Share

Bab 3

Author: Beres
Beberapa hari berikutnya, Amalia mengurung diri di kamar dengan mata merah sembab. Dia sama sekali tidak keluar dari rumah.

Orang tua Amalia yang telah mengetahui perbuatan gila Hugo, justru makin merasa bersyukur karena tidak menikahkan putri mereka dengannya. Mereka bahkan sempat bersikeras ingin mendatangi Keluarga Lewis. Namun, niat itu dicegah oleh Amalia yang baru saja keluar kamar setelah beberapa hari mengurung diri.

Pernikahan makin dekat dan dia tidak ingin ada keributan baru.

Setelah berhasil menenangkan orang tuanya, barulah Amalia keluar rumah sambil membawa selembar gambar desain di tangan.

Beberapa hari dia mengurung diri, Amalia bukan sibuk memikirkan Hugo. Di dalam hidupnya, pria itu sudah tidak ada artinya lagi.

Amalia mengurung diri di kamar karena sibuk merancang cincin pernikahan untuk Joey.

Dia tahu betul Pemetik Bintang memiliki nilai yang luar biasa, karena itu Amalia ingin membalas ketulusan pria itu dengan segenap hati.

Dia menyerahkan gambar desain tersebut kepada kepala pelayan dan memintanya mencari pengrajin terbaik untuk membuatnya.

Namun, ketika waktu pengerjaan yang telah dijanjikan berakhir, cincin itu tidak kunjung dikirim.

Amalia pun pergi menanyakan kabar dan baru mengetahui bahwa beberapa hari sebelumnya, Hugo datang untuk memilih perhiasan. Saat melihat cincin itu, dia langsung menyukainya dan membawanya pergi tanpa banyak bertanya.

Dia hanya meninggalkan satu kalimat. "Lagi pula, itu memang untukku, nggak perlu menyuruh Amalia datang untuk mengambilnya."

Para staf juga tahu soal pernikahan antara Keluarga Lewis dan Moore, jadi mereka tidak menghentikannya.

Amalia seketika merasa kecewa.

Dia segera pergi ke rumah Keluarga Lewis untuk meminta kembali cincin itu dari Hugo.

Namun, baru saja memasuki rumah, dia melihat Karina sedang duduk manja di antara tumpukan paket dan berkata dengan nada lembut menggoda.

"Tuan Muda, kamu diam-diam mengosongkan keranjang belanjaanku lagi, ya? Kamu memperlakukanku sebaik ini, tapi aku nggak bisa membalasnya."

"Aku senang melakukannya, kamu nggak perlu membalasnya. Sudah kubilang berkali-kali, jangan lagi panggil aku Tuan Muda."

Karina memanggilnya dengan malu-malu, "Hugo."

Melihat kemesraan mereka, Amalia tidak berkedip sedikit pun. Dia langsung melangkah masuk dengan cepat.

Mendengar suara langkah kaki, Hugo menoleh dan memandangnya dengan dahi berkerut.

"Untuk apa kamu datang?"

"Cincin pernikahan yang kamu ambil, kembalikan padaku."

Melihat tangan Amalia yang terulur, Hugo hanya mengangkat alis.

"Nggak ada."

Tatapan Amalia langsung tajam dan suaranya pun meninggi. "Maksudmu nggak ada itu apa?"

Saat Hugo masih sibuk mencari alasan, Karina yang duduk di lantai membuka suara dengan raut wajah penuh rasa takut.

"Nona Amalia, aku melihat di internet katanya cincin pernikahan paling mudah dipakai untuk membuka paket. Jadi aku memakainya untuk membuka ratusan paket. Sekarang cincinnya sudah tergores-gores. Apa kamu masih menginginkannya?"

Setelah mengatakannya, Karina membuka telapak tangannya dan menunjukkan cincin yang penuh dengan goresan.

Hugo ternyata benar-benar mengambil cincin pernikahannya dan memberikannya pada Karina untuk membuka paket!

Dalam sekejap, amarah membuncah di dada Amalia dan menjalar cepat ke seluruh tubuhnya.

