Home / Romansa / Antara Pasal dan Perasaan / Kebenaran yang Terungkap

Share

Kebenaran yang Terungkap

last update Huling Na-update: 2025-04-25 15:04:34

Langit masih gelap saat Ari dan Aura melaju menembus malam yang sepi, menuju tempat yang mereka yakini bisa memberi mereka jawaban yang lebih jelas. Mobil hitam yang mereka naiki terasa seperti menjadi penghalang antara dunia yang mereka kenal dan dunia yang penuh dengan intrik serta bahaya yang semakin mendalam. Tak ada kata yang terucap di antara mereka; masing-masing terperangkap dalam pemikiran mereka sendiri, merenungkan langkah yang akan mereka ambil berikutnya.

Ari memegang kuat amplop coklat yang berisi informasi yang baru saja mereka peroleh. Setiap halaman di dalamnya seolah menggugah perasaan yang bertentangan—antara harapan dan ketakutan. Bukti-bukti itu terlalu kuat untuk diabaikan, namun mereka tahu bahwa semakin mereka menggali, semakin mereka terjebak dalam jaringan besar yang melibatkan banyak orang yang berkuasa.

“Ari,” suara Aura pecah dalam keheningan mobil. “Apa yang kita lakukan setelah ini? Apa kita benar-benar siap untuk menghadapi mereka?”

Ari menatap jalan yang membentang di depannya. “Kita nggak punya pilihan, Aura. Kita harus bertindak sekarang. Luna sudah terlalu lama terjebak dalam kebisuan, dan kita harus memastikan kebenaran itu terungkap. Tidak ada jalan kembali.”

Aura menundukkan kepalanya, perasaan cemas itu kembali menyeruak. “Tapi ini bukan hanya tentang kita lagi. Ini tentang orang-orang yang terlibat, tentang apa yang mereka lakukan. Kita harus berhati-hati.”

Ari menarik napas panjang, menyadari bahwa setiap keputusan mereka akan membawa konsekuensi yang lebih besar. “Aku tahu. Kita harus lebih hati-hati sekarang. Dan kita harus menemukan siapa yang bisa kita percayai.”

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di sebuah gedung tua yang terletak di pinggiran kota. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitarnya, hanya keheningan yang menyesakkan. Gedung itu tampak sudah lama tidak digunakan, dan gerbang besarnya terkunci rapat. Tapi di balik pintu besi yang berkarat itu, mereka tahu ada jawaban yang menunggu untuk ditemukan.

Ari melirik ke arah Aura, mengingatkan mereka akan pentingnya kerahasiaan. “Kita harus masuk diam-diam. Tidak ada yang boleh tahu kita ada di sini.”

Aura mengangguk, meskipun hatinya berdebar hebat. Mereka keluar dari mobil dan mendekati pintu masuk yang tampaknya terlantar. Dengan langkah hati-hati, mereka berdua bergerak menuju sisi belakang gedung, tempat yang mereka yakini bisa menjadi jalan masuk yang lebih aman.

Sesampainya di belakang, Ari menemukan sebuah jendela kecil yang terkunci. Namun, dengan keahlian yang dimilikinya, dia berhasil membukanya tanpa suara. Mereka masuk ke dalam gedung itu, menyusuri lorong yang gelap dan penuh debu. Setiap langkah terasa semakin berat, seolah-olah gedung itu menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang mereka duga.

Di ujung lorong, mereka menemukan pintu yang tertutup rapat, dan dari balik pintu itu terdengar suara bising yang tidak jelas. Aura merasa tubuhnya semakin kaku, tetapi Ari melangkah maju dengan tekad yang tidak tergoyahkan.

“Apa kita benar-benar siap untuk ini?” tanya Aura, sedikit terbata-bata.

Ari berhenti sejenak, menatapnya. “Kita sudah terlalu jauh untuk mundur. Kita harus menemukan jawaban di sini.”

Dengan napas yang dalam, Ari membuka pintu itu perlahan. Apa yang mereka temui di dalamnya adalah sebuah ruang penyimpanan yang penuh dengan dokumen-dokumen dan barang-barang yang terlihat sangat mencurigakan. Di tengah ruangan, ada sebuah meja panjang yang dipenuhi dengan foto-foto, peta, dan salinan dokumen yang jelas bukan untuk konsumsi publik.

