Taman kota ini sangat sepi. Ditambah dengan peristiwa-peristiwa itu, semua orang jadi lebih tegang dari pada yang dibutuhkan. Kedai-kedai mulai tutup padahal masih sangat sore, dan orang-orang tidak begitu menikmati jalan-jalan sore. Sebagian dari mereka yang terpaksa keluar berjalan cepat sembari menatap sekeliling sesekali dengan waspada.
Tidak mengherankan memang. Manusia tidak tahu apa yang terjadi, dan rumor-rumor membuat mereka semakin waspada. Bahkan polisi menegurku lima belas menit lalu, memintaku untuk segera pulang jika urusanku telah selesai. Rupanya, cerita resmi dari mereka adalah adanya maniak psikopat yang mencari korban di kota ini. Semua orang diminta untuk berdiam diri di rumah, atau bila memang diharuskan pergi, harus setidak-tidaknya tiga orang, dengan satu pria.
Sekalipun begitu, meskipun sepi, penerangan taman ini bagus. Perawatannya juga. Bunga-bunga berjejer di pinggir jalan, dan bangku-bangku taman terlihat bagus. Hanya saja kosong. Ada beberapa taman bermain, perosotan, dan kotak pasir untuk anak-anak kecil. Aku bisa membayangkan mereka bermain di sini ketika kehidupan kota ini lebih damai. Atau ketika aku selesai memburu makhluk itu.
Ngomong-ngomong soal memburu, orang itu terlambat. Seharusnya dia tahu bahwa membuat orang menunggu adalah tindakan yang tidak sopan. Aku sudah bermain dengan jarak amannya, dan inikah yang kudapat? Kalau saja ini di waktu yang lain, aku pasti masih bisa menoleransinya. Tetapi, sekarang aku masih sangat kesal dengan kedatangan Luc. Sekalipun informasinya berharga, aku berharap orang lain yang akan datang.
Pintu mobilku terbuka, dan seseorang masuk ke dalam tanpa mengatakan apa pun. Aku menatapnya aneh. Dia tampak seperti dirinya semalam. Tudung jaket, dan masker. Seluruh tubuhnya ditutupi, kecuali matanya yang menatap lurus ke depan. Napasnya memburu, seolah dia dikejar sesuatu. Aku menoleh ke belakang, dan tidak ada orang lain.
“Jadi,” kataku memulai, “sesuatu mengejarmu sehingga bisa menjelaskan keterlambatanmu?”
Setelah hitungan ke lima, orang itu akhirnya menatapku. Dia tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Kalau pandangan matanya bisa disebut ekspresi. Aku tidak menyukai dramatisir keadaan, tetapi terkadang para makhluk yang meminta tolong padaku perlu meyakinkan dirinya berkali-kali.
“Aku hanya memastikan tidak ada yang tahu aku meminta bantuanmu.” Dia menjawab tegas. Di jarak sedekat dan pembicaraan sebanyak ini, aku baru menyadari, dia itu perempuan. Gadis terdiam sejenak. “Dan aku akan terus berpakaian seperti ini. Aku tidak bisa mengambil resiko kau memburu keluargaku juga.”
“Aku akan bermain di jarak amanmu. Aku hanya memburu mereka yang melanggar peraturan,” kataku santai. “Selagi kau merasa tidak melanggar apa pun, jelaskan saja!”
Gadis itu mengangguk. Tidak ada gestur tidak perlu yang dia tunjukkan. Aku tidak bisa memastikan apakah dia gugup atau tidak. Kalau saja dia membuat gestur-gestur gugup, itu akan membantuku memutuskan kepercayaan. Aku memang tidak bisa pilih-pilih sekarang.
“Aku Rubah Api,” jelasnya lugas. “Kau tahu ada banyak spesiesku di luar sana, kan?”
Rubah api. Sejauh yang kutahu, mereka adalah siluman rubah yang dilahirkan. Tidak ada yang tahu bagaimana awal mula mereka terbentuk—seperti sebagian besar siluman yang ada—tetapi mereka memperbanyak spesies mereka dengan melahirkan. Sebagian besar dari mereka hidup berdampingan dengan manusia, karena mereka memiliki tubuh fisik dan lebih waras serta tidak mudah untuk diketahui keberadaannya. Mereka tidak seperti Werewolf yang mudah lepas kendali, atau vampir yang terlihat jelas berbeda dengan manusia lain. Akan tetapi, mereka memiliki wujud siluman mereka. Tidak banyak informasi lain yang menceritakan tentang mereka.
