Share

Bab 3

Author: Raccoon Flower
Felix bahkan tidak melirikku. Dia berkata dengan acuh tak acuh, "Apa yang kalian bicarakan? Shifa akan menjadi pelukis hebat."

Felix sama sekali tidak meluruskan kata-kata teman-temannya, yang jelas-jelas menjodoh-jodohkan mereka berdua. Padahal, akulah yang akan segera menikah dengan Felix.

Betapa sabarnya diriku dulu, hingga bisa terus bertahan untuk mencintai pria yang hatinya penuh dengan wanita lain ini.

Shifa menggigit bibirnya perlahan, matanya seakan berembun seperti rusa kecil, lalu dia berkata, "Kak Frany, jangan dengarkan kata-kata mereka. Mereka hanya bercanda tanpa tahu batasan, jangan dianggap serius."

Setelah berkata demikian, dia menyodorkan sebuah kotak yang cantik. "Kak Frany, ini hadiah yang aku bawakan untukmu. Buka dan lihatlah dulu apakah kamu menyukainya atau nggak."

Aku membuka kotaknya. Di dalamnya tergeletak gelang tipis dengan rantai halus, yang dirangkai dengan beberapa batu rubi kecil yang tidak beraturan.

Aku mengangkat pandangan untuk menatap Shifa. Di lehernya tergantung kalung rubi besar yang indah dengan tatanan yang sangat mewah. Jelas terlihat bahwa kalung itu dibuat secara khusus.

Aku terdiam sejenak, lalu teringat kembali. Bukankah kalung rubi ini adalah pesanan khusus yang dibuatkan Felix untukku?

Felix mengatakan bahwa dia berharap aku bisa memakainya bersama dengan gaun pengantin saat berjalan di pesta pernikahan bersamanya. Rubi ini juga melambangkan hati tulusnya untuk meminangku.

Saat memesan kalung ini dulu, desainer sudah memberitahuku ketika kalungnya selesai dirancang. Setelah batu utama untuk kalung dipotong, masih ada sisa material yang bisa dipakai untuk membuat perhiasan kecil lainnya, seperti gelang misalnya.

Sekarang, perhiasan utama yang seharusnya aku pakai bersama dengan gaun pengantinku, tergantung di leher Shifa. Sedangkan gelang dari sisa materialnya justru diberikan sebagai hadiah untukku.

Aku tidak bisa menahan tawa.

Ketika teman-teman Felix melihatku tertawa begitu bahagia, mereka merasa aku tidak pernah melihat dunia. Wajah mereka menunjukkan penghinaan.

Ada yang berbisik, "Bagaimana Felix bisa menyukai orang seperti ini?"

Ada pula yang melihat ke arah Shifa ketika dia menyerahkan hadiah untukku. Orang itu tampak terpesona dengan kalung rubi mewah di leher Shifa, hingga berseru dengan kagum.

"Shifa! Kalungmu cantik sekali!"

Shifa menyentuh kalungnya dengan malu-malu, menatap Felix dengan pandangan penuh cinta, lalu membalas, "Ini adalah hadiah dari Kak Felix. Dia mengatakan kalau ini adalah hadiah untuk merayakan kepulanganku. Kalau pameran lukisanku nanti berhasil, dia akan memberikanku hadiah yang lebih bagus lagi."

Aku tiba-tiba menghela napas, lalu berkata, "Wah, Felix benar-benar rela mengeluarkan uang, ya. Bahan baku kalung ini adalah warisan untuk wanita dari Keluarga Darmaji. Butuh waktu hampir setengah tahun hanya untuk menggambar sketsanya. Teknik pemotongannya juga disesuaikan dari luar negeri. Barang ini hanya diwariskan ke menantu wanita Keluarga Darmaji. Felix benar-benar peduli padamu."

Suasana tiba-tiba menjadi sunyi senyap.

Wajah Felix pun berubah muram.

Meskipun orang-orang yang duduk di sana tidak memahami apa-apa, sekarang mereka sudah mulai merasakan keanehan.

Jika ini adalah warisan yang hanya diberikan pada menantu wanita, seharusnya kalung itu diberikan padaku yang akan menikah dengan Felix. Sekarang kalung itu ada di leher Shifa, maknanya sudah tidak perlu dijelaskan lagi.

Shifa berdiri dengan tubuh gemetaran. Tangannya menyentuh kalung itu, seakan tidak tahu harus melepaskannya atau tetap memakainya. Matanya pun langsung memerah.

"Kak Felix, maafkan aku .... Aku nggak tahu kalau ini seharusnya menjadi milik Kak Frany. Aku terlalu bodoh, seharusnya aku bertanya lebih dulu ...."

Sebelum Shifa selesai berbicara, air matanya sudah jatuh seperti mutiara yang putus dari talinya, sungguh menyedihkan.

