Share

Bab 90 Terdesak

Penulis: Fei Adhista
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-20 23:50:02

Malam hitam tanpa bulan.

Angin gunung membawa aroma tanah basah dan daun gugur. Di jalur sempit yang membelah hutan perbatasan, tiga sosok menunggang kuda dengan kecepatan penuh—melewati semak, batu tajam, dan jalan licin.

Reina duduk di belakang Ditto, tubuhnya gemetar. Luka di pahanya makin perih, perban yang melilit pinggangnya basah oleh darah. Nafasnya berat, tangan menggenggam erat bahu Ditto.

Malik menyusul dari belakang, wajahnya tegang.

“Ditto,” suara Reina serak. “Seberapa jauh lagi ke jalur Malaca?”

Ditto menoleh sedikit, matanya waspada.

“Kalau kita terus bergerak… subuh kita bisa sampai ke benteng luar Malaca. Tapi…”

Ia menarik napas.

“Pasukan elit sudah dilepas dari istana. Mereka tahu kita ke arah sini.”

Reina mengepalkan rahang.

“Aku tak peduli. Kita harus sampai… demi Satya… demi Ardian.”

Di hutan sebelah utara, sekelompok pemburu elit kerajaan pasukan bayangan yang dipimpin oleh Kolonel Bram, bergerak cepat. Mereka tak memakai baju zirah, hanya pakaian hitam, bergera
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 90 Terdesak

    Malam hitam tanpa bulan.Angin gunung membawa aroma tanah basah dan daun gugur. Di jalur sempit yang membelah hutan perbatasan, tiga sosok menunggang kuda dengan kecepatan penuh—melewati semak, batu tajam, dan jalan licin.Reina duduk di belakang Ditto, tubuhnya gemetar. Luka di pahanya makin perih, perban yang melilit pinggangnya basah oleh darah. Nafasnya berat, tangan menggenggam erat bahu Ditto.Malik menyusul dari belakang, wajahnya tegang.“Ditto,” suara Reina serak. “Seberapa jauh lagi ke jalur Malaca?”Ditto menoleh sedikit, matanya waspada.“Kalau kita terus bergerak… subuh kita bisa sampai ke benteng luar Malaca. Tapi…”Ia menarik napas.“Pasukan elit sudah dilepas dari istana. Mereka tahu kita ke arah sini.”Reina mengepalkan rahang.“Aku tak peduli. Kita harus sampai… demi Satya… demi Ardian.”Di hutan sebelah utara, sekelompok pemburu elit kerajaan pasukan bayangan yang dipimpin oleh Kolonel Bram, bergerak cepat. Mereka tak memakai baju zirah, hanya pakaian hitam, bergera

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 89 Harga sebuah Penghianatan

    Langit masih gelap, malam belum sepenuhnya berlalu. Angin dini hari menusuk kulit yang basah oleh keringat dan darah. Di sudut sisa peperangan yang remuk, Reina berdiri dengan tubuh terhuyung. Lukanya belum dijahit sempurna. Perban di lengan dan paha basah oleh darah segar. Tapi matanya… Tatapan itu teguh dan penuh tekad. Di hadapannya, Malik berusaha menahan. “Reina… kau tak sanggup pergi. Kau butuh istirahat, luka itu… bisa terbuka lagi.” Reina menggeleng, wajah pucat namun sorot mata membara. “Aku harus ke Malaca, Malik… satu-satunya yang bisa menolong Satya dan Pangeran Ardian… hanya Salima.” “Tapi… kalau ketahuan, kau dalam bahaya! Setelah berita… kematian Pangeran Arvid…” Reina menatap Malik dalam-dalam. “Lebih baik aku mati di jalan… daripada diam di sini sementara mereka membusuk di penjara.” Di bawah kegelapan subuh, Reina dan Malik melangkah cepat. Jalan rahasia yang dulunya dipakai Ardian, kini mereka tapaki. Peluh bercucuran. Nafas terengah. Luka di tubuh Reina ma

