Home / Romansa / Antara Pasal dan Perasaan / Terperangkap dalam Jejak Digital

Share

Terperangkap dalam Jejak Digital

last update Last Updated: 2025-04-25 14:57:06

Pagi itu, hujan yang semalam turun terus membasahi kota. Udara yang dingin dan lembab terasa menusuk ke kulit, membuat Aura merapatkan jaket hitamnya. Ia berjalan cepat menyusuri jalanan kota, matanya tertuju pada layar ponsel yang menunjukkan pesan dari Ari.

"Temui aku di kafe dekat kampus. Aku punya informasi yang mungkin bisa membantu kita."

Aura merasa ketegangan merayap di tubuhnya. Informasi? Apa yang bisa Ari temukan? Seberapa dalam ia terlibat dalam permainan ini?

Setelah beberapa menit berjalan, Aura akhirnya tiba di kafe yang dimaksud. Sebuah kafe kecil yang terletak di ujung jalan dengan jendela besar yang menghadap ke taman kampus. Di dalam, suasananya lebih hangat, dengan aroma kopi yang menyenangkan mengisi udara. Ia melihat Ari duduk di meja pojok, menatap layar laptop dengan ekspresi serius.

Ari mengangkat pandangannya ketika Aura mendekat, memberikan senyuman tipis yang terasa tidak sepenuhnya tulus. "Kamu datang juga," katanya, suara rendah namun penuh arti.

"Ada apa, Ari?" Aura duduk di seberangnya, menatap Ari dengan tatapan penasaran. "Apa yang kamu temukan?"

Ari menutup laptopnya perlahan. "Aku sudah berhasil mendapatkan beberapa petunjuk tentang siapa yang mungkin ada di balik akun itu. Tapi ini tidak mudah. Kita akan melangkah ke wilayah yang lebih gelap," kata Ari, suaranya tegas, namun ada nada kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan.

Aura merasakan perasaan cemas yang semakin besar. "Wilayah gelap? Apa maksudmu?"

Ari memandangnya sejenak, seolah ragu untuk melanjutkan pembicaraan. "Ada seseorang yang terlibat dalam ini—seseorang yang tidak bisa kita percayai. Aku tahu siapa dia, tapi dia bukan orang yang mudah untuk diajak bicara. Kita harus sangat berhati-hati."

"Apa yang dia inginkan?" tanya Aura, suaranya sedikit gemetar, meskipun ia berusaha keras untuk tetap tenang.

"Dia ingin menjaga semuanya tetap terkubur," jawab Ari. "Akun itu bukan hanya soal mempermalukan orang. Ini lebih besar dari itu. Dan orang yang mengelola akun itu berusaha menutupi sesuatu yang lebih penting."

Aura merasa jantungnya berdegup kencang. "Kita harus cari tahu siapa dia," katanya, penuh tekad.

Ari mengangguk, namun wajahnya tetap serius. "Aku tahu kamu ingin keadilan, Aura. Tapi kamu harus paham, semakin jauh kita mencari, semakin berbahaya semuanya. Aku tidak bisa menjamin keselamatanmu."

"Aku nggak takut, Ari. Aku ingin tahu siapa yang ada di balik semua ini," jawab Aura, suaranya penuh keyakinan.

Ari menarik napas panjang, lalu mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya. "Ini informasi yang aku dapatkan. Nama ini mungkin bukan nama yang kamu kenal, tapi orang ini terlibat langsung dalam masalah yang kita hadapi."

Aura melihat kertas itu dengan seksama. Di atasnya tercatat sebuah nama: Dimas Santoso.

"Apa yang bisa kita lakukan dengan ini?" tanya Aura, menatap Ari yang tampak lebih gelisah dari sebelumnya.

Ari membuka laptopnya kembali dan mengetik dengan cepat. "Aku akan coba cari tahu lebih lanjut tentang Dimas. Tapi kita harus berhati-hati. Jangan sampai orang ini tahu kita sedang menyelidikinya. Aku nggak tahu apa yang bisa dia lakukan jika dia merasa terancam."

Aura mengangguk, perasaannya semakin berat. Tetapi, ada satu hal yang ia tahu—ia tak bisa mundur. Terlalu banyak yang dipertaruhkan, dan ia merasa bahwa keadilan harus ditegakkan. Meskipun itu berarti menghadapi bahaya yang tak terduga.