Tangannya gemetaran, mencoba sebaik mungkin untuk melepaskan kalung di lehernya, bahkan sampai mencekik lehernya. Leher putihnya segera menjadi merah.

"Kak Felix, tolong ... tolong bantu aku melepaskannya."

Suara Shifa bergetar, bahkan terdengar sedikit terenggah.

Felix langsung merasa tidak tega. Dia menahan tangan Shifa yang mencoba melepaskan kalungnya, lalu berkata, "Sudah aku bilang kalau ini adalah hadiah untukmu. Kenapa kamu ingin melepaskannya? Kamu pakai saja dengan baik, jangan dengarkan omongan orang lain."

Setelah berkata demikian, Felix menoleh menatapku dengan tatapan tajam, lalu melanjutkan, "Ini hanya batu rubi. Kamu adalah seorang mahasiswi kedokteran, kenapa kamu menganggap benda mati seperti itu begitu berharga? Kamu sudah memiliki gelar doktor, tapi kenapa masih sangat picik? Di depan banyak orang begini, kamu nggak merasa malu bersikap tamak!"

"Lagi pula, kalau memang ini untuk menantu Keluarga Darmaji, itu berarti kalung ini untuk istri masa depanku. Tentu saja aku berhak memutuskan siapa yang akan memakainya."

"Jangan sok tahu dengan berpikir kalau benda itu harus menjadi milikmu. Aku memberikannya pada Shifa, berarti Shifa yang lebih pantas mendapatkannya."

"Kamu akan menikah denganku, tapi masih meributkan masalah kecil seperti ini. Sebentar lagi kamu akan menjadi menantu Keluarga Darmaji, apa lagi yang membuatmu merasa nggak puas?"

Shifa yang ada di samping tersenyum lega, lalu berkata, "Kak Felix, terima kasih. Sebenarnya aku juga merasa kalau rubi ini lebih cocok dengan gaun yang akan aku pakai saat pameran nanti. Setelah bertahun-tahun, Kak Felix masih memahami apa yang aku suka."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Apa Kamu Kurang Istri?   Bab 10

    Callen sangat muak dengan pesan singkat itu, hingga dia menggertakkan gigi karena marah. Dia mengancam akan mengirim keluarga Felix ke ujung dunia, agar mereka benar-benar menghilang dari hadapanku.Jarang sekali Callen menunjukkan sifat kekanak-kanakan seperti ini. Aku pun tertawa cukup lama melihat ini."Bukankah berdebat dengan orang seperti itu justru akan merendahkan martabat diri sendiri?" ujarku.Meskipun begitu, aku memang benar-benar merasa kesal. Callen langsung menyuruhku pindah ke rumah baru yang sudah selesai direnovasi. Kami berencana mengundang beberapa teman dekat untuk datang ke acara pindah rumah.Pada hari pesta di vila, Shifa ternyata benar-benar datang.Dia jauh lebih pendiam dibandingkan sebelumnya. Hanya saja, matanya terus menatapku tanpa henti, seperti ingin mengajakku berbicara.Sahabatku langsung maju ke depan untuk menghadangnya sambil berujar, "Bagaimana kamu bisa masuk? Cepat pergi, kamu nggak diterima di sini."Para pengawal juga berjaga di sampingku. Ket

  • Apa Kamu Kurang Istri?   Bab 9

    Suasana langsung menjadi riuh. Kata-kataku seperti tamparan keras di wajah Shifa. Orang-orang di sekitar mulai menunjuk ke arahnya, sementara dia sendiri hampir tidak bisa berdiri, tampak terhuyung.Terdengar bisikan-bisikan di sekitar, "Pantas saja. Aku sudah menduganya. Wanita macam apa yang akan menempel terus dengan pria yang sudah memiliki tunangan?""Lihat saja kemampuan aktingnya. Meski aku bangun pagi setiap hari untuk berlatih, aku nggak akan bisa mengalahkan bakat seperti ini.""Aku kira dia sangat baik, tapi ternyata dia sangat nggak tahu malu. Sepertinya dia juga nggak begitu menyukai Felix. Kalau nggak, kenapa dia terus menggantung Felix?""Dia memakai baju tidur orang lain, tidur di rumah baru milik orang lain bersama dengan tunangan orang lain. Aku muak mendengarnya. Sungguh pembawa sial."Ketika Felix melihat situasi ini, dia langsung berdiri di depan Shifa, lalu berujar, "Kalian jangan mengatakan apa-apa lagi tentang Shifa, dia nggak bersalah. Kalau ingin menyalahkan s

