"Tujuanku kemari adalah agar kamu balik ke perusahaan," ucap Justin tiba-tiba setelah sampai di rumah Karamel.
Karamel terbengong. "Apa maksud anda?"
"Ayah memintaku membawamu kembali." jawabnya jujur. Karamel mengerti sekarang, dia memintanya kembali karena ayahnya ... bukan karena dirinya merasa bersalah setelah memecatnya sepihak.
"Aku tidak akan kembali!" balas Karamel menutup pintunya dengan keras.
"Hey Karamel! Apa maumu! Kenapa kau tidak mau kembali?!"
"Kau pikir aku ini apa! Kau memecatku tanpa alasan? Dan sekarang memintaku balik karena ayahmu? Kau bahkan tidak meminta maaf!"
"Oke aku minta maaf padamu!" ucap Justin. Walau ia berkata maaf seperti itu. Entah kenapa Karamel sama sekali tidak tersentuh.
"Pergi dari sini!" balas Karamel dan Justin pun akhirnya pergi.
"Ck ... Dia bahkan tidak meminta maaf dengan tulus! Apa semua Alpha memang suka seenaknya!" kesal Karamel.
Karamel tidak mau memikirkannya lagi dan segera mandi untuk mengobati lukanya.
***
Besoknya saat tiba di cafe.
"Karamel? Apa yang terjadi padamu?" tanya Ms. Amber kaget karena wajah Karamel memar dan dia juga berjalan dengan tidak normal alias pincang.
"Semalam aku bertemu dengan Omega yang sedang In Heat, karena menolongnya jadi begini."
"Kalau begitu tidak perlu datang bekerja, kau sedang sakit!"
Karamel langsung menggelengkan kepala tidak menerima itu. Ms. Amber terlalu baik padanya. "Tidak ... Aku tidak bisa meninggalkan kerjaan kalau aku masih mampu."
"Kau tidak perlu sungkan padaku, katakan saja kalau ada masalah."
"Terima kasih Ms. Amber, tapi aku baik-baik saja." Sembari tersenyun seolah Karamel memang baik-baik saja.
"Baiklah, kalau letih kau boleh istirahat."
Karamel mengangguk mengerti. Dia pun kembali bekerja, karena dia sedang sakit dia pun hanya di kasir dan tidak menjadi waitress.
Tapi orang yang tidak ingin Karamel temui malah memasuki Cafe dan menatap Karamel dengan tajam.
"Kenapa orang itu tahu aku kerja di sini?" pekik Karamel kaget melihat Justin datang.
Justin semakin mendekat, hingga ia tepat berada di hadapan Karamel yang dipisahkan meja kasir.
"Jadi kau bekerja di sini. Apa kau tidak mau memikirkan kembali pada perusahaanku?" ucap Justin pongah seolah tempatnya bekerja itu lebih baik. Walau Karamel akui itu memang benar.
"Maaf tuan ingin pesan apa?" balas Karamel pura-pura tidak kenal.
Ms. Amber yang memang tidak jauh dari situ menatap Justin.
"Karamel dengarkan aku!"
"Maaf kalau anda tidak pesan silahkan pergi dari sini!" suara Karamel lagi.
"Capucino es ... satu!" pekik Justin kesal karena Karamel tidak mendengarkannya sama sekali.
Karamel mengangguk. "Baik tuan," balas Karamel sambil tersenyum terpaksa. Justin pun pergi dari sana, membuat Karamel menghela nafas panjang.
"Apa kau mengenal orang itu Karamel?" tanya Ms. Amber melirik Justin yang sudah duduk menunggu pesanannya.
Karamel ikut melirik di mana Justin berada yang ternyata Justin juga menatap ke arah Karamel. Karamel langsung mengalihkan pandangannya. "Dia hanya Alpha sombong ... mantan atasanku."
Ms. Amber mengangguk mengerti. "Jadi dia yang memecatmu karena kau Omega? Kenapa dia kemari?"
"Ayahnya meminta dia untuk membawaku kembali ke perusahaan."
"Jadi karena itu dia mendatangimu? Tapi kupikir kau lebih baik kembali ke sana. Kau akan memiliki masa depan yang bagus di sana."
"Apa Ms. Amber juga akan memecatku?" Karamel tersentak akibat ucapan Ms. Amber itu.
"Bukan begitu maksudku. Kau akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan gaji yang lebih tinggi dari sini. Kau boleh saja kembali ke sini kapan saja ke sini," dengan tenang Ms. Amber menjelaskan, dia mendukung keputusan Karamel.
"Aku akan memikirkannya," jawab Karamel setelah menghela napas.