Amalia tidak lagi mampu menahan emosinya. Dengan mata memerah, dia menatap dua orang di hadapannya yang sama sekali tidak menunjukkan rasa peduli. "Hugo, apa hakmu mengambil barang milikku tanpa izin? Sementara kamu, Karina, apa hakmu memperlakukannya seperti itu? Apa kalian tidak tahu apa arti menghargai?"

Melihat Amalia begitu terpukul hanya karena sebuah cincin, suasana hati Hugo yang semula baik seketika rusak. Nada bicaranya pun jadi tidak sabar.

"Itu memang cincin pernikahan yang kamu berikan padaku. Apa yang kamu ributkan?"

"Oh, ya. Aku sudah putuskan hanya akan mengurus surat nikah tanpa menggelar upacara pernikahan. Jadi nggak ada gunanya kamu mendesain cincin itu. Jangan buang-buang tenaga lagi."

Sikap Hugo yang seenaknya membuat Amalia mengepalkan tangan kuat-kuat. Lalu, dia menegaskan kembali.

"Hugo, cincin pernikahan itu bukan untukmu!"

"Bukan untukku, lalu untuk siapa? Amalia, sudahlah, kamu terlalu berlebihan. Jangan terlalu mendalami aktingmu!"

Sambil membalas dengan sinis, Hugo langsung melempar cincin itu dengan santai dan menarik Karina keluar.

"Nggak usah buang-buang waktu untuk orang seperti dia. Karina, bukankah kamu bilang ingin belajar menyetir? Ayo, biar aku ajarkan."

Melihat punggung mereka yang menjauh, amarah dan rasa tidak terima memenuhi hati Amalia. Dia ingin mengejar mereka, tapi tubuhnya tidak bisa dibagi dua. Dia hanya bisa berjongkok dan mencari cincin itu.

Butuh waktu setengah jam hingga akhirnya Amalia menemukan cincin itu di taman bunga.

Setelah memasukkannya hati-hati ke dalam saku, Amalia segera berbalik dan pergi. Sudah tidak ada waktu membuat yang baru, satu-satunya harapan adalah menemukan seseorang yang bisa memperbaikinya, agar bisa kembali seperti semula.

Namun, begitu keluar dari vila, Amalia mendengar suara aneh.

Saat mengangkat kepala, dia melihat sebuah mobil melaju lurus ke arahnya. Mata Amalia langsung membelalak.

Brak! Tubuh Amalia terpental sejauh sepuluh meter dan tergeletak di genangan darah.

Karina yang mengemudikan mobil berpura-pura panik dan turun dari mobil sambil menangis.

"Habis sudah! Aku baru belajar menyetir dan nggak sengaja menginjak gas bukannya rem. Sekarang, aku benar-benar celaka. Nona Amalia mengeluarkan begitu banyak darah. Hugo, apa dia akan baik-baik saja?"

Melihat tangga batu yang merah oleh darah, Hugo mengernyit. Dia menarik Karina ke pelukannya dan menenangkan dengan suara lembut.

"Nggak apa-apa. Dia memang suka berpura-pura jadi korban. Dia pasti cuma akting. Nggak usah dipedulikan. Nanti juga bangun sendiri kalau sudah capek. Karina, jangan takut. Jangan menangis."

Dalam kesadarannya yang perlahan memudar, Amalia mendengar jelas semuanya. Tubuhnya makin dingin dan air matanya tidak bisa dibendung lagi.

‘Hugo, kukira meskipun kamu tidak mencintaiku, setidaknya karena kita telah tumbuh bersama sejak kecil selama bertahun-tahun, kamu akan memiliki sedikit perasaan padaku.’

‘Namun, nyatanya, demi menyenangkan Karina, nyawaku pun tidak kamu anggap penting’

‘Di kehidupan lalu, kenapa aku pernah mencintaimu?’

Amalia berusaha untuk meminta tolong, tapi baru saja menggenggam ponsel, seluruh tenaganya langsung habis.

Kegelapan yang tidak berujung pun datang menelan dirinya.

Saat kembali membuka mata, hari sudah berganti.

Tidak lama setelah membuka matanya, dokter datang sambil membawa berkas medis, lalu berkata dengan suara tegas, "Kenapa setelah kecelakaan tidak segera dibawa ke rumah sakit? Harus sampai kehilangan begitu banyak darah dulu baru dibawa ke sini. Bukankah kalian ini sudah kelewatan?"

