“Tolong kirimkan ke bagian keuangan, aku harus mendapatkan hasil auditnya segera sebelum rapat direksi.”
“Baik nyonya, kukirim sekarang,” Ujar seorang sekretaris berwajah lonjong itu.
“Gomawo (terima kasih), oh ya dan satu lagi, Han-biseo, kosongkan jadwalku di hari Kamis.”
“Baik, sajangnim mengajak anda makan malam kan ?,” Tanya si sekretaris.
“Hmm, yeah tiba – tiba sekali.”
“Kureom (alright), aku Kembali ke ruanganku dulu.”
“Ne, samunim (nyonya).”
Gadis cantik berusia 24 tahun itu bernama Choi Ji Eun, ia putri seorang presdir perusahaan multinasional terbesar ketiga di Asia. Ia sangat berbakat dan cantik, tidak heran di usianya yg masih muda ia menjabat sebagai Direktur Keuangan di Hanguk Inc.
Ia anak bungsu dari tiga bersaudara, kedua kakak laki – lakinya melebarkan sayap perusahaan di Amerika dan Eropa. Sedangkan Ji Eun dipercaya untuk memegang perusahaan di Korea karena dia satu – satunya anak perempuan keluarga ini.
Presdir Choi sangat beruntung karena anak – anaknya sangat berbakat dan tidak perlu dipaksa untuk melanjutkan perusahaan keluarga ayahnya ini.
Ketika sedang asyik trading, tiba – tiba ponsel Ji Eun berdering.
“Oh, yoboseyo abeoji (halo, ayah),” Ujarnya.
“Jangan lupa aku menunggumu besok,” Ujar Presdi Choi.
“Oh, baiklah, jangan khawatir, aku tidak pikun abeoji (dad),” Balas Ji Eun.
“Ya sudah kembalilah bekerja,” Ujar Presdir.
“Oh (yes).”
Waktu menunjukkan pukul 21.45 ketika Ji Eun memutuskan untuk pulang, ia sudah menyelesaikan banyak tugas, dan tidak ada yg tertinggal. Ia menuju ke basement dan mengemudikan Hyundai Palisadenya menuju rumah.
“I’m home !,” Ujarnya Ketika sampai di rumah.
“Oh, kau sudah datang. Sudah makan ?,” Tanya sang ibu.
“Sudah.”
“Ji Eun-ah, kemari sebentar,” Ujar ayahnya yg sedang duduk di sofa.
“Oh, ada apa abeoji ?,” Tanya Ji Eun.
Ji Eun meletakkan tasnya dan duduk di samping sang ayah. Sepertinya ada yang harus dibicarakan.
“Kau tahu susah sekali kan menyuruh oppa – oppamu untuk menikah, kau juga tahu kalau kau sudah dijodohkan, aku rasa sudah waktunya kau menemui Hwan,” Ujar Sang ayah.
“Lee Hwan ?,” Tanya Ji Eun.
“Tentu saja, Hwan mana lagi yg akan menikahimu.”
“Lee Hwan ?,” Tanya Ji Eun tak percaya.
“Kenapa kau terlihat sangat terkejut ?,” Tanya sang ibu seraya meletakkan segelas yoghurt di hadapan Ji Eun.
“Ah, sudah lama sekali tak terdengar kabarnya. Kukira perjodohannya batal dan Lee Hwan sudah menikah,” Ujar Ji Eun.
Sang ibu dan ayah tertawa, “Aigoo (astaga), kenapa mengira perjodohannya batal, apa selama ini kau memikirkannya ?,” Tanya sang ibu.
“Ne, aku, aku sangat menyukainya,” Ujar Ji Eun dengan suara yang tiba – tiba melirih.
“Kalau begitu segera mandi !, kau mau terlambat menemui calon suamimu ?,” Tanya sang ayah.
“Ne !.”
Ji Eun langsung berlari menuju ke kamarnya di lantai dua.
“Kau yakin Hwan akan menyukainya ?,” Tanya sang ibu.
Sang ayah tersenyum, “Dia perempuan dengan kepribadian dan wajah yang cantik, cepat atau lambat Hwan akan jatuh cinta.”
Sementara Ji Eun yg girang bukan kepalang langsung mandi berendam dan membersihkan badannya, ia melakukan beberapa treatment seperti UV Mask dan entah apa saja.
Padahal pertemuannya masih besok.
Ji Eun pertama kali bertemu Lee Hwan saat usianya 10 tahun dan Hwan 15 tahun, mereka dijodohkan karena ayah Hwan merasa berhutang budi kepada ayah Ji Eun dan sekaligus memperkuat perusahaan ayah Ji Eun.
Selain itu, Ayah Hwan pernah berkata kalau ia tidak mau menikahkan putranya dengan sembarang orang.
Mereka jarang bertemu karena Hwan kuliah di Australia dan Ji Eun di Amerika.
“Ah !!.”
Ji Eun berteriak di balik bantal.
“Astagaa, aku akan bertemu Hwan,” Gumamnya keras.
Ia mengatur napasnya dan menutup matanya, berusaha terlelap.