  • Apa Kamu Kurang Istri?   Bab 8

    Aku pun melanjutkan, "Pertama kali saat tanggal pernikahan ditetapkan, kamu mengatakan baru saja selesai operasi, hingga nggak bisa makan dan tidur dengan baik karena sendirian di luar negeri. Kamu meminta Felix datang menemanimu. Waktu itu undangan pernikahan sudah dikirim semua, tapi dia terbang ke sana untuk menemuimu.""Saat tanggal pernikahan sudah ditetapkan kedua kalinya, kamu mengatakan ingin pergi ke daerah pegunungan terpencil untuk mencari inspirasi melukis. Lalu, kamu mengatakan kalau di sana sinyalnya buruk, mungkin nggak akan bisa menghubungi siapa pun. Intinya, tempat itu nggak cukup aman, bisa membuatmu kehilangan kontak kapan saja. Felix yang merasa khawatir padamu, langsung ikut pergi ke sana.""Ketiga kalinya, kamu menjadwalkan pameran lukisanmu tepat di hari pernikahan kami. Apa sebenarnya niatmu? Bahkan orang buta sekali pun bisa mengetahui niatmu. Sekarang kamu bertanya kenapa aku mengecewakan Felix? Kenapa kamu nggak bertanya pada dirimu sendiri? Kalau kamu berpi

  • Apa Kamu Kurang Istri?   Bab 7

    Felix langsung mengambil remote, menyalakan TV di ruang VIP. Tepat pada saat ini adalah acara puncak di upacara pernikahan.Callen menerima cincin berlian dari tangan pembawa bunga. Cincin besar itu berkilau dengan cahaya yang memukau.Hanya saja, cahaya apa pun tidak bisa menandingi tatapan pengantin pria saat menatap pengantin wanitanya.Callen berkata, "Terima kasih karena kamu sudah menatapku. Aku bersumpah akan mencintai dan melindungimu seumur hidupku.""Bersediakah kamu menikah denganku?""Aku bersedia," jawabku.Saat mendengar jawabanku yang pasti, Callen perlahan-lahan memasukkan cincin berlian sebesar telur merpati itu ke jari manisku.Berat di tanganku terasa begitu nyata, membuat hatiku juga terasa penuh.Callen menyibakkan kerudungku, memberikan ciuman yang hati-hati, tetapi juga penuh dengan cinta di bibirku.Gelas anggur yang dipegang Felix hancur di tangannya, sementara darah menetes dari jarinya ke lantai."Ini semua hanya sandiwara! Bohong! Frany nggak akan menikah de

  • Apa Kamu Kurang Istri?   Bab 6

    Felix langsung melepaskan tangannya yang sedang merangkul Shifa dengan panik.Shifa mengenakan gaun tidur berwarna ungu tua, dengan renda halus serta pola yang rumit. Yang terpenting, gaun tidur itu sangat seksi. Bagian depannya memiliki potongan berbentuk V yang dalam, sementara punggungnya terbuka hingga ke pinggang.Ini adalah gaun yang sengaja aku siapkan untuk malam pengantin. Tidak aku sangka wanita ini tidak hanya mengambil alih sarangku untuk ditinggali, tetapi juga memakai pakaianku. Dia seolah-olah sudah menganggap dirinya sebagai nyonya rumah.Ketika Shifa melihatku memperhatikan gaun itu, dia buru-buru menyibakkan rambutnya, lalu menunduk malu-malu. Kemudian, dia berkata, "Kak Frany, maafkan aku. Barang-barangku belum sempat dibawa ke sini. Kak Felix menyuruhku untuk memakai bajumu dulu. Dia hanya menemukan baju ini yang masih baru setelah lama mencari. Jadi, dia memberikannya padaku. Kak Frany, kamu nggak keberatan, 'kan?"Aku tersenyum simpul."Aku nggak keberatan," katak

  • Apa Kamu Kurang Istri?   Bab 5

    Itu adalah Callen.Pria itu masih memegang ponselnya ketika dia maju dengan langkah besar menghampiriku. Dia mencengkeram tangan Felix yang sedang mencengkeram tanganku dengan tegas, lalu memaksanya melepaskannya.Callen menundukkan kepala, mengusap pergelangan tanganku yang memerah dengan lembut, lalu mengangkat matanya perlahan. "Apa kamu baik-baik saja?"Aku menggelengkan kepala. Sosok tingginya menghalangi antara aku dan Felix, sepenuhnya menghalangi bahaya. Ini membuatku merasa sangat aman.Di belakangnya, dua pengawal yang diam-diam berdiri di kedua sisi pintu. Callen merangkul bahuku, menatap Felix dengan wajah tanpa ekspresi.Cellen berkata, "Bukankah ini Pak Felix? Apa yang kamu bicarakan ketika kamu mencengkeram tunanganku? Untuk pernikahan kami, dia bisa memakai apa pun yang dia inginkan, mengenakan apa pun yang dia inginkan. Meskipun dia menginginkan bintang-bintang di langit sebagai hiasan gaun pengantinnya, aku akan mencari cara untuk mendapatkannya untuknya.""Kalian sud

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status