Malam ini, terjadi pertemuan dua keluarga. Tn. Lee sudah lama mengenal Tn. Choi dan sangat mengaguminya karena cara kerjanya dan cara ia mendidik anak – anaknya.
Belum lagi Tn. Choi yang menikah dengan wanita Rusia, anak – anaknya tidak hanya tampan, tapi juga berpendidikan.
Sementara Tn.Lee seorang single parent karena ibu Hwan meninggal setelah melahirkannya, ia memutuskan tidak menikah lagi setelah itu dan sudah hampir 30 tahun ia menjadi duda.
Ji Eun dan kelarganya sampai di Restoran Jangseng Geongangwon di Gangnam, disinilah Tn. Choi dan Tn. Lee pertama kali bertemu sebagai partner bisnis dan tempat ini menjadi tempat bertemu mereka.
Restoran ini juga terkenal sekali dengan cita rasanya yang khas dan terjamin.
“Sajangnim !.”
“Oh, Lee sajang !.”
“Bagaimana kabarmu ?…,” Tanya Tn. Choi sementara Ny. Choi dan Ji Eun membungkuk dengan sopan.
“Oh, Ji Eun ah, omo (astaga). Kau membesarkan barbie hidup, astaga. Kalau dia memenuhi ajakan agensi aku yakin Song Hye Kyo akan kalah,” Puji Tn.Lee
“Hei, hei sudahlah. Kau selalu mengatakan hal yang sama setiap bertemu Ji Eun, duduklah,” Ujar Tn. Choi.
“Ji Eun-ah, kenapa masih berdiri disana ?, duduklah.”
Ji Eun mendongak melihat ke arah sumber suara yang terdengar begitu merdu di telinganya.
“ITU HWAN !,” Jeritnya dalam hati.
Mereka terjebak dalam kontak mata selama beberapa detik dan Hwan tersenyum, pria itu terlihat semakin tampan dalam balutan setelan jas berwarna moka.
Ia tak bisa berhenti menatap dan begitupun dengan Ji Eun.
“Bagaimana kabarmu, Nyonya Choi ?,” Tanya Hwan.
“Tentu saja baik, kau semakin tampan saja Hwan-ah,” Sahut Ny.Choi.
“Ah, kamsahamnida (thank you), Sepertinya putrimu juga semakin cantik saja. Terakhir kali bertemu ia masih sangat kecil dan malu – malu,” Ujar Hwan. Seketika Ji Eun memerah.
“Ah, lihatlah Ji Eun tersipu.”
“Kau memang sangat cantik, Ji Eun-ah,” Ujar Hwan.
“Gomawo,” Balas Ji Eun.
“Bagaimana, kurasa tidak perlu basa – basi lagi, Hwan adalah putraku satu – satunya dan aku merasa terlalu tua untuk tetap bekerja, aku ingin ia segera meneruskan perusahaanku. Karena calon istrinya yang cerdas dan kompeten, aku merasa lebih aman menyerahkan jabatan kepadanya kalau ia sudah menikah. Aku juga ingin segera punya cucu,” Ujar Tn.Lee
Semua orang tertawa mendengar ucapan Tn.Lee.
“Aku pun begitu, kedua anak bujangku belum juga mau menikah. Hanya Ji Eun satu – satunya harapanku, aku juga ingin segera menimang cucu,” Sahut Tn.Choi.
“Kalau begitu beri aku sedikit waktu agar Ji Eun bisa terbiasa denganku lalu mencintaiku, bukan begitu Ji Eun ?,” Tanya Hwan.
“Kalau itu yg kau minta, baiklah. Tapi aku tak butuh waktu karena aku sudah mencintaimu,” Ujar Ji Eun seadanya.
Hwan tersenyum, senyum yg seketika melelehkan hati Ji Eun.
“Baiklah, aku akan menjemputmu besok untuk mencari – cari gaun yg cocok,” Ujar Hwan.
“Eoh, secepat itu ?,” Tanya Ji Eun.
Hwan mengangguk, masih tersenyum.
“Sambil berkencan, kau mau berkencan denganku kan ?,” Tanya Hwan.
“Ah, ne. Tentu saja,” Jawab Ji Eun canggung.
Mereka terdiam masih saling menatap dan Ji Eun masih tidak percaya apa yg dikatakan Hwan.
Rasanya seperti mimpi bisa bertemu dan berbincang dengan Hwan hari ini, pria yang selama ini hanya ia lihat foto.
“Lihatlah, Lee sajang. Dari mana ia belajar keromantisan ini,” Goda Tn.Choi.
“Baiklah, ayo kita beri waktu untuk mereka berdua. Ayo pindah meja,” Ujar Ny. Choi.
“Ah, tidak perlu pindah segala eom..,” Hwan menahan tangan Ji Eun yang ingin mencegah orangtuanya pindah meja.
“Kita sudah lama sekali tidak bertemu, ayolah,” Ujar Hwan.
Ji Eun kembali duduk dan beradu tatap dengan Hwan.