"Jika kita terus melangkah, apa yang harus kita lakukan berikutnya?" tanya Aura, bersiap untuk langkah besar yang akan mereka ambil.

Ari menatapnya sejenak, memberi senyuman tipis yang hampir tak terlihat. "Kita mulai dengan mencari tahu siapa Dimas Santoso sebenarnya. Ini baru permulaan, Aura."

Aura menatap layar laptop Ari, matanya tak lepas dari nama yang tertulis di kertas itu—Dimas Santoso. Nama itu terasa asing, namun ada sesuatu yang membuat Aura merasa bahwa itu adalah titik balik dari seluruh misteri yang mereka hadapi.

"Ari," Aura mulai, suaranya terdengar lebih tenang, namun penuh rasa ingin tahu. "Kenapa kamu terlihat begitu ragu? Apa yang sebenarnya kamu ketahui tentang Dimas?"

Ari menundukkan kepala sejenak, tampak berpikir keras sebelum menjawab. "Dimas Santoso adalah salah satu pengusaha besar di kota ini, tapi tak banyak yang tahu tentang latar belakangnya. Dia punya koneksi dengan beberapa pihak yang cukup berbahaya. Itu alasan kenapa aku tidak bisa begitu saja menghubunginya."

Aura menggigit bibirnya, menelan rasa khawatir yang mulai menggerogoti dirinya. "Tapi jika kita tidak melakukannya, siapa yang akan mengungkapkan semuanya?" tanya Aura dengan suara yang sedikit tertekan. "Aku nggak bisa berhenti sekarang."

Ari mengalihkan pandangannya ke luar jendela, memperhatikan tetes hujan yang mengalir di kaca jendela. "Aku tahu, Aura. Aku juga tidak ingin kamu terjebak dalam masalah ini lebih dalam. Tapi ini bukan hanya tentang akun itu. Dimas terlibat dalam hal yang lebih besar—sesuatu yang bisa mengancam banyak orang."

"Apakah dia terlibat dalam politik? Atau bisnis ilegal?" tanya Aura, semakin penasaran.

"Politik, bisnis, semuanya. Dimas adalah salah satu pemain besar yang selalu berada di balik layar, mengendalikan banyak hal tanpa orang lain tahu," jawab Ari, suaranya lebih berat. "Aku pernah mendengar tentang dia dalam beberapa kasus hukum yang tidak pernah dipublikasikan. Kasus-kasus yang melibatkan orang-orang yang hilang atau dibungkam dengan cara yang tak wajar."

Aura merasakan tubuhnya kaku. Setiap kata Ari membuatnya semakin sadar bahwa mereka sedang berada di jalur yang sangat berbahaya. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanyanya dengan nada lebih rendah, merasa bahwa setiap langkah mereka ke depan semakin berisiko.

Ari menatapnya, dan ada sesuatu dalam matanya—campuran antara kekhawatiran dan tekad. "Kita harus mencari tahu siapa saja yang dekat dengan Dimas. Aku akan menggunakan koneksi-ku untuk mendapatkan lebih banyak informasi. Tapi kita harus bergerak cepat. Dimas bukan orang yang suka diam."

Aura merasakan aliran darahnya bergejolak. "Kita harus segera memulai."

Mereka berdua saling berpandangan sejenak, saling memahami bahwa ini adalah langkah yang tak bisa dihindari. Meskipun bahaya terus mengintai, rasa penasaran dan keinginan untuk mengungkap kebenaran semakin menguasai mereka.

Ari kembali membuka laptopnya dan mulai mengetik, menyelidiki lebih dalam tentang Dimas Santoso. Aura mengamati dengan seksama, merasakan ketegangan yang terus berkembang di dalam dirinya. Seperti ada sesuatu yang lebih besar yang akan mereka temui, lebih dari sekadar akun media sosial yang mereka cari.

"Tunggu," kata Ari tiba-tiba, menghentikan ketikannya. "Aku menemukan sesuatu."

Aura melangkah mendekat, matanya tertuju pada layar laptop. Sebuah artikel lama muncul—tentang Dimas Santoso yang terlibat dalam sebuah kasus perbankan besar yang hilang begitu saja tanpa jejak. Kasus itu terhapus dari berita utama dalam semalam.

"Apa ini?" tanya Aura, suaranya bergetar sedikit karena penasaran yang semakin membengkak.

