Share

Pra(dipta)

Siapa pun pasti akan terpana melihat laki laki yang berada didepan Aya ini, kulit putih pucat, mata elangnya yang kontras, apalagi dengan tubuh tegap dan tingginya yang mencapai 1,87m.

yup! itu Pradipta, ah lebih tepatnya Pradipta Maheswara. 

Mata Aya dan Dipta bertemu, sesaat aya merasa sedikit kepo tentang lelaki ini, dari sosoknya saja sudah terlihat bahwa ia tipekal laki laki cuek dan tidak perduli akan sekitarnya. 

"Nah ini Dia! sini nak" 

Dipta menuruti ucapan mama nya, laki laki itu duduk disebelah mama nya, cukup bingung harus melakukan apa. 

"Aya sama Dipta kenapa masih diem dieman? ayo kenalan" ucap Imelda

Aya menoleh lalu mengangguk, ia mengulurkan tangannya, Dipta diam sesaat, ia hanya menatap tangan tersebut. 

Namun setelah itu ia menjabat tangan aya "aku Aya" ucap Aya. 

"Dipta"

Suasana kembali hening, papa Dipta alias Danuar memilih duduk diluar rumah dan sibuk menelpon keluarganya, sedangkan Nara gadis itu juga sibuk ikut memilih baju yang akan ia pakai nanti. 

"YUHUUUU"

Suara Karina membuat semua orang menoleh termasuk Dipta, Karina datang dengan mamanya, tentu mereka datang tidak dengan tangan kosong, ah sepertinya Karina membawakan Aya sebuah kado. 

"Aya! for u!"

"Kado? makasih Karina!" ucap Aya dengan senang

"Sama sama, sebenernya aku masih terpaksa buat ngasih kado ini, ku kira yang nikah duluan aku" 

"Aya... dia calon suami kamu?!"

Aya meringis mendengar ucapan karina, gadis ini tanpa tau malu menanyakan hal itu padanya apalagi suaranya yang setengah berteriak dan juga menunjuk Dipta tanpa tau malu. 

"Karina!"

Karina langsung terdiam, pelototan maut mamski nya membuatnya diam. 

"Aduh anak mamski udah gede bentar lagi udah mau nikah" ucap mama karina alias Aina sambil memeluk Aya dengan erat

Bagi mama Aina, Aya itu sudah seperti anak kandungnya, ia ikut merawat Aya sejak umur lima tahun hingga delapan tahun, bahkan sampai sekarang pun Aya kadang sering menginap dirumah Karina begitupun sebaliknya. 

"om Dipta ganteng ya, aku kira om om brewokan" ucap Karina

Ingin rasanya Aya memasukan cabe ke mulut Karina.

Sedangakan Dipta hanya menatap Karina sebentar lalu kembali menatap layar ipad nya, sudah pasti ia masih sedang berkerja. 

memang tipekal gila kerja. 

"mamski aku mau nikah juga deh aku cape disuruh ngerangkum tugas mulu sama dosen" ucap Karina

"kalau saya punya anak cowo satu lagi pasti udah saya jodohin sama kamu, soalnya kamu lucu" ucap Imelda

"yah sayang banget ya tante, tapi pasti om Dipta punya sepupu kan? jodohin aja tante sama saya"

"Aduh maaf banget ya nyonya Maheswara, anak saya emang gini" ucap aina seraya mencubit lengan anaknya. 

"ngga usah panggil nyonya astaga, panggil aja Imelda, kita kan seumuran" ucap Imelda

"saya masih muda, lebih baik panggil saya lain daripada om" ucap Dipta

"E-eh iya om eh kak" ucap Karina

"Aya Dipta, kalian berdua duduk dibelakang halaman rumah aja sekalian ngobrol" ucap bunda

Aya mengangguk lalu menatap Dipta, terlihat laki laki itu mematikan layar ipad nya lalu menaruhnya di meja, Dipta mengikuti Aya yang berada didepannya, entah apa yang harus mereka bicarakan kalau seperti ini. 

...

"kakak suka lagu apa?" tanya Aya

"ngga suka musik."

"kenapa ngga suka?"