Mengingat kembali apa yang terjadi sebelum dia pingsan, Amalia menggerakkan bibirnya sedikit, tapi dia hanya bisa tersenyum pahit dan tidak tahu harus menjawab apa.

Haruskah dia berkata sahabat masa kecilnya sibuk menenangkan wanita lain dan membiarkannya hampir mati tanpa menolong?

Dokter tidak bertanya lebih jauh. Dia hanya lanjut berkata, "Suamimu di mana? Suruh dia mengurus administrasi rawat inapmu."

Efek bius masih belum sepenuhnya hilang dan Amalia tanpa sadar langsung menjawab.

"Di luar negeri."

Namun, belum selesai berbicara, pintu bangsal tiba-tiba terbuka.

Hugo kebetulan masuk dan menatapnya tajam. "Siapa yang di luar negeri?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 10

    Meskipun Amalia tahu akan perasaan Joey, tetapi karena dalam dua kehidupan mereka hampir tidak pernah berinteraksi. Jadi saat benar-benar berdua saja, dia tetap merasa sedikit canggung.Joey pun menyadari suasana hatinya, lalu berbicara dengan suara lembut."Semua orang memanggilmu Amalia?"Amalia tidak menyangka Joey tiba-tiba berbicara, dia pun mengangguk pelan dan menanggapi perkataannya."Ada juga Nenek dan Kakek yang memanggilku Bintang. Kamu juga boleh memanggil begitu…"Kalimatnya belum selesai, tapi wajah Amalia seketika memerah. Amalia tiba-tiba teringat tumpukan surat cinta yang hanya sempat dia lihat sekilas. Dia pun menundukkan kepala dengan sedikit rasa bersalah.Entah karena teringat sesuatu, seberkas cahaya melintas di mata Joey, sudut bibirnya membentuk senyum yang hangat."Bintang? Maksudnya seperti bintang di langit malam? Tebakanku nggak salah, 'kan?"Entah mengapa, Amalia bisa mendengar secercah kegembiraan dalam nada suara Joey.Amalia tidak bisa menahan rasa penas

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 9

    Di hadapan seluruh anggota keluarga dari kedua belah pihak, Amalia menanggapi Hugo dengan tenang dan percaya diri."Mulai sekarang, kita adalah satu keluarga."Setiap katanya seperti batu berat yang mengganjal di dada Hugo.Hugo mengepalkan tangan erat-erat dan menatap Amalia tanpa berkedip.Amalia bisa merasakan ketidakrelaan dan amarah dalam diri Hugo, tapi dia tidak memedulikannya.Amalia menggandeng tangan Joey, lalu tersenyum dan bertanya tentang rencana selanjutnya.Joey melihat jam, kemudian menatapnya kembali. Untuk pertama kalinya, sorot mata yang biasanya dingin menunjukkan kelembutan."Karena pesawat sempat tertunda saat transit, upacara meminta restu orang tua pagi tadi dibatalkan. Menurut adat, seharusnya tetap dilakukan di kediaman lama, tapi kamu sudah lelah seharian ini. Upacara seperti itu kita undur sampai besok saja. Kita pulang dan beristirahat dulu, bagaimana?"Mendengar ucapan itu, para sesepuh Keluarga Lewis pun tertawa kecil sambil menggoda."Wah, kalau menikah

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 8

    Di tengah tatapan ribuan pasang mata, Joey muncul mengenakan setelan jas hitam yang pas di tubuhnya.Dia merapikan kacamata berbingkai emasnya, lalu mengangguk ringan kepada seluruh hadirin.Tatapannya yang dingin dan dalam menyapu seluruh ruangan, memancarkan aura yang sangat kuat dan menekan.Seluruh aula mendadak sunyi, tidak ada suara sedikit pun.Para tamu undangan yang hadir terdiam kaget, tidak ada satu pun yang menyangka dalam pernikahan antara Keluarga Lewis dan Moore, mempelai prianya ternyata adalah Joey!Orang-orang yang menyaksikan di layar, semula menunggu untuk menertawakan kejadian ini, kini membeku seperti patung.Hugo menggertakkan gigi, urat di pelipisnya menegang dan suaranya penuh dengan kemarahan."Paman? Tidak mungkin!""Pasti ada yang salah!"Setelah mengatakannya, semua orang di ruangan pun kembali tersadar dan mulai bergumam tidak percaya."Benar, benar! Pembawa acaranya pasti sudah melakukan kesalahan! Mana mungkin Tuan Joey menikahi Amalia? Mereka jelas beda