Aura mengedarkan pandangannya, merasakan ketegangan yang semakin menyelimuti mereka. “Ini… apa ini semua?”

Ari mendekat ke meja itu, mengambil salah satu dokumen yang ada di sana. Ketika ia membacanya, wajahnya berubah serius. “Ini… lebih dari yang kita kira. Ada lebih banyak orang terlibat dalam ini daripada hanya Dimas.”

Aura mendekat, melihat lebih jelas apa yang ada dalam dokumen itu. Nama-nama besar tercantum di sana, orang-orang yang selama ini tak pernah mereka duga terlibat dalam jaringan yang begitu gelap. Ada catatan yang menyebutkan transaksi besar yang melibatkan uang, kekuasaan, dan pengaruh yang luar biasa.

“Ari…” Aura berkata pelan, suaranya tergetar. “Kita baru saja menemukan sesuatu yang sangat besar.”

Ari menatap dokumen itu dengan cemas. “Ini bukan hanya soal Luna lagi. Ini soal banyak orang yang terjebak dalam permainan yang lebih besar dari yang kita bisa bayangkan.”

Aura merasa jantungnya berdebar cepat. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

Ari mengangguk, meraih beberapa dokumen penting dari meja itu, dan segera memasukkannya ke dalam tasnya. “Kita harus keluar dari sini. Tapi kita harus hati-hati. Kalau mereka tahu kita ada di sini, semuanya bisa berakhir buruk.”

Mereka berdua berjalan cepat keluar dari ruangan itu, memastikan setiap langkah mereka tidak meninggalkan jejak yang bisa menuntun kembali ke mereka. Setiap detik terasa sangat berharga, dan mereka tahu bahwa langkah mereka selanjutnya akan menentukan apakah mereka akan bisa mengungkapkan kebenaran atau justru terperangkap dalam permainan berbahaya ini.

Ari dan Aura melangkah dengan cepat menuju pintu keluar, hati mereka berdegup kencang. Waktu seakan berjalan lebih lambat saat mereka melewati lorong yang sempit itu, semakin dekat dengan kebebasan, tetapi semakin besar pula rasa waspada yang menghinggapi mereka. Setiap langkah terasa seperti ada mata yang mengintai, siap untuk melacak mereka.

Mereka sampai di pintu belakang yang mengarah ke parkir, tempat mobil mereka terparkir dengan aman. Namun, ketika mereka hampir mencapai kendaraan, Aura berhenti dan menoleh ke belakang. Sesuatu terasa tidak beres.

“Ari…” Aura berbisik, matanya yang tajam menangkap siluet gelap di ujung lorong. “Ada yang mengikuti kita.”

Ari menoleh dengan sigap, matanya langsung mengarah ke tempat yang dimaksud Aura. Di ujung lorong, samar-samar terlihat sosok seorang pria yang berdiri mematung, seakan menunggu mereka. Ada aura ancaman yang jelas tercium dari keberadaan pria itu.

“Apa kita terlambat?” tanya Aura dengan suara rendah, namun penuh ketegangan.

Ari menatap pria itu dengan serius, merasakan ketegangan yang semakin menebal. Tanpa berkata-kata, Ari meraih tangan Aura dan menariknya lebih dekat. “Jangan panik. Kita harus tetap tenang.”

Mereka melangkah lebih cepat menuju mobil, mencoba untuk tidak menunjukkan kekhawatiran yang semakin menggunung. Namun, saat mereka hendak membuka pintu mobil, pria itu bergerak cepat, memblokir jalan mereka dengan langkah yang penuh kekuatan. Sekarang mereka tidak punya pilihan selain menghadapi pria misterius itu.

“Jangan lari,” suara pria itu terdengar keras dan tegas. “Aku ingin bicara.”

Ari dan Aura saling memandang, keduanya tahu bahwa berurusan dengan pria ini bisa jadi keputusan yang berisiko. Namun, Ari tidak menunjukkan tanda-tanda mundur. “Kita nggak punya waktu untuk bicara. Kalau kamu ada urusan, selesaikan saja dan biarkan kami pergi.”

Pria itu tertawa pelan, namun ada kegelisahan di matanya. “Kalian pikir ini semua hanya kebetulan? Semua yang kalian temukan tidak akan berarti apapun jika kalian tidak tahu cara menggunakannya.”