Ari menunjuk artikel tersebut. "Ini adalah salah satu alasan kenapa Dimas berbahaya. Orang-orang yang terlibat dalam kasus ini menghilang begitu saja. Dan kini kita tahu, dia mungkin juga terlibat dalam pengelolaan akun itu."

Aura merasakan nafasnya terhenti sejenak. "Jadi, ini bukan hanya soal kebenaran tentang akun itu. Ini tentang keselamatan orang-orang yang berusaha mengungkapnya."

Ari menatap Aura dengan tatapan serius. "Kamu benar. Ini lebih dari sekadar akun itu. Ini adalah permainan yang melibatkan banyak nyawa."

Aura menarik napas dalam-dalam. Rasa takut dan gelisah semakin membayangi pikirannya, namun ada juga rasa tekad yang semakin menguat. "Aku nggak bisa mundur sekarang, Ari. Kita sudah terjebak terlalu dalam."

Ari menatapnya lama, kemudian mengangguk pelan. "Baiklah. Kita akan terus maju. Tapi kamu harus hati-hati. Ini bukan lagi permainan yang bisa kita selesaikan dengan mudah."

Aura merasakan aliran adrenalin semakin meningkat dalam dirinya. Meskipun jalan yang mereka pilih semakin gelap dan penuh bahaya, ia tahu bahwa keadilan harus ditegakkan. Dan untuk itu, ia harus siap menghadapi segala kemungkinan—termasuk ancaman yang datang dari Dimas Santoso.

Aura merasa waktu seakan berjalan lebih cepat saat mereka menyusuri informasi yang didapat dari laptop Ari. Setiap klik dan setiap pencarian membuka lebih banyak lapisan dari misteri yang mereka coba pecahkan. Namun, meskipun mereka semakin dekat dengan kebenaran, Aura tidak bisa mengabaikan rasa takut yang perlahan merayap masuk. Setiap detik yang berlalu membawa mereka lebih dalam ke dalam dunia yang penuh dengan kebohongan, ancaman, dan rahasia yang tak boleh terungkap.

Ari menatap layar laptopnya dengan penuh perhatian, jarinya bergerak cepat di atas keyboard. "Aku hampir menemukan sesuatu yang besar," katanya, suaranya rendah dan penuh perhatian.

Aura berdiri di belakangnya, mencoba membaca setiap kata yang muncul di layar, namun Ari terlalu cepat bergerak dari satu situs ke situs lainnya. "Apa itu?" tanya Aura, berusaha menahan rasa gelisah yang semakin menguasai pikirannya.

Ari terdiam, kemudian mengalihkan pandangannya ke luar jendela. "Kita perlu bicara dengan seseorang yang tahu lebih banyak tentang Dimas. Seseorang yang bisa memberi kita petunjuk lebih jelas tentang apa yang dia sembunyikan."

Aura menatapnya tajam. "Siapa yang bisa kita percaya sekarang, Ari? Setiap orang yang kita temui bisa saja menjadi bagian dari permainan Dimas."

Ari menghela napas panjang, lalu menatap Aura dengan serius. "Ada satu orang. Seorang jurnalis yang pernah meliput kasus besar yang melibatkan Dimas. Namanya Luna Putri. Dia sudah lama menghilang, tapi jika kita bisa menemukannya, dia mungkin bisa memberi kita jawaban."

"Luna Putri..." Aura mengulang nama itu pelan, mencoba mengingat apakah dia pernah mendengar tentangnya. "Kenapa dia menghilang? Apa yang terjadi padanya?"

Ari menatapnya dengan tatapan yang tak terbaca. "Karena dia tahu terlalu banyak. Dia mencoba mengungkapkan kebenaran, tapi orang-orang seperti Dimas tidak suka jika ada yang menghalangi rencana mereka."

Aura merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menyelimuti ruangan. Hanya ada satu hal yang bisa ia pastikan—mereka berada di jalur yang sangat berbahaya.

Ari berdiri dan mulai merapikan laptop dan barang-barangnya. "Kita akan pergi sekarang. Kita harus menemukan Luna sebelum Dimas tahu kita mencarinya."

Aura mengangguk, walaupun hati kecilnya terasa semakin cemas. "Tapi bagaimana kita bisa menemukannya, Ari? Sudah bertahun-tahun dia menghilang."

Ari berhenti sejenak, menatap Aura dengan ekspresi yang penuh tekad. "Ada cara-cara tertentu untuk mencari orang yang hilang. Dan kita akan memulainya dari tempat yang tepat."