Esoknya, entah mengapa Ji Eun merasa hari berakhir dengan cepat, ia pun pulang lebih cepat.
Ia mengambil kemeja berlengan balon dengan bahan sifon berwarna putih dengan motif bunga kecil dan rok biru muda, ia mengitari walk in closet nya beberapa kali dan mengambil sebuah tas putih channel berukuran 18 cm dan sepasang sepatu hak tahu putih setinggi 8 cm.
Ji Eun tersenyum di depan kaca dan mengoleskan lip cream berwarna peachy nude, serta memakai sepasang anting silver dari platina.
Sepasang mata kehijaunnya terlihat berbinar dengan eyeshadow paduan gradasi warna cokelat dengan sedikit glitter, hidungnya mancung tanpa contour dan rahangnya tampak sempurna ketika ia mengibaskan rambutnya.
Last touch, parfum Bvlgari.
Perfect.
Ny. Choi hampir menjatuhkan tasnya ketika melihat Ji Eun keluar dari kamarnya.
“Yeobo, lihatlah gadis Rusiamu,” Ujar Ny.Choi.
Tn. Choi tersenyum, “Ayo buat Hwan mengiris jarinya saat melihatmu,” Ujanya.
“Apa – apaan, kau pikir aku Joseph ?,” Sahut Ji Eun. Berangkatlah mereka dengan mengendarai Mercedes.
“Eoh, Joseph perempuan, jadi Josephine ya,” Gurau sang ayah.
Waktu menunjukkan pukul 20.00, Ji Eun dan keluarganya melaju menuju restoran dengan Mercedes kesayangan mereka.
Malam ini, terjadi pertemuan dua keluarga. Tn. Lee sudah lama mengenal Tn. Choi dan sangat mengaguminya karena cara kerjanya dan cara ia mendidik anak – anaknya.Belum lagi Tn. Choi yang menikah dengan wanita Rusia, anak – anaknya tidak hanya tampan, tapi juga berpendidikan.Sementara Tn.Lee seorang single parent karena ibu Hwan meninggal setelah melahirkannya, ia memutuskan tidak menikah lagi setelah itu dan sudah hampir 30 tahun ia menjadi duda.Ji Eun dan kelarganya sampai di Restoran Jangseng Geongangwon di Gangnam, disinilah Tn. Choi dan Tn. Lee pertama kali bertemu sebagai partner bisnis dan tempat ini menjadi tempat bertemu mereka.Restoran ini juga terkenal sekali dengan cita rasanya yang khas dan terjamin.“Sajangnim !.”“Oh, Lee sajang !.”“Bagaimana kabarmu ?…,” Tanya Tn. Choi sementara Ny. Choi dan Ji Eun membungkuk dengan sopan.“Oh, Ji Eun ah, omo (astag
Ji Eun merenggangkan tubuh lelahnya dan meraih segelas air putih dari dispenser di ruangannya. Ia menghabiskan berjam – jam mengikuti rapat unit tadi, ada sedikit masalah jadi ia harus berlama – lama disana.“Aera-ssi,” Ia berusaha memanggil sekretarisnya, tapi tiba – tiba saja gadis itu sudah masuk.“Aku baru saja mau memanggilmu, ada apa ?,” Tanya Ji Eun.“Ada tamu, samunim.”“Siapa ?, suruh dia masuk,” Ujar Ji Eun karena melihat bayangan pria di pintu masuk.“Kau sedang sibuk ?.”Ji Eun menelan ludah dan langsung tersenyum, “Anio (no), duduklah,” Ujar Ji Eun sambil mengode sekretaris nya untuk keluar.“Ada apa ?, kenapa tiba – tiba kesini ?,” Tanya Ji Eun gugup.“Kau lupa ?, aku bilang akan menjemputmu siang ini,” Ujar Hwan.“Ah, benar juga. Untungnya rapat ku sudah selesai, sudah makan siang ?