Ari berusaha mengatur napasnya, tidak membiarkan diri terprovokasi. “Apa maksud kamu? Siapa kamu sebenarnya?”

Pria itu diam sejenak, matanya mengamati mereka berdua dengan seksama. “Nama saya Bima,” jawabnya akhirnya, suara terendah, seakan membiarkan setiap kata itu mengalir penuh makna. “Dan saya tahu apa yang kalian temukan. Itu bukan sekadar bukti. Itu adalah kunci untuk membuka pintu yang lebih besar, yang seharusnya tetap tertutup.”

Ari merasakan ketegangan yang semakin berat di udara. "Pintu apa yang kamu maksud?"

Bima menghela napas, seolah berpikir untuk beberapa detik sebelum berbicara lagi. “Kalian sedang memasuki permainan yang jauh lebih dalam dari yang kalian duga. Aku bisa membantu kalian, tapi itu berarti kalian harus lebih pintar dalam memilih jalan. Jika kalian memilih untuk melanjutkan, kalian akan mengungkap lebih banyak kebenaran yang tak terduga.”

Aura mengerutkan kening, bingung dengan kata-kata Bima. “Kenapa kamu ingin membantu kami? Apa yang kamu dapatkan dari ini?”

Bima tersenyum tipis, namun senyumnya terasa penuh teka-teki. “Kadang, untuk mengungkap kebenaran, kita perlu berada di sisi yang salah. Aku punya alasan sendiri untuk melibatkan kalian dalam ini. Tapi ingat, jika kalian melangkah lebih jauh, kalian tak akan bisa mundur lagi.”

Ari mengamati Bima dengan cermat. “Kami sudah terjebak di dalamnya, Bima. Kami tidak bisa mundur lagi. Jadi, apa yang kamu tawarkan?”

Bima mengangguk pelan, seolah tahu bahwa mereka tidak bisa lagi berhenti. “Aku tahu kalian sudah menemukan dokumen itu. Tapi itu hanya sebagian dari yang perlu kalian ketahui. Di balik layar, ada lebih banyak yang harus diungkap. Ada orang-orang yang lebih berbahaya dari Dimas. Dan kalian baru saja menyentuh permukaan.”

Ari dan Aura saling berpandangan, menyadari bahwa kebenaran yang mereka cari jauh lebih rumit dan berbahaya daripada yang mereka bayangkan. Bima tampaknya tahu lebih banyak daripada yang mereka duga.

“Jadi, apa yang harus kami lakukan?” tanya Ari dengan ketegangan yang semakin membara.

Bima mengambil langkah maju, mendekatkan wajahnya ke mereka. “Aku akan memberi kalian petunjuk. Tapi ingat, setiap langkah yang kalian ambil, kalian semakin terjerat dalam jaringan yang lebih besar. Kalian tidak bisa berhenti begitu saja.”

Dengan itu, Bima berbalik, memberi mereka secercah harapan dan sekaligus ancaman yang lebih besar. “Pergilah ke tempat yang kalian pikir aman, tapi hati-hati—jangan percayakan semua orang di sekitar kalian.”

Ari menatap Aura, lalu kembali melihat ke arah Bima yang sudah menghilang dalam bayang-bayang malam. “Aku rasa ini baru permulaan.”

Aura menggigit bibir bawahnya, merasa cemas dengan apa yang baru saja mereka dengar. “Kita harus bergerak lebih cepat. Mereka tidak akan memberi kita banyak waktu.”

Ari mengangguk, membuka pintu mobil, dan mengarahkan mobil ke jalan yang lebih jauh dari pusat kota. Namun, setiap detik yang mereka habiskan semakin mendekatkan mereka pada kebenaran yang lebih gelap dan berbahaya.

Ari dan Aura melaju dalam keheningan, pikiran mereka dipenuhi dengan kata-kata Bima yang terus bergema di telinga. Apa yang baru saja mereka temui di gedung tua itu bukan hanya sekadar informasi penting, tetapi juga bagian dari teka-teki yang jauh lebih besar. Mungkin mereka sudah terlalu dalam terjerat dalam permainan ini untuk mundur begitu saja, tetapi rasa takut itu tetap ada, menggelayuti setiap keputusan yang mereka buat.

Aura menggigit bibir bawahnya, matanya menatap kosong ke luar jendela mobil. “Kita benar-benar sudah terlalu dalam, ya, Ari? Semuanya terasa seperti berputar di luar kendali kita.”

