Ji Eun hanya bisa tidur beberapa jam tadi malam, ia tidak menyangka kehidupan yg ia impikan selama ini hanya akan jadi khayalan. Ia berusaha menepis kenyataan dan berharap kalau yg Hwan katakan hanya mimpi.
Tapi melihat Hwan yg tidak ada di sisinya pada malam pertama, dan ia mendengar desahan dari kamar lain, ini bukan mimpi.
Seolah semua kisah manis yang terjadi sebelum pernikahan mereka hanya naskah drama.
Waktu menunjukkan pukul 05.30 ketika ia menyerah untuk kembali tidur. Rasanya dia tidak mungkin bisa tidur lagi.
Ia mencoba bangkit meski kepalanya berdenyut karena menangis semalaman dan kelelahan. Ia membasuh tubuhnya dan melihat wajahnya di cermin.
“Apa aku kurang cantik untuk memikatnya ?,” Gumamnya pada sendiri.
Ia membuka jendela kamarya dan tersenyum.
“Rumah ini bagus sekali, udaranya, bahkan pemandangannya,” Gumamnya
Ji Eun mengikat rambut panjangnya dan beranjak keluar setelah mengenakan pak
Aera berari menuju ke pusat medis bersama dua orang bodyguard, salah satu dari mereka menggendong Ji Eun.Ji Eun pingsan.Sementara dia Ji Eun dirawat, Aera memutuskan untuk menelepon Hwan. Karena kini mereka sekantor, tidak perlu waktu lama untuk sampai kesini.“Ne, daepyonim. Ini aku, Aera, sekretaris samunim. Samunim baru saja tidak sadarkan diri. Dia sekarang berada di pusat medis,” Ujar Aera.“Mweo (apa) ?!, baiklah, aku pergi,” Ujar Hwan di seberang.Hwan harus berakting sebagai “suami yang baik” saat banyak orang. Ia pun bergegas menuju ke pusat medis di gedung selatan.“Chagiya (sayang)?!.”Hwan duduk di kursi di samping ranjang Ji Eun dan langsung menggenggam tangannya. Ia sedang diinfus di pusat perawatan Kesehatan kantor.“Apa yang terjadi ?,” Tanya Hwan.“Samunim kelelahan dan kekurangan cairan, Daepyonim. Tadi dokter bilang samunim juga sedang
Ji Eun sedang mengantarkan suaminya menuju mobil ketika wanita itu datang.Siapa lagi kalau bukan Yuri. Wanita berambut pendek ini memiliki kesan wajah yg antagonis dan ya, seperti wajah wanita bar. Kalah jauh dengan Ji Eun.“Yeoboooo..,” Dan di depan Ji Eun mereka langsung sosor sosor tanpa peringatan. Ji Eun seketika beranjak.“Kenapa?, kenapa kau langsung pergi ?,” Tanya Yuri.“Kau sudah sarapan Yuri-ssi ?, aku baru mau ambilkan sarapan untukmu,” Ujar Ji Eun mengalihkan pembicaraan.“Boleh, aku juga mau jus yg sama dengan Hwan.”“Ne.”Ahjumma yg sedang mencuci piring menghela napas Ketika melihat Ji Eun, baru kali ini ia melihat bidadari seperti Ji Eun.“Gomawo (terima kasih),” Ujar Yuri Ketika Ji Eun menghidangkan sarapan untuknya.Setelah mereka berangkat kerja, mulailah Ji Eun berbenah, dibantu para pelayan, ia mengatur rumah. Sep
Ji Eun terbangun dan mendapati cahaya matahari yg memasuki sela tirainya“Aigoo,” Ia berusaha bangkit dan melihat jam, ia bergegas mandi dan ketika melihat jam menunjukkan pukul 07.00.“Astaga, berapa lama aku tak sadar,” Gumamnya. Ia beranjak turun dan melihat ke sekelilingnya seraya mengumpulkan nyawa.“Tunggu, bukankah ini kamar Hwan ?,” Ji Eun langsung berdiri dan beranjak keluar, ia berlari ke kamarnya dan membuka pintunya secara perlahan. Benar saja, Hwan sedang tidur disana.Sendirian.Ia mengendap – endap dan mengambil baju serta alat mandinya, kalau mandi disini ia akan menggangu tidur Hwan.Usai mandi, Ji Eun turun dan mendapati seorang wanita paruh baya sedang sibuk di dapur.“Annyeong haseyo,” Ia berusaha menyapanya.“Eoh, anyeonghaseyo samunim namaku Han Soo Ri . Kita belum sempat berkenalan kemarin karena asyik berbincang. Apa anda sudah merasa baikan ?,&