Rubah api tidak berbeda Siluman Rubah lain. Mereka senang memperdaya manusia. Mirip succubus tetapi mereka tidak perlu seks. Siluman rubah adalah jenis siluman yang tamak, mereka memperdaya, mengambil harga berharga manusia, dan menyimpannya seperti tropi. Akan tetapi, sangat jarang mereka membuat masalah hingga membunuh manusia. Oleh karena itulah, aku terkejut ketika dia memperkenalkan diri sebagai Rubah Api.
“Aku tahu,” kataku. “Jadi, apa yang kau ketahui tentang pelakunya?”
“Aku ingin kamu tahu, memang benar pelakunya adalah Rubah Api, tetapi dia tidak ada kaitannya dengan keluargaku.”
Aku menatapnya lamat-lamat. Kemudian berkata, “Aku yang akan memutuskan apakah keluargamu terlibat atau tidak. Kau masih muda, kan? Kau tidak tahu apa yang bisa dilakuran keluarga siluman.”
“Orang yang mewarisi kekuatan siluman ini di keluargaku hanyalah aku dan sepupuku yang berusia lima tahun,” katanya datar. “Kalau kau berpikir anak berusia lima tahun mampu melakukannya, kurasa kau salah besar.”
Sindiran yang menyenangkan untuk didengar. Masalahnya bukanlah siapa yang bisa melakukannya, tetapi bagaimana. Anak berusia lima tahun bisa membunuh mereka tanpa kesulitan. Bisa jadi seseorang dari keluarganya—yang lebih dewasa—ibunya, atau bibinya, menggunakan anak itu. Mereka bisa menggendongnya, dan meminta anak itu membakar seseorang seperti memintanya mengambil permen. Anak ini masih sangat naif, tetapi aku memilih untuk tidak mendesaknya dengan kecurigaan yang membuatnya tidak percaya padaku.
“Kau percaya sekali bukan keluargamu yang melakukannya. Kenapa?”
“Karena aku bertemu dengannya sebelumnya.” Gadis itu menatap ke depan. Pada seseorang berjalan cepat ke mobilnya sembari membawa kantung belanja. Wanita itu setidaknya berusia tiga puluh tahun. Dia ketakutan setengah mati, sehingga segera memacu mobilnya cepat begitu dia masuk. “Aku tidak tahu siapa dia, tetapi dia bukan bagian dari keluargaku. Kurasa dia dari kota lain. Dia tampak lebih dewasa. Aku tidak bisa memastikannya, karena dia menemuiku dalam wujud rubahnya.’
“Kalau begitu dia cukup kuat, ya?” gumamku. “Apa yang membuatmu yakin itu dia?”
Gadis itu terdiam sekilas.
“Karena dia menawariku kekuatan yang tak terbatas. Dia bilang, bila kita mengumpulkan jiwa bersama-sama, kita akan cukup kuat untuk menekan para manusia serigala.”
“Tunggu! Kalian punya masalah dengan manusia serigala?”
“Bukan masalah yang seperti itu,” jelasnya. “Kami tidak saling bersinggungan selama beberapa dekade. Lagipula jumlah Rubah Api semakin sedikit. Sementara, manusia serigala semakin kuat di hutan. Akan tetapi, seperti yang kau lihat, mereka tidak mengganggu kami, dan begitu pula sebaliknya.”
“Namun tiba-tiba saja, ada Rubah Api asing yang ingin mencari gara-gara dengan mereka.”
“Kalau dia sampai melakukannya, bukan hanya satu dua korban terbakar, tetapi kota ini akan menjadi medan peperangan.
Bagus. Sekarang semua masalah menjadi lebih rumit. Aku memijat kepala. Aku tidak menerima laporan apa pun mengenai aktivitas manusia serigala, karena mereka berada jauh di dalam hutan. Mereka membuat desa mereka sendiri, dan memilih untuk tidak berurusan dengan manusia lagi. Sekalipun mereka memutuskan begitu, kalau siapa pun orang itu mengusik ketenangan mereka, Manusia Serigala bukan makhluk dengan tempramen yang bagus.
Satu lagi hal yang membuatku bertanya-tanya adalah, “Kenapa dia bilang mengumpulkan jiwa bisa membuatnya lebih kuat? Kau tahu dari mana dia mendengarnya? Atau cara dia melakukannya.”
Gadis itu menggeleng. “Sayangnya, dia segera pergi sembari mengutuk ketika aku menolak.” Dia menyentuh dagunya, matanya melirik ke sudut. “Tapi, dia pernah bilang ‘pria itu’. Kurasa dia mengetahuinya dari orang lain.”