***Setelah beberapa hari Justin kembali datang ke cafe sebab dimarahi ayahnya tidak bisa membujuk Karamel kembali.
"Ck .... Omega keras kepala itu, membuatku semakin benci Omega apa saja. Mereka itj merepotkan!" kesal Justin yang tidak mau berurusan dengan Omega.
Dia kini duduk diam di kursi cafe. Membuatnya teringat masa lalu dimana dirinya yang diperalat Omega hanya demi uangnya saja. Dan bodohnya Justin percaya pada Omega itu begitu saja.
Cukup, mengingat itu membuat Justin sangat kesal. Ia hanya harus menyelsaikan tugasnya dalam membujuk Omega lain keras kepala yang bernama Karamel itu
Sesekali Justin akan melihat ke arah kasir. Melihat Omega yang membuatnya seperti ini sedang tersenyum hangat pada semua pelanggan yang datang. Tapi saat ia bertemu dengan Justin, senyum hangat itu malah menghilang digantikan puraran bola mata.
"Cih, aku juga seorang pelanggan tapi dia tidak senyum begitu padaku!" kesal Justin dideskriminasi lagi.
Kini Ms. Amber pun mendekati Justin.
"Kau mantan atasan Karamel?" tanya Ms. Amber basa-basi.
"Kau siapa?" tanya Justin balik
"Aku pemilik cafe ini."
"Oh, bisakah kau membantuku?" Kini Justin lebih antusias.
Ms. Amber mengerutkan keningnya. "Membantumu apa?"
"Kau harus memecatnya, dengan begitu dia akan kembali bekerja di perusahaan." Perintah Justin menyeringai membuat wajah Ms. Amber langsung berubah.
"Kau memang Alpha tidak tahu diri seperti yang dikatakan Karamel! Memecat orang hanya karena dia Omega? Dan memintanya balik karena diminta orang tuamu! Kau sama sekali tidak merasa bersalah padanya! Memiliki atasan sepertimu memang terburuk! Awalnya aku mendukung Karamel kembali ke perusahaanmu, tapi melihat sikapmu itu ...." Ms. Amber menggeleng pelan kepalanya melanjutkan, "Lebih baik dia bekerja di sini saja."
Justin langsung memberi tatapan tidak setuju dengan apa yang dikatakan Ms. amber tadi. "Hey! Hey aku ini pelanggan di sini! Kenapa kau bicara kasar begitu?"
"Kau boleh pergi dari sini, tidak ada yang memintamu datang kemari!" balasnya dan pergi. Ms. Amber tampak kesal, apa yang dikatakan Karamel tentang bossnya memang benar, yaitu sombong dan tidak berperasaan.
"Kenapa semuanya mendukung Omega itu?" pekiknya semakin kesal, sekaligus membuatnya semakin benci pada Karamel.
"Apa presiden akan marah kalau mengetahui hal ini?" gumamnya baru mengirimkan surat pengunduran diri lewat post, besok baru akan diterima oleh kantor dan tidak tahu akan dibaca atau tidak. Palingan hanya akan jadi tumpukan sampah. Yang pasti Karamel sudah mengirimkan surat itu, dibaca atau tidak sudah bukan urusannya lagi.Dia tidak lagi berencana kembali ke sana, jadi dia tidak peduli lagi.Karamel pun melewati stand es krim. Dia tiba-tiba jadi pengen …"Jangan bilang kau ingin makan itu?!" tanyanya sambil mengusap perutnya."Ibu akan membelikan padamu!" ucapnya segera membeli es krim."Tolong es krim coklat strawberrynya!" pesannya dan segera dibuat karena tidak ada yang mengantri.Karamel begitu senang menerima es krim dan memakannya tanpa pikir panjang.Dia mencoba melupakan semua kejadian ini dan terus melangkah maju. Dia tidak akan berpikir negatif atau apa pun lagi. Dia sudah mengambil keputusan."Aku harus positi
Karamel menemui Arsel di cafenya, dia menangis setelah melihat Arsel."Ada apa Karamel? Kenapa kau menangis?""Aku hanya rindu dengan tempat ini!" jawabnya. Tapi Arsel tidak percaya padanya,"Kalau kau tidak mau cerita tidak apa-apa, kau bisa datang kapan saja kemari.""Terima kasih," ucap Karamel. Dia menyuguhkan susu coklat panas untuk Karamel,"Minumlah selagi hangat, kau akan merasa baikan," ucap Arsel. Dia pun duduk diam di cafe dan tidak melakukan apa pun.Rekan kerja Karamel sebelumnya juga penasaran dan bertanya pada Arsel, tapi Arsel sendiri tidak tahu masalahnya. Karamel tidak bicara sepatah katapun, setelah menangis dia hanya duduk diam.Lalu kemudian dia menghela napas."Apa sudah baikan?" tanya Arsel. Karamel tersenyum padanya seperti biasa."Aku sudah merasa baikan.""Kau tidak ada masalah dengan atasanmu bukan?" tanyanya tepat sasaran."Tidak ada!" jawabnya sambil tertawa kecil."Baikl