Ji Eun merasa tubuhnya terkunci, dan ketika membuka mata, ia melihat wajah suami tampannya di depan matanya. Ji Eun tersenyum tipis dan berusaha melepaskan lingkaran lengan Hwan. Namun Ketika melangkah turun dari kasur.“Akh…”Ia berjalan tertatih – tatih karena tubuhnya terasa ngilu, entah berapa jam yg mereka habiskan tadi malam, tapi sekujur tubuhnya terasa ngilu. Ji Eun membasuh tubuhnya dan memilih baju di walkin closetnya. Ia akan ke kantor hari ini, karena kemarin sudah tidak masuk.Senyumnya terkembang mengingat yang terjadi tadi malam.Memangnya apa yang terjadi malam ?.Flashback…“Cucu ?, sebentar. Jelaskan padaku apa yang terjadi,” Ujar Hwan. Ia beranjak dari tempatnya duduk dan menyuruh Ji Eun bangkit.“Eomma, aku baru saja dikabari eomma masuk RS dan kondisinya gawat. Eomma menderita komplikasi kanker hati dan ginjal, hanya tersisa 4 bulan atau kurang bagi eomma
Kondisi vital Ny.Choi menurun secara drastis saat operasi berlangsung. Bahkan kalau operasi dihentikan, ia tetap tidak akan terselamatkan. Dokter dan timnya sudah berusaha semampu mereka.Jong Suk masih memegang kertas USG yg Ji Eun jatuhkan saat adiknya jatuh pingsan.Ji Eun baru saja melakukan pemeriksaan di dokter obgyn dan ingin menyampaikan berita bahagia ini.Namun ketika dikabari sang ibu baru saja menghembuskan napas terakhir, ia ambruk.“Apa benar itu milik Ji Eun ?,” Tanya Joon Woo.“Kau tidak lihat nama diatasnya ?, Choi Ji Eun,” Jawab Jong Suk sewot.“Ah, dia benar- benar keponakan kita,” Gumam Joon Woo pelan. Masih dengan muka kucel dan sembap karena berada di RS berhari – hari, Jong Suk dan Joon Woo sudah memakai setelan jas hitam. Tiba – tiba seorang pria memasuki ruangan Ji Eun.“Hyung…”“Eoh, kau disini, Ji Eun pingsan ketika kami memberit
Hari berganti minggu dan berganti bulan, selama beberapa bulan belakangan ini, Hwan jarang sekali pulang ke rumah. Entah apa yan dilakukannya, Ji Eun hanya memastikannya sehat dan baik – baik saja.Tidak lupa ia juga memeriksakan kandungannya, meski sendiri.Sore ini, ia berkunjung ke rumah ayah Hwan, sudah lama dia tak kesana. Sekalian membawakan ginseng merah premium, titipan ayah Ji Eun.“Abeonim ( Bapak ).”“Omo, ada apa sore – sore begini menantuku kemari, aigoo, jalanmu terlihat susah, apa dia berat sekali ?,” Tanya Tn.Lee.Ji Eun tertawa pelan, “ Tentu saja, dia sehat sekali didalam sini. Aku sudah lama tak kemari, bagaimana kabarmu, abeonim ?.”“Tentu saja sehat, ayo masuk.”Ji Eun duduk di sofa empuk itu dan menselonjorkan kakinya yg agak bengkak, tubunya sudah semakin berat rasanya.“Gomawo, Tn.Choi tahu sekali giseng favoritku ini,” Ujar Tn.Lee
Ji Eun menggosok rambutnya yg basah. Sekujur tubuhnya memucat dan bergetar, ia benar – benar kedinginan, wanita 24 tahun itu menyalakan penghangat ruangannya dan berusaha menghangatkan tubuh ringkihnya di dalam selimut.Ahjumma yg melihat Jin Goo turun dari lantai atas segera menghampirinya.“Pintunya sudah dibuka ?,” Tanya Ahjumma.“Ne, sudah.”Diam – diam ahjumma berkomunikasi dengan Jae Kyung, dokter kandungan Ji Eun sekaligus temannya. Ahjumma beberapa kali memeriksa kondisinya dan memastikan Ji Eun baik – baik saja setiap Hwan meenghukumnya.Hari ini ia memastikan suhu tubuh Ji Eun tidk meningkat, lalu ahjumma membawakan bubur hangat dan sup rumput laut untuk mengisi perut Ji Eun sebelum ia kembali tidur.“Ji Eun-ah, bangunlah sebentar,” Ujar Ahjumma seraya mengguncang pelan tubuh Ji Eun.“Eoh, ahjumma.”“Bangun sebentar, ayo makan dulu baru tidur lagi
Hwan memberinya nama Lee Ji Hwan. Ia harus menghargai Ji Eun yg bertaruh nyawa untuk bayi itu. Bagaimanapun, ia mengakui kalau bayi mungil itu adalah anaknya.Ia terpesona dengan betapa mungil dan menggemaskannya putranya itu.Sementara Ji Eun harus melalui hari yg Panjang di RS, ia harus menjalani treatment yg cukup lama untuk menyembuhkan pneumonia, yg entah bagaimana bisa ia derita. Dan selama itu ia hanya bisa melihat Ji Hwan dari jendela ruangannya. Ji Hwan juga tidak bisa menyusu. Bayi yg malang.Selama di rumah sakit, yg menemaninya adalah So Dam dan kadang ahjumma datang. Hwan belum pernah menjenguknya sama sekali.“Bagaimana kata dokter ?,” Tanya Ji Eun.“Kondisi paru – parumu jauh lebih baik karena obat yg dikirimkan kakakmu, Eonnie. Mungkin sebulan lagi treatment akan berakhir,” Ujar So Dam.“Ah, sebulan lagi ?, ibu macam apa aku ini meninggalkan anaknya tiga bulan,” Ujar Ji Eun.&l