Pria itu. Tatapanku menggelap. Aku tahu itu karena sihir terasa bergejolak di kulitku. Rasanya aku tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan keputusan yang tepat untukku mengambil pekerjaan ini. Gadis Rembulan juga mengatakan seseorang memberitahunya untuk mengumpulkan jiwa. Kalau mereka ditipu orang yang sama, artinya dengan menyelesaikan kasus ini, aku bisa menangkap orang itu.
“Bantu aku!”
Gadis itu tersentak. Kemudian mengangguk.
“Tentu saja,” jawabnya. Dari tatapan matanya, aku tahu dia bisa merasakan gejolak sihirku yang sedikit tak terkendali. Sehingga aku segera menenangkan diri. “Aku mencintai kota ini. Akan tetapi, aku akan tetap berpakaian seperti ini. Aku yang akan memimpin.”
Alisku terangkat tidak percaya, lantas dengan angkuh aku melipat tangan dan tersenyum miring.
“Katakan padaku, bagaimana kau akan memimpin perburuan, Nona?”
Dia mengerjap. “Maksudku, aku yang akan menghubungimu terlebih dahulu. Aku akan meninggalkan surat di lokermu seperti hari ini.”
Gadis ini begitu tidak ingin kuketahui identitasnya. “Lantas bagaimana kalau aku perlu menghubungimu?”
“Aku akan tahu saat kau perlu menghubungiku.”
Baiklah, aku sudah bilang akan bermain sesuai jarak amannya. Lagipula, aku tidak yakin seberapa jauh dia akan membantu. Dilihat dari mana pun, sekalipun dia siluman, gadis ini tidak hidup di tengah pertarungan. Sejak awal yang kuperlukan darinya hanyalah informasi.
Dia membuka pintu, lantas keluar tanpa mengatakan apa pun lagi. Sangat sopan. Aku melirik jam ada ponselku, masih lima belas menit semenjak kedatangannya, tetapi infomasi yang kuperlukan sudah sangat membantu. Gadis itu berjalan cepat ke area belakang pertokoan, kemudian menghilang dari pandangan.
“Aku penasaran, apa dia benar-benar percaya keluarganya tidak ada hubungannya?”
Aku memundurkan mobil, lantas berkendara pulang.
TBC
Hydenia ditelan kekuatannya.“Sialan!”Luc harus menyelesaikan hal ini secepat mungkin, atau tidak ada waktu untuk menarik gadis itu kembali dari kegilaannya. Semakin lama orang itu hidup, semakin banyak penderitaan yang dimilikinya. Black Mist memakan penderitaan itu, mengembalikan trauma yang terkubur dalam, menjadikannya lemah, dan pada akhirnya membuat pemiliknya gila.Black Mist seharusnya tidak dimiliki manusia manapun, tetapi Hydenia memilikinya.Itu adalah alasan Luc bersamanya. Bukan hanya karena gadis itu pemberani dan sangat menarik, tetapi juga kekuatan gila yang mengendap di dasar tubuhnya. Sebuah pasir hitam yang mengerikan. Begitu melihatnya, Luc bisa melihat kengerian yang akan ditimbulkannya bila dia lepas kendali.Meski begitu, Hydenia adalah orang yang sangat menganggumkan. Kepercayaan dirinya. Caranya mengangkat kepala. Keanggunannya saat bertarung. Semua itu membuatnya terus berada di sebelahnya. Keinginan ‘ak
Sihir adalah sesuatu yang paling misterius. Akan tetapi, ada hal yang lebih misterius daripada sihir.Kekuatanku.Awalnya, aku adalah Pemburu Artemis biasa yang menggunakan senjata. Ibu mengajariku dengan baik, tetapi hanya sampai sana. Aku bukan pemilik sihir. Aku bukan pemburu yang mengagumkan. Akan tetapi, aku bukan orang naif.Aku membunuh dan membunuh bila diperlukan. Bahkan tanpa ragu. Aku pemberani dan tidak kenal takut. Aku tak peduli pada siapa yang ada dihadapanku. Sehingga aku bisa menantang malaikat maut dengan kata tak sopan tanpa takut mereka akan mencabut nyawaku.Karena mereka takkan melakukannya.Saat Luc kuberitahu alasannya, dia tertawa sangat keras. “Kau benar. Aku takkan membunuhmu. Kecuali apa yang ada di dalamku mulai membuat masalah.”Dulu, aku masih begitu muda dan bertanya, “Apa yang ada di dalamku?”“Pedang bermata dua. Sesuatu yang hebat. Sesuatu yang berbahaya.&r