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 88 Duel Berdarah

    Tanah basah di halaman istana kini merah oleh darah. Kabut tipis mulai sirna, digantikan cahaya mentari yang mengungkap luka dan kehancuran di medan perang.Di tengah lapangan batu, Pangeran Ardian dan Pangeran Arvid berdiri berhadapan. Keduanya sudah sama-sama terluka, baju zirah robek, darah mengucur dari pelipis, tangan, dan dada. Nafas mereka berat, langkah pun goyah. Namun, tekad di mata masing-masing justru kian mengeras.“Arvid,” suara Ardian berat. “Kau masih bisa menghentikan ini.”Arvid tertawa kecil, getir. “Menghentikan? Ketika aku sudah sejauh ini? Kau yang seharusnya menyerah, Ardian. Kau bodoh… tahta itu adalah milikku sejak awal.”Ia mengayunkan pedang, tajam, ganas. Ardian menangkis, berputar, balas menyerang.Besi menghantam besi. Dentumannya menggema keras. Para prajurit dari kedua belah pihak mundur, membentuk lingkaran. Tidak ada yang berani mencampuri duel dua pangeran itu.Di antara ring itu, sosok Satya menerobos masuk.“Berhenti!!” teriaknya.Namun tak ada yan

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 87 Darah dan Takhta

    Fajar belum benar-benar menyingsing saat langit mulai terbakar jingga. Tapi dentang senjata telah lebih dulu membelah keheningan. Kabut tipis masih menyelimuti perbukitan di sekitar istana, seakan enggan menyaksikan darah yang akan tumpah pagi ini. Di tiga titik, pasukan bergerak serentak. Di timur, Pangeran Ardian berdiri tegak di atas kuda hitamnya, pedang terhunus, mata menatap gerbang istana seperti menatap masa lalu yang hendak dikuburnya sendiri. “Majuuu!!” teriaknya, dan ribuan prajurit menyerbu seperti gelombang badai, membawa panji tanpa nama, hanya bayangan dendam dan keadilan. Di sisi barat, Reina dan tim penyusup bergerak diam-diam melewati terowongan bawah tanah yang dulunya digunakan istana untuk melarikan diri dari perang. Tak ada suara selain langkah ringan dan desahan napas menahan gugup. “Menara komunikasi ada di ujung utara,” bisik Reina kepada timnya. “Begitu hancur, Ardian bisa masuk.” Dan di tengah medan, tempat yang paling berbahaya, berdirilah Satya.

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 86 Sang Bayangan Tahta

    Api unggun mulai mengecil. Reina duduk sendiri di sisi tenda, jauh dari barak. Langit malam penuh bintang, seperti malam ketika mereka menikah.Satya berdiri beberapa langkah di belakangnya. Ia melihat Reina diam, memeluk lututnya sendiri.“Kau masih ingat malam itu?” tanyanya pelan.Reina tak menjawab. Tapi tatapannya tak beranjak dari langit.“Malam di vila dekat danau. Gaun putihmu. Sumpah kita yang tak didengar siapa-siapa.”Reina akhirnya berbisik, nyaris tak terdengar, “Aku masih menyimpannya. Gaun itu.” Satya menahan napas.Reina menoleh sedikit, matanya berkaca. “Tapi kau bukan lagi laki-laki yang kupeluk malam itu.”Satya menunduk, luka di hatinya terbuka lebar. “Dan kau bukan perempuan yang tersenyum padaku di hari itu. Tapi... aku masih mencintaimu, Reina. Bahkan setelah semuanya.”Reina berdiri. Tak menjawab. Tak menyangkal. Ia hanya melangkah pergi, meninggalkan Satya yang tetap berdiri menatap bintang seolah mencari jejak istrinya di langit yang sama.Malam menjelang. De

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 85 Kembali ke Pengkhianat

    Tidak semua pengkhianat layak dibenci. Tidak semua pahlawan berpakaian putihDesing pedang menyambar.Satya menahan serangan prajurit bertopeng, lalu menangkis cepat dengan gerakan refleks. Mereka sudah dikepung empat orang prajurit dari satuan elit. Tak ada lambang Ardian di dada mereka. Tapi Satya mengenal teknik bertarung itu teknik kerajaan. Teknik Arvid.“Aku tidak ingin melawan kalian,” ujar Satya pelan, pedangnya terangkat, berlumur debu.“Kami tidak ingin membunuh Anda, Pangeran,” salah satu prajurit berkata, suaranya berat. “Tapi perintah sudah turun. Bawa Anda kembali hidup atau mati.”Satya mengejek kecil. “Dulu aku bertarung demi kerajaan. Sekarang kerajaan ingin kepalaku. Ironi yang lucu.”Serangan kembali datang. Kali ini dua prajurit sekaligus mengincar Reina dari sisi kiri.Satya melompat ke depan Reina, menahan serangan itu dengan gerakan bersih. Tubuhnya bergerak dengan refleks militer, satu sabetan, satu tumbukan, lalu tendangan keras menjatuhkan lawan ke tanah.Rei

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status