Besoknya saat dia ke kantor, Sekretaris Helena sudah ada. "Sekretaris Helena, di mana presiden?" "Presiden sedang ke luar kota." "Kau tidak ikut?" "Aku tidak bisa ikut, adikku sedang hamil muda. Jadi tidak bisa kutinggalkan, kau tahu morning sick-nya omega hamil bagaimana? Jadi tidak bisa kutinggalkan!" jawabnya khawatir. "Woah ... Selamat kalau begitu, Sekretaris Helena." "Terima kasih, dan kenapa kau mencari presiden?" "Tidak ada, maaf mengganggu waktumu!" jawab Karamel akhirnya. "Tidak apa-apa, kau terlihat pucat? Kau baik-baik saja?" tanyanya pada Karamel. "Aku baik-baik saja, hanya kurang tidur." "Jangan memaksakan diri, kalau sakit katakan padaku. Aku akan memberitahu presiden." "Aku mengerti," ucapnya dan kembali duduk ke kursinya. Sepulang dari kantor, dia tidur karena lelah dan sibuk di kantornya seharian ini. Di kantor dia harus bolak balik toilet karena mual, walau begi
Seminggu kemudian Karamel bertemu dengan Justin lagi. "Kenapa kau tidak membalas pesanku?" "Aku sudah tidur!" jawab Karamel. "Sudah tidur?" "Tentu saja, lagian kau mengirim pesan begitu malam!" balas Karamel. Padahal mereka sedang makan siang tapi Karamel tidak nafsu sama sekali. "Aku ingin menjelaskan padamu, bahwa wanita yang bersamaku itu … " "Mantanmu. Aku tahu, kau tidak perlu menjelaskannya!" potong Karamel. "Darimana kau tahu dia mantanku? Apa karena kau melihat kami berciuman? Lalu kau pikir kami …" "Presiden, kalau sudah selesai makan kita pergi. Aku masih banyak tugas." Karamel pun berjalan pergi tanpa menunggu Justin. Dia benar-benar tidak enak badan. "Karamel! Dengarkanku dulu! Aku sama dia tidak ada hubungan apa-apa! dia hanya datang liburan, dia juga ada teman lainnya! Kami tidak berdua!" Dia menahan kepergian Karamel. "Aku berkata jujur padamu, percaya padak
"Ah ... Ng ... Ah," desah Karamel. Justin belum melakukan pergerakan maju mundur itu, hanya memasukkannya membuat Karamel sudah merintih. Perlahan feromon Karamel dapat dicium Justin. "Apa kau sesuka itu dengan milikku?" tanya Justin karena dia bisa merasakan milik bawah Karamel yang terus menyedotnya masuk. "Pre-presiden ... Cepat gerakkan," pinta Karamel akhirnya sudah tidak sabaran. "Baik! Dengan senang hati!" Justin tentu saja tidak lagi menunggu, dorongan kuat ke dalam dan tarikan keluar perlahan membuat Karamel merintih nikmat. "Ahhhhhh ... be-besar! Aku merasa penuh ...," jerit Karamel mengalungkan tangannya ke leher Justin. Justin kemudian mengangkat satu kaki lainnya dan membuat Karamel bersandar di dinding. Tarikan dan dorongan dilakukan semakin cepat karena tubuh Karamel sudah berada di tangannya. Dia terus menekan pinggul Karamel dan menaik turunkannya agar kepemilikannya bisa mencapai daerah terdalam Karamel. "Ahhh
Karamel terbangun saat pagi, kepalanya sangat pusing dan belum bisa berpikir apa-apa. Setelah benar-benar sadar, dia pun menangis dan menyentuh lehernya."Aku ... melakukannya dengan Alpha lain ...."Tangisnya karena diingatannya hanya sampai Alpha lain masuk ke dalam pussynya.Dia menangis histeris karena sudah menjadi mate Alpha lain.Pikirannya jadi kacau, seluruh tubuhnya juga sakit penuh gigitan gigi.Dia masih bisa merasakan cairan hangat di pussynya dan akhirnya dia berlari masuk ke dalam kamar mandi.Mengorek sendiri cairan kentalnya untuk keluar sambil menangis. Dia tidak peduli darah atau pun luka di lubangnya, yang pasti dia akan mengeluarkan cairan kental Alpha lain.Dia menangis dan duduk lesu di guyur shower."Presiden ...."Panggilnya sedih karena bukan Justin yang menjadi matenya, melainkan Alpha yang tidak dia kenali.Setelah kejadian ini, dia baru menyadari perasaannya pada Justin.Dia mul