Sembari menarik koper yang dibawa, Herlambang pun merangkul pundak Elena untuk masuk ke dalam rumah sakit dengan pintu kaca yang bisa terbuka dengan sendirinya.

Lalu, Herlambang meminta Elena duduk pada ruang tunggu yang berada di depan bagian pendaftaran pasien baru.

“Lena ., Om minta KTP kamu..,” pinta Herlambang pada gadis cantik, yang seketika membuka tas gendongnya lalu mengambil KTP yang ada pada dompetnya.

Herlambang tersenyum dan bertanya, “Apa masih terasa keras mualnya?”

“Udah nggak.., mungkin udah habis semua makanan yang di perut.., Om,” sahut gadis cantik nan jelita itu dengan polosnya.

Herlambang yang mendengar hal itu tersenyum lebar dan berucap, “Ya sudah kamu tunggu disini. Om mau daftar ke dokter kandungan dulu.”

Herlambang melangkahkan kakinya kebagian pendaftaran pasien baru dengan menyerahkan KTP Elena dan meminta untuk konsultasi ke dokter kandungan. Usai memilih dokter kandungannya, Herlambang pun mendapatkan nomor antrean ketiga.

“Silakan Pak.., nomor antrean 3. Ruang dokter kandungannya ada di lantai 4. Jadi gunakan saja lift yang berada di kanan untuk pengunjung dan lift yang kiri untuk staf rumah sakit. Dan ini KTP nya saya kembalikan,” singkat petugas bagian pendaftaran itu memberitahukan ruang dokter yang dituju oleh Herlambang.

“Maaf Buu.., Apa dokternya sudah ada dilantai 4?” tanya Herlambang seraya melirik jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangannya. Terlihat saat itu jam masih menunjukkan jam 9 pagi.

“Dokternya sudah datang. Tetapi, beliau mulai praktik jam sepuluh, jadi harus menunggu satu jam lagi,” ucap petugas pendaftaran tersebut.

“Uhm.., baiklah.., apa ada disini kafetaria atau kantin dan sejenisnya?” tanya Herlambang.

“Ada Pak.., dilantai 4. Jadi sekalian saja ke atas, jadi kan sekalian menunggu panggilan nomor antrean, Bapak bisa mencari makanan dan minuman di sana,” sahut petugas bagian pendaftaran tersebut dengan ramah.

Kini rasa lapar dirasakan olehnya, karena sejak berangkat dari Perth kemarin sore lalu transit di Bandara Ngurah Rai subuh tadi lanjut terbang ke Jakarta hingga mendarat di Bandara Sukarno Hatta, tidak ada sedikit makanan yang memenuhi lambungnya.

Hingga Herlambang menuju ke rumah Elena dan melihat kondisi gadis cantik yang terlihat pucat, tidak sedikit pun perutnya merasa lapar, karena yang dipikirkan oleh Herlambang, bagaimana ia bisa secepatnya bertemu Elena, membawanya ke rumah sakit. Terlebih isak tangis gadis itu selalu terngiang di otaknya.

Mendapati gadis yang membuat cemas hati dan pikirannya telah tampak tidak mengawatirkan, Herlambang pun mengajak Elena menuju lift lantai 4, usai petugas pendaftaran mengatakan kalau dilantai tersebut ada sebuah restoran yang cukup terkenal pula.

“Lena.., ayo kita ke lantai 4. Sembari menunggu nanti kita cari makanan ringan,” ajak Herlambang menarik kopernya dan menggenggam jemari Elena menuju lift untuk sampai di lantai 4.

Ting...!

Mereka pun sampai dilantai 4. Setelah melihat arah tanda tempat restoran itu berada, Herlambang pun berjalan dan menarik koper kecilnya dengan tangan kiri dan menggenggam tangan Elena dengan tangan kanannya.

Mereka masuk ke restoran tersebut dan seorang pramusaji mencarikan tempat duduk untuk mereka lalu memberikan daftar menu pada keduanya.

“Elena.., makanlah walau sedikit,” pinta Herlambang usai ia memesan tongseng kambing yang terkenal pada restoran tersebut.

“Tapi.. Om.., saya takut mual lagi,” rajuknya menggelengkan kepalanya.

“Yaa.., udah minum jeruk hangat yaa..? Atau mau otak-otak..? Atau empek-empek kapal selam ini enak,” tunjuk Herlambang pada daftar menu.

Yang ada dipikiran Herlambang saat itu, bila Elena makan yang agak asam dan sedikit pedas dari bumbu kacang otak-otak, maka mual dan selera makannya akan kembali.

Lalu Elena pun mengangguk perlahan, menyetujui permintaan Herlambang. Sekitar lima belas menit kemudian, pesanan pun datang.