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 7

    Sehari sebelum upacara pernikahan, Amalia menerima sebuah pesan singkat.Isinya hanya satu kalimat. [Aku sudah kembali, sampai jumpa besok.]Tanpa nama pengirim dan tanpa catatan apa pun, tapi Amalia tahu.Itu darinya.Joey.Hati Amalia yang sebelumnya gundah tiba-tiba merasa tenang. Malam itu, dia tidur dengan nyenyak.Keesokan harinya pukul sepuluh, iring-iringan mobil pengantin dari Keluarga Lewis tiba di rumah Keluarga Moore, diikuti dengan kamera-kamera yang merekam.Pernikahan antar keluarga konglomerat ini akan disiarkan secara langsung di seluruh kota.Hugo membuka pintu mobil dan naik ke lantai atas. Saat melihat Amalia dalam balutan gaun putih, matanya seketika memancarkan kekaguman.Entah mengapa, Hugo merasa begitu familier dengan adegan ini sebelumnya dan sempat melamun sebentar.Setelah diingatkan oleh orang di sampingnya, barulah Hugo mengulurkan tangan kepada Amalia.Namun, Amalia tidak menyambutnya. Dia memandang Hugo dengan tenang, lalu berkata dengan datar, "Hugo, ka

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 6

    Setelah mengetahui Joey menyukai ikan, keesokan harinya Amalia pergi ke kolam ikan milik keluarganya. Dia bersiap untuk menangkap beberapa ekor guna berlatih memasak, agar kelak bisa memasakkannya untuk Joey.Baru saja Amalia memilih ikan yang disukainya, begitu membalikkan badan, dia melihat Karina yang entah bagaimana bisa masuk dan sedang berjalan ke arahnya.Dia memutar-mutar jari-jarinya dan memasang wajah sedih."Nona Amalia, apa kamu marah karena Hugo melukai tangannya saat melindungiku? Itu semua salahku. Kalau ingin menyalahkan, salahkan saja aku. Aku tahu kamu adalah tunangannya, sementara aku hanya anak seorang pembantu, aku nggak pantas membuatnya begitu mengkhawatirkanku..."Mendengar nada bicaranya yang berpura-pura polos itu, Amalia mengernyitkan dan berbalik untuk pergi.Namun, Karina tiba-tiba meraih tangannya. Di bawah tatapan bingung Amalia, dia memperlihatkan senyum menantang.Sebelum Amalia sempat memahami perubahan sikap itu, dia melihat Karina mengangkat tangan d

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 5

    Barulah saat itu Amalia menoleh dan menatapnya sejenak. Nada bicaranya yang selama ini selalu dingin, kini terselip kegembiraan yang sulit disembunyikan."Pamanmu sudah kembali ke negara ini?"Melihatnya kembali seperti biasa, Hugo tersenyum samar dan tampak sudah menduganya."Ya. Kamu segitu nggak sabarnya ingin menikah denganku? Tenang saja, aku pasti akan datang ke upacara pernikahan itu. Namun, setelah ini, jangan lagi bersikap seperti tadi. Permainan tarik-ulur sesekali masih bisa ditoleransi, tapi kalau terlalu sering, aku juga muak."Sambil berbicara, Hugo membuka pintu mobil.Amalia tahu percuma saja menjelaskan karena Hugo tidak akan percaya. Jadi kali ini, dia memilih untuk tidak repot-repot menjelaskan. Begitu duduk di kursi penumpang depan, Amalia langsung berkata, "Aku mau pulang dulu, berdandan, dan ganti baju."Melihat betapa seriusnya Amalia mempersiapkan diri untuk acara malam ini, Hugo mengira itu semua karena Amalia terlalu mencintainya dan ingin tampil sebaik mungki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status