“Kita akan menghabiskan banyak waktu mulai sekarang,” Ujar Hwan seraya meraih tangan Ji Eun.
Ji Eun tersenyum malu – malu, “Ne, oppa.”
“Lihat aku Choi Ji Eun, kenapa kau menunduk ?, apa aku kurang tampan malam ini ?,” Tanya Hwan.
Ji Eun mendongak dan menatap Hwan.
“Tidak, aku hanya agak malu. Lagipula oppa selalu tampan, kau tahu itu kan ?.” Ujarnya pelan.
Hwan tersenyum.
“Kau bilang kau sudah mencintaiku kan ?, kau harus mulai membuktikannya mulai sekarang,” Ujarnya.
“Ne, tentu akan kubuktikan.”
“Jangan mengabaikan setiap pesan dan panggilanku, aku akan menjemputmu dan bertemu denganmu setiap hari. Karena kita akan menjalani hubungan yang Panjang dan tak berujung, aku tidak mau kau berhenti mencintaiku,” Ujar Hwan.
Ji Eun yang malu – malu akhirnya menyunggingkan senyum.
“Jangan khawatir, aku akan membanjirimu dengan semua cinta yang kupunya sampai napas terakhirku,” Ujarnya.
“Janji ?,” Tanya Hwan.
“Eoh, tentu saja !.”
Ji Eun merenggangkan tubuh lelahnya dan meraih segelas air putih dari dispenser di ruangannya. Ia menghabiskan berjam – jam mengikuti rapat unit tadi, ada sedikit masalah jadi ia harus berlama – lama disana.“Aera-ssi,” Ia berusaha memanggil sekretarisnya, tapi tiba – tiba saja gadis itu sudah masuk.“Aku baru saja mau memanggilmu, ada apa ?,” Tanya Ji Eun.“Ada tamu, samunim.”“Siapa ?, suruh dia masuk,” Ujar Ji Eun karena melihat bayangan pria di pintu masuk.“Kau sedang sibuk ?.”Ji Eun menelan ludah dan langsung tersenyum, “Anio (no), duduklah,” Ujar Ji Eun sambil mengode sekretaris nya untuk keluar.“Ada apa ?, kenapa tiba – tiba kesini ?,” Tanya Ji Eun gugup.“Kau lupa ?, aku bilang akan menjemputmu siang ini,” Ujar Hwan.“Ah, benar juga. Untungnya rapat ku sudah selesai, sudah makan siang ?
THAT NIGHT“Aku mulai khawatir mengajakmu berkencan,” Ujar Hwan, membuka pembicaraan.“Eoh, kenapa ?, kau tidak suka cara berpakaianku ?,” Tanya Ji Eun yang seketika panik.“Bukan begitu, hei, dengarkan aku dulu. Apapun yang kau pakai selalu membuatmu cantik, aku khawatir saja ada yang merebutmu,” Ujar Hwan.Ji Eun berusaha menahan tawanya dan pipinya memerah.“Oppa sudah berapa kali pacarana ?,” Tanya Ji Eun.“Kenapa tiba – tiba menanyakannya ?,” Hwan balik bertanya.“Mulutmu manis sekali, seolah sudah terlatih untuk merayu wanita,” Ujar Ji Eun.“HEY !,” Hwan menoleh sekilas dan melotot.Ji Eun terkekeh, “Kalau begitu kenapa pandai sekali merayu ?,” Tanya Ji Eun.“Aku sebenarnya pandai bernegosiasi, bukan merayu. Dan aku orang yang cukup jujur dan spontan, jadi apa yang kukatakan buk
Hari ke-20Hwan dan Ji Eun memang sudah kenal lama. Tapi sudah lama juga mereka tak bertemu. Banyak sekali waktu yang mereka habiskan tanpa satu sama lain.Sebagai calon istri yang baik, Ji Eun ingin sekali mengenal calon suaminya dengan baik. Mengetahui kebiasaannya, hal yang ia sukai dan hal – hal yang tidak ia sukai. Makanan kesukaannya, atau bahkan alerginya.Hwan juga memancarkan aura yang hangat di samping ketampanannya, ia berhasil membuat Ji Eun nyaman setiap kali mereka bersama.Siang ini, Aera, yang profesinya sebagai sekretaris sedang membantu atasannya untuk membuat kimbap sayur.Sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan sehari – harinya.Usai rapat, Ji Eun berbelanja bahan untuk membuat kimbap dan meminta Aera untuk membantunya.“Ah, samunim, lalu kapan kalian akan menikah ?,” Tanya Aera.Ji Eun mengendikkan bahu dan menjawab, “Kami masih dalam proses pendekatan, aku harus mem