Ari tidak langsung menjawab, melanjutkan perjalanannya dengan konsentrasi penuh. Pikirannya kacau, tapi ia tahu bahwa mereka tidak bisa kembali lagi. Sekarang, satu-satunya pilihan adalah maju—meski mereka tidak tahu siapa yang bisa mereka percayai lagi. Setiap langkah yang mereka ambil membuka lebih banyak pintu yang harus mereka lewati, dan setiap pintu membawa ancaman yang lebih besar.

“Aura, kita harus tetap fokus,” jawab Ari, suaranya tegas meskipun ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan. “Bima memberikan kita kesempatan untuk mengetahui lebih banyak, tapi kita harus pintar memilih langkah. Jika kita gegabah, kita akan jatuh ke dalam perangkap.”

Aura mengangguk pelan, tetapi kekhawatiran tetap membayang. “Tapi, Ari… apa yang harus kita lakukan dengan bukti-bukti itu? Apa mereka benar-benar akan mempercayai kita?”

“Tidak ada pilihan lain. Kita harus terus mengungkap kebenaran ini, tidak peduli apa yang terjadi,” jawab Ari dengan keyakinan yang terlihat semakin kuat. “Kita mungkin tidak bisa mengandalkan semua orang di sekitar kita, tapi setidaknya kita punya satu sama lain. Kita tahu apa yang benar.”

Namun, meskipun Ari berusaha menunjukkan keberanian, ia tidak bisa menahan rasa takut yang mendalam. Setiap petunjuk yang mereka temukan semakin mendekatkan mereka pada kebenaran yang sangat berbahaya. Dan kebenaran itu bisa menghancurkan lebih dari sekadar hidup mereka—bisa menghancurkan banyak orang lain yang tak pernah terlibat dalam permainan ini.

Sesampainya mereka di sebuah kafe kecil yang mereka jadwalkan untuk bertemu dengan sumber lain, Aura terlihat lebih tenang meskipun gelisah. Mereka berdua berjalan masuk, mencari meja yang tersembunyi di sudut ruangan. Di sana, seorang wanita berpenampilan rapi sudah menunggu, tampaknya lebih muda dari yang mereka duga, namun matanya penuh dengan ketegasan.

“Ini tempat yang tepat?” tanya wanita itu dengan suara tenang, tetapi tajam.

Ari mengangguk, duduk di seberang wanita tersebut. “Kita punya banyak hal yang perlu dibicarakan.”

Wanita itu menatap keduanya dengan pandangan penuh perhitungan. “Apa kalian yakin kalian siap untuk mendengar semua ini? Kalau kalian terus melangkah, tidak akan ada jalan mundur. Orang-orang yang kalian hadapi tidak akan berhenti hanya karena kalian memiliki beberapa bukti.”

Aura menelan ludah, hatinya berdegup keras. “Kami siap. Kami hanya ingin tahu kebenaran.”

Wanita itu menatap mereka dalam diam sejenak, lalu menarik sebuah amplop dari tasnya. “Ini lebih dari sekadar informasi. Ini adalah titik awal dari segalanya.”

Ari membuka amplop itu dengan cepat, menarik keluar beberapa lembar dokumen yang tampaknya lebih rumit dari yang mereka duga. Ada gambar-gambar, catatan, dan daftar nama yang semuanya terhubung dengan satu orang: Dimas. Namun, lebih mengejutkan lagi, di antara dokumen itu terdapat foto-foto dan bukti lain yang menunjukkan keterlibatan orang-orang yang jauh lebih berpengaruh daripada yang mereka duga sebelumnya.

“Apa yang kami temukan ini lebih berbahaya dari yang kalian pikirkan,” wanita itu berkata dengan nada serius. “Jika kalian mengungkapkan ini, kalian tidak hanya melawan Dimas. Kalian melawan sistem yang sudah berjalan lama.”

Aura dan Ari saling bertukar pandang, merasakan beban yang semakin berat di bahu mereka. Mereka tahu bahwa langkah selanjutnya akan membawa mereka lebih dalam ke dalam lingkaran gelap yang tidak mereka pilih untuk masuki. Tetapi tak ada jalan kembali.

Ari menatap wanita itu dengan mata yang penuh tekad. “Kami siap untuk melawan. Apa yang harus kami lakukan selanjutnya?”