"ngga perlu tau"

"Aku perlu tau, kakak kan bakal jadi suami aku" ucap Aya dengan polos

Dipta menoleh, lalu menghembuskan nafasnya kasar. 

"Saya ngga suka musik sama sekali, kamu ngerti kan."

Meskipun begitu ucapan Dipta tidak membuat Aya menyerah, bahkan semakin lama aya semakin penasaran dengan sosok Dipta. 

"kalau makanan? kak Dipta suka makan apa?" 

"sup daging"

"kalau aku sih suka rendang" 

"saya ngga nanya"

"yaudah Aya cuma ngasih tau"

Lagi dan lagi dipta menghela nafasnya kesal, namun ia merasa berbeda dengan gadis ini, sedikit menarik menurutnya. 

Ah sebentar? ia bilang gadis ini menarik? gila saja. 

Aya jauh dari tipenya. 

"Kamu cuma mau nanya itu aja kan? saya sibuk ngga bisa lama lama" ucap Dipta

"Kak Dipta mau kerja lagi?"

"Iya"

"Liat kak Dipta gila kerja, pasti kak dipta pas hari libur ga pernah ngerasain ke pasar malam, ngemall sama temen, ke toko buku"

"Jangan bilang kak Dipta ngga pernah semuanya?!" ucap Aya

"Saya ngga punya waktu buat hal ngga berguna"

"kak Dipta bilang gitu karena ngga pernah ngerasaiin, nanti deh aku ajak kak Dipta jalan jalan" ucap Aya

"ngga perlu, lagian saya ngga mau ngehabisin waktu buat hal ga berguna"

Kalau tadi Dipta yang kesal sekarang giliran Aya yang kesal dengan laki laki disebelahnya ini, ia mengatakan bahwa jalan jalan atau have fun adalah hal yang tak berguna, belum tau saja ia bagaimana rasanya melepaskan penat dengan refresing. 

"Jadi kak Dipta pasti enak" ucap Aya 

"Biasa saja" sahut dipta

"kakak dari keluarga kaya, punya keluarga harmonis, belum lagi setelah kakak kuliah langsung jadi CEO" ucap Aya

"yeah mungkin takdir"

"kak Dipta" panggil Aya

"apa lagi?" jawab Dipta dengan malas

"kak Dipta harus banyak bersyukur, diluar sana banyak tau orang yang susah dapat kerja, bahkan lanjut sekolah aja susah, belum lagi banyak yang gabisa makan seharian karna gapunya uang" terang Aya

Dipta terdiam, mendengar ucapan aya tadi ia teringat dengan anak kecil yang berada dilampu merah tadi, anak kecil itu mengetuk jendela kaca mobilnya namun ia hiraukan saja, perasaan bersalah muncul di benaknya, ah andai saja ia tadi tidak terlalu acuh. 

Apakah anak kecil itu sudah makan? dimana orang tuanya? Orangtua mana yang tega menyuruh anaknya berkerja dijalanan? apalagi cuaca sedang panas panasnya. 

"mau temani saya?" 

"kemana?

Dipta tak menjawab, laki laki itu tanpa sadar menarik tangan Aya begitu saja, ia membawa aya menuju keluar.

"eh mau kemana?" tanya Imelda

"udahla ma, mungkin kak Dipta sama kak Aya mau pdkt" ucap Nara seraya mengode ke mamanya dengan menunjukan tangan Dipta yang menggenggam tangan Aya. 

"Aya lancar ya pdkt nya!" ucap Karina

...

"kita mau kemana, kak?" tanya Aya

Dipta tidak menjawab, laki laki itu memarkirkan mobilnya ke supermarket, entahla Aya saja bingung mengapa laki laki itu menbawanya kesini. 

Aya tipekal orang yang ketika berbelanja pasti akan memikir dua kali, melihat ukuran mana yang paling besar jika harganya sama, mencari diskon, dan paling suka jika ada "beli satu gratis satu".

Jelas ia cukup kaget melihat Dipta yang mengambil barang tanpa melihat harga lagi, ya walaupun Dipta orang kaya. 

Dipta mengambil beberapa susu uht berukuran 1 liter, membeli biskuit marie, roti, beberapa kaleng susu kental manis.