Tampak Herlambang menikmati tongseng kambing berikut nasi dan berisi acar timun serta wortel yang dipesannya.

“Lena.., makan otak-otaknya. Sini Om buka’in yaa.., ini bumbu kacangnya. Atau kamu mau makan empek-empek nya dulu?” tanya Herlambang disela menikmati makanannya dengan perut yang sejak kemarin tidak diisi.

“Elena liat..,, makanan yang dimakan Om keliatannya enak. Boleh Elena cicip sedikit?” tanya Elena dengan air liur yang ditelannya berulang kali, saat menghirup aroma tongseng kambing yang dinikmati oleh Herlambang.

Deg..!

Dalam hati Herlambang berbisik, ‘Apa bayi yang dikandung Elena.., anakku? Sejak berada dalam pelukanku di taxi tadi, dia udah nggak mual. Lalu.., makanan ini aroma kambingnya sangat kuat. Tapi, kenapa dia ingin mencicipinya? Apa ini yang namanya bawaan bayi? OMG!’

“Om.., nggak boleh yaa..?” rajuk Elena dengan raut wajah cemberut.

“Ayoo.. buka mulutmu.., biar Om suapi kamu. Kalau kamu suka, kita order lagi,” pinta Herlambang seraya menyodorkan sendok berisi nasi, daging tongseng dan Elena dengan malu-malu menerima suapan dari Herlambang.

“Kamu suka..? Om pesan lagi yaa? Nanti kita makan berdua,” tawar Herlambang disambut dengan anggukan Elena.

Herlambang yang melihat anggukan kepala Elena, merasa yakin kalau janin yang dikandung Elena adalah benihnya.

Herlambang yang tidak dapat menyembunyikan rasa harunya, memandang wajah Elena yang disuapi dengan kabut tipis yang menutupi netra hitamnya.

“Om kelihatan sedih..? Kenapa?” tanya Elena sembari menikmati suapan Herlambang.

“Om bahagia.., kamu akhirnya bisa makan. Tadi Om cemas.., sekarang Om pesan lagi yaa.., karena Om juga masih laper banget ini,” ujar Herlambang berbinar bahagia saat melihat Elena bisa makan dan terlihat manja padanya.

Satu jam pun berlalu, usai menghabisi seluruh makanan yang dipesannya bersama-sama. Mereka pun berjalan menuju ruang tunggu dokter kandungan yang berada di sisi kanan dari restoran tersebut.

Sekitar dua puluh menit kemudian, seorang perawat dari dalam ruangan dokter kandungan keluar dan memanggil nama Elena.

“Elena..!” panggil perawat tersebut.

Elena dan Herlambang masuk bersama-sama dengan meninggalkan koper kecil di kursi yang mereka tempati dengan menitipkan pada seseorang yang menunggu giliran masuk.

“Selamat pagi.., silakan duduk pak.., dan Ibu.., silakan naik ke tempat tidur. Saya akan periksa bagian perutnya yaa,” Dokter wanita itu dengan ramah meminta Elena naik ke tempat tidur pemeriksaan.

Herlambang ikut berdiri memandang pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter kandungan yang membuka perut Elena dan meraba bagian di bawah pusar Elena.

Lalu, dokter kandungan itu berkata, “Baiklah Pak, silakan duduk.

"Barusan saya sudah memeriksa bagian kandungan istrinya. Dan benar istri bapak telah hamil selama dua minggu. Untuk pemeriksaan dengan USG dua minggu lagi baru bisa saya lakukan. Dan untuk saat ini ada keluhan?” tanya Dokter wanita itu tersenyum memandang wajah cantik Elena yang terlihat malu, banyak menunduk dan terdiam.

“Dokter.., mualnya itu buat dia nggak makan. Tapi, barusan sih sudah bisa makan dan banyak juga,” ucap Herlambang melirik ke arah Elena yang membisu tanpa berani menatap wajah dokter wanita itu.

Dalam pemikiran dokter kandungan dan perawat itu jelas menyatakan, kalau Elena adalah istri muda dari Herlambang saat dilihat dari kartu berobatnya berusia sembilan belas atau bisa dikatakan, menginjak dua puluh tahun, saat di bulan Mei, empat bulan lagi.

“Mual itu memang sudah jadi ciri khas orang hamil semester pertama. Masa ngidam dan apa bapak baru pertama kali akan punya anak dari istri bapak?” tanya dokter saat dilihatnya Herlambang sama sekali tidak punya pengetahuan.

Padahal kalau dilihat dari usia Herlambang, seharusnya lelaki seumurnya, sudah pernah punya anak.

Walaupun berwajah tampan namun kedewasaan yang terpancar pada cara berbicara dan raut wajahnya sudah bisa memperkirakan usainya. dan itu membuat dokter wanita ini bertanya atas pengalaman Herlambang.