Wanita itu tersenyum tipis, namun tidak ada kegembiraan di wajahnya. “Kalian sudah berada di jalur yang benar. Tapi ingat, jangan pernah percaya pada siapa pun, bahkan pada orang yang tampaknya berpihak pada kalian.”

Dengan kata-kata itu, wanita itu berdiri dan pergi, meninggalkan mereka berdua dengan tumpukan bukti yang semakin mengarah pada kenyataan yang sangat mengejutkan. Keberanian mereka sudah diuji, dan sekarang hanya ada satu pilihan: melanjutkan atau menghentikan semuanya.

Ari menggenggam erat dokumen yang ada di tangannya, seolah menggenggam kunci dari kebenaran yang selama ini disembunyikan. “Kita harus menyelesaikan ini, Aura. Apa pun risikonya.”

Aura mengangguk, walaupun ketakutan masih menghinggapinya. “Ya, kita harus terus maju.”

Dengan langkah pasti, mereka meninggalkan kafe itu, siap menghadapi apa pun yang menunggu di depan. Namun, mereka tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai. Dan dalam perjalanan itu, mereka akan menghadapi lebih banyak kenyataan yang akan mengubah hidup mereka selamanya.


Bab 5 mengarah pada titik balik yang sangat penting dalam cerita. Ari dan Aura semakin terjebak dalam jaringan yang sangat berbahaya, dan mereka tahu bahwa tak ada lagi jalan mundur. Setiap langkah yang mereka ambil akan membawa mereka lebih dekat pada kebenaran yang lebih gelap. Bagaimana mereka akan menghadapi ancaman ini? Apa yang akan terjadi selanjutnya di Bab 6?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Antara Pasal dan Perasaan   Tentang Penulis

    Muhammad Ari Pratomo, yang dikenal juga dengan nama pena MuhammadAriLaw, adalah seorang pengacara, penulis, musisi, dan podcaster yang sangat berdedikasi dalam menciptakan karya-karya yang mendalam dan menggugah. Lahir di Indonesia, Ari dikenal tidak hanya di dunia hukum, tetapi juga di kalangan masyarakat luas sebagai sosok yang aktif menyuarakan keadilan dan kebenaran melalui berbagai platform, baik digital maupun langsung.Sebagai seorang pengacara, Ari memiliki tekad untuk membuat hukum lebih mudah dipahami oleh masyarakat umum dan lebih terjangkau. Dia juga terkenal karena perannya dalam memberikan edukasi hukum melalui media sosial dan podcast, menjangkau audiens yang lebih luas dengan tujuan untuk memberdayakan mereka agar memahami hak-hak mereka. Dalam dunia hukum, Ari dikenal karena pendiriannya yang teguh dalam memperjuangkan keadilan bagi mereka yang terpinggirkan.Namun, Ari tidak hanya berhenti pada dunia hukum. Sebagai penulis, dia memanfaatkan kemampuannya untuk menyent

  • Antara Pasal dan Perasaan   Akhir yang Baru Dimulai

    Beberapa bulan setelah pengungkapan besar yang mengguncang dunia, hidup Ari dan Aura tidak pernah kembali sama. Mereka berdua kini menjadi simbol bagi banyak orang yang menginginkan keadilan, walaupun dunia mereka tetap penuh dengan ketegangan.Ari kini tidak hanya dikenal sebagai pengacara yang berani, tetapi juga sebagai seorang pembela kebenaran yang tak pernah takut menghadapi kekuatan besar. Nama keluarga Nusa, yang dulu tak tersentuh, kini sudah tercoreng. Bukti yang mereka ungkapkan telah mengguncang pemerintahan, merubah banyak aturan, dan membuat banyak tokoh politik yang terlibat di dalamnya harus menghadapi hukum.Namun, kebenaran itu datang dengan harga yang mahal.Ari masih teringat jelas malam itu, ketika mereka pertama kali memutuskan untuk membuka folder berisi kebenaran yang lebih besar dari yang mereka bayangkan. Ketika semua terungkap, ketika mereka merasa seolah dunia telah berakhir, namun justru mereka menyadari bahwa mereka hanya berada di awal perjalanan yang le