Tubuhku terpelanting saat cakar Smith menghantam dengan kekuatan penuh.Kekuatannya terlalu besar untuk ditahan. Aku hanya mampu menghindarinya dan bila pedang dan cakar kami bertabrakan, aku pasti kalah. Pertama, aku harus menyelesaikan ini dengan kecepatan, jadi aku mengubah pedangku menjadi lebih kecil dan mudah digunakan. Pemikiran itu berjalan lurus ke tanganku, dan pedang panjang itu berubah menjadi belati.Smith menyerang lagi. Kali ini serangan itu berhasil kuhindari dan pohon di belakangku hancur sebagian. Cakar itu bahkan bisa menghancurkan sebagian pohon yang solid. Tenang, Hyde. Kau telah menghabiskan hidupmu dengan bertarung dan hanya hidup dengan bertarung. Melawan serigala seperti ini takkan ada bedanya dengan hari-hari sebelumnya.Akan tetapi, aku tetap khawatir dengan Daniel. Semua rencana ini akan berhasil bila Daniel selamat, atau dibunuh saja. Sayangnya, aku tak tega melakukannya. Oleh karena itu, pilihan kami hanya satu menyelamatkannya dan
Orang-orang itu berteriak bersahut-sahutan. Aku tidak bisa memastikan mereka yang mengetahui penyergapan kami adalah hal baik atau buruk, tetapi yang paling penitng, aku bersyukur kami telah berpencar.Aku melemparkan pedang panjang untung Luc. Kami tidak ingin menggunakan sabitnya, jadi Luc selalu meminjam kekuatanku. Sementara aku mulai membidik dengan busur. Serigala-serigala itu terus bermunculan selagi kami mulai menyerbu ke tempat ritual.Tiga serigala kembali muncul dan pasti ada lebih banyak. Luc menapak tanah, kemudian dia menghilang. Dalam satu kedipan lelaki itu berada di belakang mereka, siap menebas, tetapi tampaknya mereka sudah mendapat pelatihan. Mereka tidak menolah, hanya langsung melompat pergi.Sang Penyusup pasti memberitahu mereka cara melawan malaikat maut.Malaikat Maut memiliki kecenderungan bertarung dengan teknik teleportasinya. Teknik itu hanya dimiliki oleh Malaikat maut, karena mereka menggunakan gerbang menuju negeri orang m
Air terjun. Pohon raksasa kembar. Jalan setapak. Mobil-mobil.Serena segera menyadari tempat apa yang kami bicarakan. Dua hari kemudian kami segera menyusun rencana. Serena sudah sembuh sepenuhnya, Kei telah sadar. Aku dan Luc masih belum mencapai kesepakatan untuk menceritakan kejadian sebenarnya, tapi kami telah berbaikan.“Kita akan bertarung bersama lagi,” katanya. Dia mencium tanganku perlahan. “Kita akan sama-sama keluar dari kekacauan ini.”Aku tertawa kecil. “Kau bahkan tidak bisa mati.”“Kehilanganmu sama saja mati bagiku.”Itu terdengar seperti lagi-lagi pernyataan cinta, tetapi Luc hanya tersenyum. Satu dari sedikit senyumnya yang tulus dan kami bersiap berangkat.Ada banyak ambulan yang siap masuk begitu kami selesai. Entah apa yang dikatakan Sheriff Steel, tetapi yang terpenting mereka akan di sana begitu kami menghentikan banyak manusia serigala.Di pertempuran, kematian ad
“Kau harus kembali jika sesuatu terjadi.”Itu adalah kali kelima, atau mungkin lebih, Luc mengatakannya. Dia menuntunku ke tempat tidur seolah aku adalah orang sakit, tetapi aku tidak tega menolaknya. Aku menyentuh lengan Luc.“Aku akan baik-baik saja,” kataku untuk kesekian kalinya.Naomi bergerak gelisah di pintu kamar dan Serena hanya bersungut-sungut. Mereka diberitahu tentang bahaya perjalanan Link itu, tetapi kami tahu itu adalah satu-satunya cara. Aku harus menemukan Daniel dan orang-orang itu secepat mungkin. Aku tidak ingin sesuatu terjadi padanya. Bila mereka tiba-tiba saja memutuskan akan melakukan ritual itu sekarang, tidak ada yang bisa menyelamatkan Daniel lagi.Aku menarik napas perlahan dan mengeluarkannya dari hidung.Tangan Luc menggenggamku. Cukup erat, tetapi tidak menyakitkan. Ekspresinya masih menunjukkan ketidak terimaaan, tetapi aku cukup keras kepala untuk menolaknya.Aku merilekskan