Total belanjaan Dipta tiga ratus lima puluh ribu, ia memberikan uang empat ratus ribu dan tidak mengambil kembaliannya. 

Mobil itu kembali melaju ke sebuah lampu merah, dan Dipta menepikan mobilnya disana.

Dipta menghela nafas lega saat melihat bocah berumur sekitar enam tahun itu masih disana sedang duduk menghitung uang recehannya. 

Dipta mendekati anak kecil itu dengan diikuti Aya dibelakangnya, anak itu menatap Dipta saat tau Dipta berdiri didepannya.

"om siapa? suruhan om lukman ya? atau bosnya om lukman? tapi kenapa pakaian om rapi? maaf ya om tapi uangnya belum sampe dua puluh ribu, nanti sore pasti aku kasih semua uangnya tapi om jangan pukul ibu ya?"

Dipta terdiam, memang benar sepertinya bahwa ia kurang bersyukur selama ini,  dulu saat umurnya seperti ini ia bahkan memiliki fasilitas lengkap bahkan sampai sekarang, namun ia tetap saja sering mengeluh. 

"Adek, om ini bukan suruhan siapa siapa, kamu jangan takut ya?" ucap Aya sembari memegang bahu anak laki laki itu. 

"saya kesini mau kasih ini ke kamu" ucap Dipta dengan memberikan dua kantong besar yang ia beli tadi di supermarket.

"om, ini beneran?" 

"iya"

"makasih banyak ya om!" ucap anak laki laki itu lalu dengan spontan memeluk Dipta. 

Dipta tidak risih sama sekali, walaupun ia cukup terkejut namun ia membalas pelukan anak laki laki itu.

"ibu kamu mana? kamu sendirian?" tanya Aya

"itu ibu!" ucap anak laki laki itu dengan menunjuk seorang perempuan menggendong bayi yang mungkin baru berusia dua tahun, dan juga tangan sebelahnya memegang tumpukan koran.

"maaf, tapi ayah kamu mana?"

"ayah lagi di sel, kata ibu dia dikurung gara gara dia jahat" ucap anak itu dengan polos.

Aya meringis pelan mendengarnya, ia membuka dompetnya dan memberikan tiga lembar uang seratus ribuan ke anak itu, sebenarnya itu uang untuk ia membeli buku nya besok, namun ia bisa mengambil uang lagi bukan dari tabungannya?. 

"kasih ke ibu kamu ya? kamu harus semangat buat adik dan ibu kamu" ucap Aya

"iya kak..Aya?"

"kamu tau dari mana nama kakak?" tanya Aya dengan heran

Anak laki laki itu menunjukan gelang yang aya pakai.

"kamu bisa baca?"

"iya! aku pinter kan kak? ibu ngga punya uang buat bayarin aku sekolah jadi aku belajar setiap malam pake buku bekas yang aku dapet kemarin" 

Aya cukup terharu mendengarnya, anak kecil ini memiliki semangat yang tinggi agar ia bisa belajar seperti anak anak seusianya. 

"nama kamu sendiri siapa?" tanya Aya

"nama aku Rio kak"

"Rio kasih uangnya ke ibu nya ya, nanti uangnya bisa hilang kalau Rio yang pegang" ucap Aya. 

Rio mengangguk, laki laki itu berlari menuju ibu nya dengan raut bahagia, ia menunjukkan uang dan belanjaan yang diberikan oleh Dipta dan Aya tadi. 

Dari kejauhan ibu Rio melambaikan tangannya dengan senyum yang lebar, raut bahagia benar benar terpancar diwajah mereka berdua. 

Aya menoleh ke arah Dipta yang juga sedang memandangnya, sebuah senyuman terbit diwajah aya, tidak menyangkan bahwa Dipta memiliki jiwa penolong yang besar.

"Aya, makasih" 

"buat apa?"

"seenggaknya kamu buat saya sadar kalau saya harus bersyukur selama ini, saya terlalu sibuk dengan kerja saya sampai saya lupa kalau selama ini bukan cuma orang sekitar saya aja yang saya lupain,  tapi saya juga lupa buat bersyukur sama tuhan"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status