  • Antara Pasal dan Perasaan   Dilema di Ujung Jalan

    Ari dan Aura duduk di mobil, mata mereka terpaku pada folder tebal yang tergeletak di antara mereka. Malam yang sebelumnya terasa gelap dan sunyi kini berubah menjadi lebih menekan, seolah-olah dunia di luar mobil turut mempersiapkan diri untuk apa yang akan mereka hadapi. Setiap detik yang berlalu seolah membawa mereka lebih dalam ke dalam misteri yang semakin kompleks.“Jadi, ini dia…” Aura berkata dengan suara gemetar, jarinya bermain dengan ujung folder itu, ragu-ragu untuk membukanya. “Kebenaran yang kita cari. Tapi, apakah kita siap untuk apa yang ada di dalamnya?”Ari menatap Aura, wajahnya serius namun penuh ketegasan. “Kita sudah terlalu jauh, Aura. Ini bukan hanya tentang kita lagi. Ini tentang kebenaran yang harus diketahui, meskipun itu berbahaya.”Ari menggenggam kemudi dengan erat, seolah mencari kekuatan dalam gerakan kecil itu. Mereka sudah menyaksikan kejahatan yang mengakar kuat dalam sistem, dan kini, mereka harus berhadapan dengan sisi gelap yang lebih dalam. Keben

  • Antara Pasal dan Perasaan   Jejak yang Tertinggal

    Ari dan Aura melaju melewati jalanan yang sepi, hanya diterangi lampu-lampu kota yang redup. Waktu sudah larut malam, namun suasana hati mereka jauh dari tenang. Ketegangan yang mereka rasakan semakin menyelimuti, seolah ada sesuatu yang besar menunggu mereka di depan. Setiap detik berlalu semakin mempercepat langkah mereka menuju takdir yang tak bisa dihindari.“Ari…” suara Aura terdengar ragu. “Apakah kamu benar-benar yakin kita bisa menghadapinya? Semua ini sudah terlalu besar. Aku merasa seperti kita berjalan menuju jurang.”Ari menatap lurus ke depan, meskipun hatinya juga dipenuhi keraguan. Semua bukti yang mereka temukan hanya membuka lebih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Setiap petunjuk yang mereka gali semakin menunjukkan adanya permainan yang jauh lebih besar dari yang mereka duga. Nama-nama yang mereka temui dalam dokumen itu bukan hanya orang biasa, tetapi pemain penting di dunia ini—orang yang tak segan-segan untuk menghancurkan siapapun yang menghalangi jalan mere

  • Antara Pasal dan Perasaan   Kebenaran yang Terungkap

    Langit masih gelap saat Ari dan Aura melaju menembus malam yang sepi, menuju tempat yang mereka yakini bisa memberi mereka jawaban yang lebih jelas. Mobil hitam yang mereka naiki terasa seperti menjadi penghalang antara dunia yang mereka kenal dan dunia yang penuh dengan intrik serta bahaya yang semakin mendalam. Tak ada kata yang terucap di antara mereka; masing-masing terperangkap dalam pemikiran mereka sendiri, merenungkan langkah yang akan mereka ambil berikutnya.Ari memegang kuat amplop coklat yang berisi informasi yang baru saja mereka peroleh. Setiap halaman di dalamnya seolah menggugah perasaan yang bertentangan—antara harapan dan ketakutan. Bukti-bukti itu terlalu kuat untuk diabaikan, namun mereka tahu bahwa semakin mereka menggali, semakin mereka terjebak dalam jaringan besar yang melibatkan banyak orang yang berkuasa.“Ari,” suara Aura pecah dalam keheningan mobil. “Apa yang kita lakukan setelah ini? Apa kita benar-benar siap untuk menghadapi mereka?”Ari menatap jalan ya

  • Antara Pasal dan Perasaan   Jejak yang Terlupakan

    Pagi itu, Aura dan Ari berdiri di depan sebuah gedung tinggi yang terletak di salah satu sudut kota. Di balik dinding beton yang dingin dan pintu kaca berlapis, ada dunia yang tak pernah mereka bayangkan—dunia yang terhubung dengan orang-orang berkuasa, yang tak ragu untuk menghapus jejak siapa saja yang menghalangi mereka."Apa kita benar-benar harus masuk ke sini?" tanya Aura, suara penuh keraguan. Ia memandang gedung dengan pandangan penuh tanda tanya. Gedung itu tampak biasa saja di luar, tetapi Aura merasakan ada sesuatu yang gelap di dalamnya.Ari menatapnya dengan serius. "Ini adalah tempat pertama yang harus kita tuju. Luna Putri bekerja di sini dulu—di ruang redaksi sebuah media besar yang sering mengungkapkan kasus-kasus gelap yang melibatkan Dimas."Aura menggigit bibirnya, menatap Ari dengan campuran ketegangan dan kecemasan. "Tapi ini bukan hanya tentang Luna, kan? Kita sedang melibatkan diri dalam hal yang lebih besar."Ari mengangguk pelan. "Betul. Tapi kita nggak punya