Mereka berdua beranjak dari meja kafe, berjalan ke luar dalam diam. Udara sore itu terasa lebih sejuk dari biasanya, dan Aura merasakan detak jantungnya semakin kencang, seperti suara langkah kaki mereka yang bergema di sepanjang jalan sepi.

Saat mereka melangkah lebih jauh, Aura berhenti sejenak. Pandangannya tertuju pada ponsel yang bergetar di saku jaketnya. Pesan baru masuk dari Dito.

"Aura, kamu baik-baik aja kan? Aku nggak suka melihatmu terlibat terlalu dalam dengan hal-hal seperti ini."

Aura menghela napas panjang, membaca pesan itu dengan perasaan campur aduk. "Dito, aku cuma melakukan apa yang harus dilakukan," gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada ponselnya.

Ari menoleh, melihat Aura yang sedang terdiam. "Kamu harus hati-hati. Ini bukan cuma tentang akun itu lagi. Ini tentang nyawa orang-orang yang berani mengungkapkan kebenaran."

Aura menatapnya dengan serius. "Aku tahu, Ari. Tapi ini juga tentang kebenaran yang harus terungkap. Dan aku nggak bisa berhenti sekarang."

Ari tersenyum tipis, meski senyum itu terlihat lebih seperti tanda kekhawatiran daripada kebahagiaan. "Kita akan melewati ini bersama-sama."

Langkah mereka terus berlanjut, menyusuri jalanan yang mulai gelap. Setiap langkah semakin berat, namun ada satu hal yang Aura yakini—mereka sudah terlalu jauh untuk mundur.


Bab 4 akan membawa mereka ke langkah baru dalam pencarian mereka akan Luna Putri, mengungkap lebih banyak tentang rahasia yang tersembunyi, dan semakin mendekatkan mereka pada kebenaran yang bisa mengguncang banyak hal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Antara Pasal dan Perasaan   Tentang Penulis

    Muhammad Ari Pratomo, yang dikenal juga dengan nama pena MuhammadAriLaw, adalah seorang pengacara, penulis, musisi, dan podcaster yang sangat berdedikasi dalam menciptakan karya-karya yang mendalam dan menggugah. Lahir di Indonesia, Ari dikenal tidak hanya di dunia hukum, tetapi juga di kalangan masyarakat luas sebagai sosok yang aktif menyuarakan keadilan dan kebenaran melalui berbagai platform, baik digital maupun langsung.Sebagai seorang pengacara, Ari memiliki tekad untuk membuat hukum lebih mudah dipahami oleh masyarakat umum dan lebih terjangkau. Dia juga terkenal karena perannya dalam memberikan edukasi hukum melalui media sosial dan podcast, menjangkau audiens yang lebih luas dengan tujuan untuk memberdayakan mereka agar memahami hak-hak mereka. Dalam dunia hukum, Ari dikenal karena pendiriannya yang teguh dalam memperjuangkan keadilan bagi mereka yang terpinggirkan.Namun, Ari tidak hanya berhenti pada dunia hukum. Sebagai penulis, dia memanfaatkan kemampuannya untuk menyent

  • Antara Pasal dan Perasaan   Akhir yang Baru Dimulai

    Beberapa bulan setelah pengungkapan besar yang mengguncang dunia, hidup Ari dan Aura tidak pernah kembali sama. Mereka berdua kini menjadi simbol bagi banyak orang yang menginginkan keadilan, walaupun dunia mereka tetap penuh dengan ketegangan.Ari kini tidak hanya dikenal sebagai pengacara yang berani, tetapi juga sebagai seorang pembela kebenaran yang tak pernah takut menghadapi kekuatan besar. Nama keluarga Nusa, yang dulu tak tersentuh, kini sudah tercoreng. Bukti yang mereka ungkapkan telah mengguncang pemerintahan, merubah banyak aturan, dan membuat banyak tokoh politik yang terlibat di dalamnya harus menghadapi hukum.Namun, kebenaran itu datang dengan harga yang mahal.Ari masih teringat jelas malam itu, ketika mereka pertama kali memutuskan untuk membuka folder berisi kebenaran yang lebih besar dari yang mereka bayangkan. Ketika semua terungkap, ketika mereka merasa seolah dunia telah berakhir, namun justru mereka menyadari bahwa mereka hanya berada di awal perjalanan yang le