THAT NIGHT“Aku mulai khawatir mengajakmu berkencan,” Ujar Hwan, membuka pembicaraan.“Eoh, kenapa ?, kau tidak suka cara berpakaianku ?,” Tanya Ji Eun yang seketika panik.“Bukan begitu, hei, dengarkan aku dulu. Apapun yang kau pakai selalu membuatmu cantik, aku khawatir saja ada yang merebutmu,” Ujar Hwan.Ji Eun berusaha menahan tawanya dan pipinya memerah.“Oppa sudah berapa kali pacarana ?,” Tanya Ji Eun.“Kenapa tiba – tiba menanyakannya ?,” Hwan balik bertanya.“Mulutmu manis sekali, seolah sudah terlatih untuk merayu wanita,” Ujar Ji Eun.“HEY !,” Hwan menoleh sekilas dan melotot.Ji Eun terkekeh, “Kalau begitu kenapa pandai sekali merayu ?,” Tanya Ji Eun.“Aku sebenarnya pandai bernegosiasi, bukan merayu. Dan aku orang yang cukup jujur dan spontan, jadi apa yang kukatakan buk
Hari ke-20Hwan dan Ji Eun memang sudah kenal lama. Tapi sudah lama juga mereka tak bertemu. Banyak sekali waktu yang mereka habiskan tanpa satu sama lain.Sebagai calon istri yang baik, Ji Eun ingin sekali mengenal calon suaminya dengan baik. Mengetahui kebiasaannya, hal yang ia sukai dan hal – hal yang tidak ia sukai. Makanan kesukaannya, atau bahkan alerginya.Hwan juga memancarkan aura yang hangat di samping ketampanannya, ia berhasil membuat Ji Eun nyaman setiap kali mereka bersama.Siang ini, Aera, yang profesinya sebagai sekretaris sedang membantu atasannya untuk membuat kimbap sayur.Sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan sehari – harinya.Usai rapat, Ji Eun berbelanja bahan untuk membuat kimbap dan meminta Aera untuk membantunya.“Ah, samunim, lalu kapan kalian akan menikah ?,” Tanya Aera.Ji Eun mengendikkan bahu dan menjawab, “Kami masih dalam proses pendekatan, aku harus mem
Waktu terasa berjalan lebih cepat daripada biasanya bagi kedua manusia ini.Hwan sedang disibukkan dengan persiapan peresmian anak perusahaan baru di New York, banyak sekali orang yang harus ia temui dan rapat yang dihadiri.Begitupun dengan Ji Eun, ia harus menyiapkan berkas – berkas untuk audit tahunan dan pemeriksaan dari kementerian pajak. Belum lagi ada beberapa proyek pengembangan transportasi pemerintah yang memakai jasa konstruksi perusahaannya.Mereka bahkan hampir tidak sadar kalau sudah beberapa minggu tidak bertemu.Ji Eun merapikan sedikit rambutnya lalu meraih tas, sudah beberapa hari ini ia menginap berpindah – pindah hotel karena beberapa rapat dan agenda lain diselenggarakan di luar Seoul.Seperti hari ini, di Pohang.“Eonnie, kau sudah siap ?,” Tanya Aera.“Eoh, kau sendiri ?,” Ji Eun mengintip dari dressing roomnya.“Aku sudah siap, ayo kita sarapan,” Ajak
Ji Eun mengeringkan rambutnya seraya duduk di depan meja riasnya. Malam ini ia ada janji makan malan hanya dengan calon ayah mertuanya. Sekaligus ia ingin mendengar beberapa cerita tentang Hwan.Mereka sudah lama tidak bertemu, dan bahkan di pertemuan mereka, hanya sebatas makan siang.“Ji Eun-ah, omo, kau baru mandi ?.”Senyum Ji Eun memudar, “Aku yang seharusnya bilang omo, tidak bisakah kau ketuk pintunya dulu !.”“Ne..,” Kakak sulungnya itu keluar lagi dan mengetuk pintu, lalu kembali masuk.“Ada apa ?,” Tanya Ji Eun.“Kau punya lipstick merah yang tidak terpakai ?.”Ji Eun mengerutkan dahinya karena heran, apa – apaan ini, “Kenapa ?, mau belajar make up ?,” Tanya Ji Eun.“Aku kehabisan cat merah,” Jawabnya.Ji Eun menghela napas, “Baiklah, ambil di laci paling bawah rak hitam,” Ujar Ji Eun.“Kenapa tida
Hai temen - temen online !,I'm back, kemarin tanggal 30 September, at the end of the month aku akhirnya dapet email untuk menandatangani kontrak dan siap lanjutin cerita ini.Lil notes, cerita ini terinspirasi sama kehidupan seseorang yang aku harap bisa menjadi pelajaran buat kita.Pelajaran apa ?.Yang pasti tentang kehidupan, karena pelajaran tentang kehidupan gaada kuliahnya, gaada kursusnya, gaada modulnya dan gaada dosennya. Kita harus belajar tentang kehidupan dari hidup itu sendiri.Well, jangan terlalu serius !, semoga kalian enjoy sama ceritaku, aku juga menerima request tentang cerita apa yang pingin kalian baca.Let me know !, kalian juga bisa DM aku di Instagram buat request cerita, see you !
Dua minggu setelah makan malam, Ji Eun belum juga punya kesempatan untuk bertemu dengan calon suami yang sangat ia rindukan. Tapi setidaknya mereka sudah bicara via telpon beberapa kali.Ji Eun lembur sejak kemarin, meski banyak pekerjaan yang sudah ia selesaikan, ternyata banyak juga yang masih harus dikerjakan. Waktu menunjukkan pukul 21.30.Gadis itu meletakkan kembali botol air minumnya.“Aigoo, kapan selesainya ?,” Gumamnya.“Eonnie..,” Aera masuk.“Eoh, ?.”“Aku boleh pulang duluan ?,” Tanya Aera ragu.“Tentu, pulanglah. Hati – hati di jalan, sudah larut,” Pesan Ji Eun“Ne, kamsahamnida.” Aera pun keluar dan tentunya pulang.“Astaga, mataku. Apa masih banyak, oh ? kurang lima lembar,” Ji Eun Kembali berusaha fokus karena tinggal sedikit lagi ia akan selesai. Setelah memeriksa laporan, ia harus mengirimkannya ke Kementrian Keuangan dan beberapa