  • Antara Pasal dan Perasaan   Terperangkap dalam Jejak Digital

    Pagi itu, hujan yang semalam turun terus membasahi kota. Udara yang dingin dan lembab terasa menusuk ke kulit, membuat Aura merapatkan jaket hitamnya. Ia berjalan cepat menyusuri jalanan kota, matanya tertuju pada layar ponsel yang menunjukkan pesan dari Ari."Temui aku di kafe dekat kampus. Aku punya informasi yang mungkin bisa membantu kita."Aura merasa ketegangan merayap di tubuhnya. Informasi? Apa yang bisa Ari temukan? Seberapa dalam ia terlibat dalam permainan ini?Setelah beberapa menit berjalan, Aura akhirnya tiba di kafe yang dimaksud. Sebuah kafe kecil yang terletak di ujung jalan dengan jendela besar yang menghadap ke taman kampus. Di dalam, suasananya lebih hangat, dengan aroma kopi yang menyenangkan mengisi udara. Ia melihat Ari duduk di meja pojok, menatap layar laptop dengan ekspresi serius.Ari mengangkat pandangannya ketika Aura mendekat, memberikan senyuman tipis yang terasa tidak sepenuhnya tulus. "Kamu datang juga," katanya, suara rendah namun penuh arti."Ada apa

  • Antara Pasal dan Perasaan   Menyelami Misteri

    Aura berdiri di depan pintu perpustakaan sekolah dengan rasa cemas yang tak bisa ia bendung. Hujan yang reda tadi siang kini berganti dengan udara yang sejuk, dan suara langkah kaki pelan terdengar di lorong sepi. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya.Ini hanya sebuah percakapan biasa, pikirnya, meskipun jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.Ia memasuki perpustakaan dengan langkah mantap, mencari sosok yang sudah dikabarkan akan menunggunya. Sebuah meja di sudut ruangan terlihat kosong, namun di sana, duduk seorang pemuda dengan punggung membungkuk, tampak sedang membaca sebuah buku tebal.Ari.Aura mendekat pelan, tak ingin mengganggu suasana yang sudah tercipta. Ari, yang duduk dengan tenang, mengangkat wajahnya perlahan, matanya menatap tajam. Namun, ada sesuatu yang berbeda dari biasanya—sebuah keraguan samar yang tersirat di dalam tatapannya."Aura," katanya dengan suara rendah, namun cukup jelas, "Kamu datang juga."Aura hanya mengangguk, mencoba u

  • Antara Pasal dan Perasaan   Saat Pasal Bertemu Perasaan

    Hujan tak henti mengguyur Jakarta siang itu, menggambarkan kegelisahan yang menyelimuti Aura Ramadhani. Di ruang OSIS yang biasa sunyi, layar laptopnya menampilkan dokumen yang baru saja ia buka. "Cyberbullying di Kalangan Pelajar dan Perlindungan Hukum Berdasarkan UU ITE"—sebuah topik yang sudah cukup membuatnya tertarik untuk menulis esai hukum. Hukum adalah dunia yang mengalir dalam darahnya. Ayahnya seorang pengacara terkenal, dan sejak kecil, Aura dibesarkan dengan prinsip: keadilan harus dipertahankan, apapun harganya.Namun hari ini, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Bukan soal esainya, tapi perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya—sesuatu yang tak bisa ia kendalikan."Ara, nggak usah terlalu serius, deh. Kamu bisa jadi tua sebelum sempat jatuh cinta," celetuk Dito, sahabatnya, sembari menyodorkan secangkir cokelat panas.Aura menatapnya tanpa sepatah kata, hanya mengangkat alis. Dito memang selalu memiliki cara untuk mencairkan suasana, meski kadang komentarnya tidak tep

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status