Waktu terasa berjalan lebih cepat daripada biasanya bagi kedua manusia ini.Hwan sedang disibukkan dengan persiapan peresmian anak perusahaan baru di New York, banyak sekali orang yang harus ia temui dan rapat yang dihadiri.Begitupun dengan Ji Eun, ia harus menyiapkan berkas – berkas untuk audit tahunan dan pemeriksaan dari kementerian pajak. Belum lagi ada beberapa proyek pengembangan transportasi pemerintah yang memakai jasa konstruksi perusahaannya.Mereka bahkan hampir tidak sadar kalau sudah beberapa minggu tidak bertemu.Ji Eun merapikan sedikit rambutnya lalu meraih tas, sudah beberapa hari ini ia menginap berpindah – pindah hotel karena beberapa rapat dan agenda lain diselenggarakan di luar Seoul.Seperti hari ini, di Pohang.“Eonnie, kau sudah siap ?,” Tanya Aera.“Eoh, kau sendiri ?,” Ji Eun mengintip dari dressing roomnya.“Aku sudah siap, ayo kita sarapan,” Ajak
Ji Eun mengeringkan rambutnya seraya duduk di depan meja riasnya. Malam ini ia ada janji makan malan hanya dengan calon ayah mertuanya. Sekaligus ia ingin mendengar beberapa cerita tentang Hwan.Mereka sudah lama tidak bertemu, dan bahkan di pertemuan mereka, hanya sebatas makan siang.“Ji Eun-ah, omo, kau baru mandi ?.”Senyum Ji Eun memudar, “Aku yang seharusnya bilang omo, tidak bisakah kau ketuk pintunya dulu !.”“Ne..,” Kakak sulungnya itu keluar lagi dan mengetuk pintu, lalu kembali masuk.“Ada apa ?,” Tanya Ji Eun.“Kau punya lipstick merah yang tidak terpakai ?.”Ji Eun mengerutkan dahinya karena heran, apa – apaan ini, “Kenapa ?, mau belajar make up ?,” Tanya Ji Eun.“Aku kehabisan cat merah,” Jawabnya.Ji Eun menghela napas, “Baiklah, ambil di laci paling bawah rak hitam,” Ujar Ji Eun.“Kenapa tida
Hai temen - temen online !,I'm back, kemarin tanggal 30 September, at the end of the month aku akhirnya dapet email untuk menandatangani kontrak dan siap lanjutin cerita ini.Lil notes, cerita ini terinspirasi sama kehidupan seseorang yang aku harap bisa menjadi pelajaran buat kita.Pelajaran apa ?.Yang pasti tentang kehidupan, karena pelajaran tentang kehidupan gaada kuliahnya, gaada kursusnya, gaada modulnya dan gaada dosennya. Kita harus belajar tentang kehidupan dari hidup itu sendiri.Well, jangan terlalu serius !, semoga kalian enjoy sama ceritaku, aku juga menerima request tentang cerita apa yang pingin kalian baca.Let me know !, kalian juga bisa DM aku di Instagram buat request cerita, see you !
Dua minggu setelah makan malam, Ji Eun belum juga punya kesempatan untuk bertemu dengan calon suami yang sangat ia rindukan. Tapi setidaknya mereka sudah bicara via telpon beberapa kali.Ji Eun lembur sejak kemarin, meski banyak pekerjaan yang sudah ia selesaikan, ternyata banyak juga yang masih harus dikerjakan. Waktu menunjukkan pukul 21.30.Gadis itu meletakkan kembali botol air minumnya.“Aigoo, kapan selesainya ?,” Gumamnya.“Eonnie..,” Aera masuk.“Eoh, ?.”“Aku boleh pulang duluan ?,” Tanya Aera ragu.“Tentu, pulanglah. Hati – hati di jalan, sudah larut,” Pesan Ji Eun“Ne, kamsahamnida.” Aera pun keluar dan tentunya pulang.“Astaga, mataku. Apa masih banyak, oh ? kurang lima lembar,” Ji Eun Kembali berusaha fokus karena tinggal sedikit lagi ia akan selesai. Setelah memeriksa laporan, ia harus mengirimkannya ke Kementrian Keuangan dan beberapa
“Pinggangnya kurang kecil, kalau kau mengecilkan bagian pinggangnya sedikit lagi, kurasa gaun ini akan sempurna.”“Ah, ne. Kulihat – lihat, tubuhnya sangat proporsional ya, kurasa kau cocok menggunakan konsep “The Queen”,” Ujar wanita berusia di pertengahan 30 tahun an itu.“Ah, benarkah ?, bolehkah aku memakai tiara ?,” Tanya Ji Eun.“Tentu, suamimu menatapkan budget yang cukup besar,” Jawabnya.“Benarkah ?.”“Ne. Hati – hati, aku akan melepaskan gaunnya sekarang,” Ujar si desainer“Ne.”“Tapi kau sudah cocok dengan model gaunnya kan ?.”“Ne, aku suka sekali dengan desainnya. Kau tidak pernah mengecewakan Ashley-ssi,” Ujar Ji Eun.Ashley Choi sudah dua tahun menjadi desainer langganan keluarga Ji Eun. Awalnya ibunya menemukan desainer muda dan berbakat ini pada acara Seoul Weekly Fashion, ia tertarik dengan