  • Antara Pasal dan Perasaan   Dilema di Ujung Jalan

    Ari dan Aura duduk di mobil, mata mereka terpaku pada folder tebal yang tergeletak di antara mereka. Malam yang sebelumnya terasa gelap dan sunyi kini berubah menjadi lebih menekan, seolah-olah dunia di luar mobil turut mempersiapkan diri untuk apa yang akan mereka hadapi. Setiap detik yang berlalu seolah membawa mereka lebih dalam ke dalam misteri yang semakin kompleks.“Jadi, ini dia…” Aura berkata dengan suara gemetar, jarinya bermain dengan ujung folder itu, ragu-ragu untuk membukanya. “Kebenaran yang kita cari. Tapi, apakah kita siap untuk apa yang ada di dalamnya?”Ari menatap Aura, wajahnya serius namun penuh ketegasan. “Kita sudah terlalu jauh, Aura. Ini bukan hanya tentang kita lagi. Ini tentang kebenaran yang harus diketahui, meskipun itu berbahaya.”Ari menggenggam kemudi dengan erat, seolah mencari kekuatan dalam gerakan kecil itu. Mereka sudah menyaksikan kejahatan yang mengakar kuat dalam sistem, dan kini, mereka harus berhadapan dengan sisi gelap yang lebih dalam. Keben

  • Antara Pasal dan Perasaan   Jejak yang Tertinggal

    Ari dan Aura melaju melewati jalanan yang sepi, hanya diterangi lampu-lampu kota yang redup. Waktu sudah larut malam, namun suasana hati mereka jauh dari tenang. Ketegangan yang mereka rasakan semakin menyelimuti, seolah ada sesuatu yang besar menunggu mereka di depan. Setiap detik berlalu semakin mempercepat langkah mereka menuju takdir yang tak bisa dihindari.“Ari…” suara Aura terdengar ragu. “Apakah kamu benar-benar yakin kita bisa menghadapinya? Semua ini sudah terlalu besar. Aku merasa seperti kita berjalan menuju jurang.”Ari menatap lurus ke depan, meskipun hatinya juga dipenuhi keraguan. Semua bukti yang mereka temukan hanya membuka lebih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Setiap petunjuk yang mereka gali semakin menunjukkan adanya permainan yang jauh lebih besar dari yang mereka duga. Nama-nama yang mereka temui dalam dokumen itu bukan hanya orang biasa, tetapi pemain penting di dunia ini—orang yang tak segan-segan untuk menghancurkan siapapun yang menghalangi jalan mere

  • Antara Pasal dan Perasaan   Kebenaran yang Terungkap

    Langit masih gelap saat Ari dan Aura melaju menembus malam yang sepi, menuju tempat yang mereka yakini bisa memberi mereka jawaban yang lebih jelas. Mobil hitam yang mereka naiki terasa seperti menjadi penghalang antara dunia yang mereka kenal dan dunia yang penuh dengan intrik serta bahaya yang semakin mendalam. Tak ada kata yang terucap di antara mereka; masing-masing terperangkap dalam pemikiran mereka sendiri, merenungkan langkah yang akan mereka ambil berikutnya.Ari memegang kuat amplop coklat yang berisi informasi yang baru saja mereka peroleh. Setiap halaman di dalamnya seolah menggugah perasaan yang bertentangan—antara harapan dan ketakutan. Bukti-bukti itu terlalu kuat untuk diabaikan, namun mereka tahu bahwa semakin mereka menggali, semakin mereka terjebak dalam jaringan besar yang melibatkan banyak orang yang berkuasa.“Ari,” suara Aura pecah dalam keheningan mobil. “Apa yang kita lakukan setelah ini? Apa kita benar-benar siap untuk menghadapi mereka?”Ari menatap jalan ya