“Baru pertama kali, dokter..,” ucap Herlambang menggenggam jemari tangan Elena yang terasa dingin.

“Ooh.., begitu.. selamat Pak.., selamat. Mungkin saja.., si jabang bayi lebih suka makan bareng Papanya yaa..,” senyum dokter tersebut melihat wajah Elena yang kian merunduk menahan malu.

“Baik.., saya buatkan resep penguat janin dan obat anti mual yang akan diminum bila mual. Ada lagi yang akan ditanyakan?” tanya dokter tersebut memandang Herlambang.

Herlambang pun berbisik pada Elena, “Lena.., kamu udah bisa keluar.., Om mau bertanya hal lain dengan dokternya.”

“Dokter.., terima kasih saya permisi dulu,” ucap Elena yang baru berani menatap wajah dokter tersebut saat berdiri dan keluar dari ruang pemeriksaan.

“Ada yang mau bapak tanyakan perihal kehamilan istri bapak?” tanya dokter wanita itu menyelidiki Herlambang yang terlihat ragu dan bimbang atas apa yang harus diutarakan.

“Uhm.., maaf Bu Dokter.., sebenarnya saya mau tanya, kapan kita bisa melakukan test DNA atas bayi yang dikandung. Apa harus menunggu lahir, dan kira-kira di usia kehamilan berapa bulan bisa melakukan test DNA?” tanya Herlambang seraya menelan saliva nya saat tatapan tajam curiga sang dokter mengulitinya.

“Untuk test DNA dapat dilakukan pada usia kandungan 12 minggu. Menggunakan pemeriksaan plasenta (CVS) mengambil cairan vili chorialis lalu dilakukan analisis dan perbandingan profil dari DNA kedua orang tua. Itu pun harus dilakukan oleh dokter yang sangat ahli,” ungkap dokter tersebut.

“Berarti.., usia kandungan Elena, baru dua minggu yaa Dokter. Jadi harus menunggu 10 minggu lagi?” tanya Herlambang kembali.

“Iyaa.. baru dua minggu. Jadi perlu waktu sepuluh minggu lagi, atau dua bulan setengah pada saat usia kandungannya tiga bulan. Maaf.., apa bapak mencurigai istri bapak selingkuh dengan yang lain?” tanya dokter tersebut.

“Ooh.., bukan dokter.., bukan begitu.., saya hanya takut kalau yang dikandung Elena adalah anak dari putra saya..,” ucap Herlambang, tanpa sengaja ucapan atas kecemasannya keluar begitu saja di depan dokter dan di dengar oleh perawat yang ada disana.

“Apa..?!” pekik dokter dan perawatnya terkejut dengan ucapan Herlambang.

“Ooh.. bukan begitu maksud saya Dokter. Maaf saya salah bicara.., baik terima kasih Dokter.., Hemm.., permisi,” ujar Herlambang meralat kata-katanya yang meluncur begitu saja.

Diruang itu dokter dan perawat yang terkejut dengan ucapan Herlambang hanya mampu saling berpandangan satu dan lainnya karena terkejut atas apa yang dikatakan Herlambang.

Gegas Herlambang mencari Elena yang duduk di samping kopernya.

Mereka pun berjalan menuju bagian administrasi untuk membayar biaya Dokter dan berjalan menuju Apotek dengan memberikan resep yang harus ditebus.

Saat mereka sedang menunggu di depan Apotek, ponsel Elena berdering. Terlihat Erlangga menghubunginya dan Elena yang takut ketahuan, kalau saat ini ia sedang bersama Herlambang, memperlihatkan panggilan Erlangga padanya.

“Om.., bagaimana ini.., Erlangga telepon. Saya harus jawab apa?” tanya Elena dengan wajah sepucat kapas.

Herlambang menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. dilihatnya Erlangga kembali menghubungi, usai Elena mengabaikannya.

Lalu mereka saling berpandangan satu dan lainnya. Saat untuk ketiga kalinya Erlangga menghubungi Elena, terlihat gadis cantik itu kian panik, gelisah dan tampak kian pucat pasi pada wajahnya.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
Lanjut yaa kakak semua yang udah sampai Bab ini.. Dijamin tambah seru pake plus...ヾ⁠(⁠˙⁠❥⁠˙⁠)⁠ノ makasih atas waktunya(⁠ʘ⁠ᴗ⁠ʘ⁠✿⁠) dan Love You all sekebon(⁠๑⁠♡⁠⌓⁠♡⁠๑⁠)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
Nggak semudah itu kakak.. mereka pacaran dah lama juga...️......️... makasih always hadir
goodnovel comment avatar
Parikesit70
yaa banyakan sih kayak gitu model2 org ngidam...️...️......️ makasih dah hadir kak...️......️
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status