  • Antara Pasal dan Perasaan   Jejak yang Terlupakan

    Pagi itu, Aura dan Ari berdiri di depan sebuah gedung tinggi yang terletak di salah satu sudut kota. Di balik dinding beton yang dingin dan pintu kaca berlapis, ada dunia yang tak pernah mereka bayangkan—dunia yang terhubung dengan orang-orang berkuasa, yang tak ragu untuk menghapus jejak siapa saja yang menghalangi mereka."Apa kita benar-benar harus masuk ke sini?" tanya Aura, suara penuh keraguan. Ia memandang gedung dengan pandangan penuh tanda tanya. Gedung itu tampak biasa saja di luar, tetapi Aura merasakan ada sesuatu yang gelap di dalamnya.Ari menatapnya dengan serius. "Ini adalah tempat pertama yang harus kita tuju. Luna Putri bekerja di sini dulu—di ruang redaksi sebuah media besar yang sering mengungkapkan kasus-kasus gelap yang melibatkan Dimas."Aura menggigit bibirnya, menatap Ari dengan campuran ketegangan dan kecemasan. "Tapi ini bukan hanya tentang Luna, kan? Kita sedang melibatkan diri dalam hal yang lebih besar."Ari mengangguk pelan. "Betul. Tapi kita nggak punya

  • Antara Pasal dan Perasaan   Terperangkap dalam Jejak Digital

    Pagi itu, hujan yang semalam turun terus membasahi kota. Udara yang dingin dan lembab terasa menusuk ke kulit, membuat Aura merapatkan jaket hitamnya. Ia berjalan cepat menyusuri jalanan kota, matanya tertuju pada layar ponsel yang menunjukkan pesan dari Ari."Temui aku di kafe dekat kampus. Aku punya informasi yang mungkin bisa membantu kita."Aura merasa ketegangan merayap di tubuhnya. Informasi? Apa yang bisa Ari temukan? Seberapa dalam ia terlibat dalam permainan ini?Setelah beberapa menit berjalan, Aura akhirnya tiba di kafe yang dimaksud. Sebuah kafe kecil yang terletak di ujung jalan dengan jendela besar yang menghadap ke taman kampus. Di dalam, suasananya lebih hangat, dengan aroma kopi yang menyenangkan mengisi udara. Ia melihat Ari duduk di meja pojok, menatap layar laptop dengan ekspresi serius.Ari mengangkat pandangannya ketika Aura mendekat, memberikan senyuman tipis yang terasa tidak sepenuhnya tulus. "Kamu datang juga," katanya, suara rendah namun penuh arti."Ada apa

  • Antara Pasal dan Perasaan   Menyelami Misteri

    Aura berdiri di depan pintu perpustakaan sekolah dengan rasa cemas yang tak bisa ia bendung. Hujan yang reda tadi siang kini berganti dengan udara yang sejuk, dan suara langkah kaki pelan terdengar di lorong sepi. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya.Ini hanya sebuah percakapan biasa, pikirnya, meskipun jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.Ia memasuki perpustakaan dengan langkah mantap, mencari sosok yang sudah dikabarkan akan menunggunya. Sebuah meja di sudut ruangan terlihat kosong, namun di sana, duduk seorang pemuda dengan punggung membungkuk, tampak sedang membaca sebuah buku tebal.Ari.Aura mendekat pelan, tak ingin mengganggu suasana yang sudah tercipta. Ari, yang duduk dengan tenang, mengangkat wajahnya perlahan, matanya menatap tajam. Namun, ada sesuatu yang berbeda dari biasanya—sebuah keraguan samar yang tersirat di dalam tatapannya."Aura," katanya dengan suara rendah, namun cukup jelas, "Kamu datang juga."Aura hanya mengangguk, mencoba u

  • Antara Pasal dan Perasaan   Saat Pasal Bertemu Perasaan

    Hujan tak henti mengguyur Jakarta siang itu, menggambarkan kegelisahan yang menyelimuti Aura Ramadhani. Di ruang OSIS yang biasa sunyi, layar laptopnya menampilkan dokumen yang baru saja ia buka. "Cyberbullying di Kalangan Pelajar dan Perlindungan Hukum Berdasarkan UU ITE"—sebuah topik yang sudah cukup membuatnya tertarik untuk menulis esai hukum. Hukum adalah dunia yang mengalir dalam darahnya. Ayahnya seorang pengacara terkenal, dan sejak kecil, Aura dibesarkan dengan prinsip: keadilan harus dipertahankan, apapun harganya.Namun hari ini, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Bukan soal esainya, tapi perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya—sesuatu yang tak bisa ia kendalikan."Ara, nggak usah terlalu serius, deh. Kamu bisa jadi tua sebelum sempat jatuh cinta," celetuk Dito, sahabatnya, sembari menyodorkan secangkir cokelat panas.Aura menatapnya tanpa sepatah kata, hanya mengangkat alis. Dito memang selalu memiliki cara untuk mencairkan suasana, meski kadang komentarnya tidak tep

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status