Share

7. Kembalinya Doni

last update Last Updated: 2023-03-19 20:56:11

Sang Manajer Umum, yang bernama Dewa manggut-manggut  mendengarkan penjelasan Doni. Ia kini tidak lagi berani menatap gadis yang ada di depannya. Penjelasan asisten atasannya, membuat dirinya segera memutuskan untuk mengambil langkah aman, tidak terlalu banyak bertanya terhadap kondisi perusahaan sekarang. 

"Kebetulan bertemu denganmu di sini. Ada sesuatu yang harus aku jelaskan padamu sebelum kamu bertanya tentang sesuatu hal. Tapi....- Tunggu dulu... Apakah - kamu sudah .... ?" Doni tidak menyelesaikan kalimatnya. Memperhatikan Rara yang sejak tadi memilih diam, membuat Doni meragukan keputusannya.

Rara hanya menyengir kuda, sedangkan Doni langsung menepuk jidatnya.

"Pantas saja jika Pak Widjanarko begitu membanggakan dirimu." Doni menatap Rara begitu intens. 

"Tidak benar sama sekali. Pak Widjanarko terlalu berlebihan, tapi... Apakah Bapak tahu jawaban dari pertanyaan saya?" Rara membalas tatapan Doni, sambil mengeluarkan ponselnya.

Gerakan Rara yang tertangkap sudut mata Dewa,  membuat pria itu mulai merasa tidak nyaman. Sepintas, Rara menangkap kegugupan pria di hadapannya, dan langsung menyapa Dewa.

"Hmm. Kalau saya boleh tahu, nama Bapak siapa?" Rara menelisik wajah pria berkulit putih itu. Kegugupan yang sempat ia lihat, memancing Rara untuk bertanya dimana pria itu bertugas.

"Oh iya. Perkenalkan, nama saya Dewa. Saya dari Divisi Desain." Tanpa ditanya, Dewa menyebutkan divisi mana dia bekerja.

Rara tersenyum simpul. Tebakannya tidak meleset. Pria berpenampilan sedikit nyentrik itu, berasal dari divisi yang ruangannya berada tepat di depannya. 

"Mungkin nanti atau lusa. Saya akan banyak merepotkan Bapak. Mohon kerjasamanya." Rara menjabat tangan Dewa, yang saat itu begitu dingin.

"Ba-Ba-ik."

"Jangan pernah mengatakan tentang hal ini sebelum aku memerintahkannya padamu. Aku akan memanggil semua kepala bagian untuk mengenalkan gadis ini pada kalian. Jadi, untuk sementara waktu tetaplah diam, dan berpura-puralah tidak tahu." Doni dengan tegas menekan Dewa. 

Ada sesuatu yang harus ia dan Rara lakukan sebelum semua orang di perusahaan ini mengetahui siapa Rara sebenarnya. Ia sangat paham arti kehadiran Rara di perusahaan ini, dan ia tidak ingin mengacaukan semua rencana Rara demi kebaikan perusahaan, meski ia sendiri tidak tahu apa yang sudah Rara rencanakan.

"Siap, Pak Doni. Anda bisa mempercayai saya," ucap Dewa dengan sungguh-sungguh. Ia harus bisa mengambil hati kedua orang di depannya demi mengetahui berita terkini di perusahaan.

"Terima kasih. Dan Rara, ada baiknya kita ngopi sebentar di kantin. Kamu belum pernah merasakan kopi jahe di sini kan?" Doni melangkah lebih dulu meninggalkan lantai 6 menuju lantai di bawahnya.

"Boleh juga, Pak. Asal gratis saja." Rara menyusul di belakang Doni, meninggalkan Dewa yang masih berusaha memahami siapa yang baru saja ia temui selain asisten bosnya.

-0-

Dua cangkir kopi jahe yang masih mengepulkan asap panas, dibawa pelayan menuju meja nomor enam, tempat Rara dan Doni kini berada. Rara sibuk dengan pisang goreng di depannya sedangkan Doni sedang mengetik pesan kepada seseorang.

Baru saja Doni selesai menekan tanda kirim, ponselnya berdering.

"Iya, Pak. Sudah. Baru saja bertemu...."

Rara mengangkat wajahnya, menyimak siapa yang sedang menghubungi Doni saat ini.

"Baik.... Sepuluh menit lagi saya akan bertemu dengan Pak Raka.... Baik.... Siap."

Doni memasukkkan kembali ponselnya ke dalam saku jasnya. Ia mulai menyeruput sedikit kopi jahe di depannya. Ia menatap Rara yang kembali asyik dengan pisang goreng.

"Aku harus bertemu dengan Pak Raka."

Rara mengangguk. "Apakah Pak Raka baru saja menghubungi Pak Doni atau sejak beberapa hari yang lalu?"

Doni terkekeh lebih dulu sebelum menjawab pertanyaan Rara. Ia menggelengkan kepalanya, lalu kembali menyeruput kopi jahe yang perlahan mulai berkurang.

"Sejak kedatanganmu." Doni kini tidak hanya terkekeh melainkan juga tertawa. "Kamu sangat hebat, Rara. Semalam Pak Bos menelponku tengah malam. Kau harus tahu, aku  bukan lagi asistennya sejak seminggu yang lalu, tapi semalam, beliau memaksaku agar aku kembali bekerja untuknya. Baru kali ini aku melihat Pak Raka begitu senewen terhadap seseorang. Bahkan, saat dirinya hendak dijodohkan dengan putri rival Pak Widjanarko, beliau tidak se-senewen sekarang."

Rara menyimak dalam diam. Reaksi Raka yang seperti ini jauh dari bayangannya. Ia tidak tahu jika dirinya akan begitu dibenci oleh pria itu. Otaknya yang hanya mengingat tentang tugas utamanya dari Widjanarko, benar-benar tidak memberi celah untuk sekedar membayangkan reaksi Raka terhadapnya. Akankah mereka dapat menjadi partner yang baik atau justru menjadi musuh  di dalam selimut?

"Aku harus menemui beliau. Habiskan kopinya. Pembicaraan kita belum selesai. Ada banyak hal yang harus kamu tahu sebelum kamu menentukan langkah selanjutnya."

Rara dibuat tercenung dengan kalimat terakhir Doni. Sebenarnya, apa yang  tengah berlangsung di perusahaan ini? Apakah kali ini tugasnya sangat berat?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   104. Janji Raka (Tamat)

    Sudah satu tahun, Rara menjalankan tugas barunya sebagai direktur. Dan selama itu juga ia membantu dan membimbing Raka, untk memahami dengan jelas pekerjaan seorang direktur. Raka sendiri, setelah berjanji pada kedua orang tuanya, sedikit demi sedikit berubah. Salah satu alasan dirinya berubah, karena ia memiliki dua pesaing tangguh di perusahaannya. Dan dirinya tidak mau mengalah. Tidak akan ia biarkan dirinya hanya menjadi penonton saja. Ia harus menjadi tokoh utama dalam drama di perusahaannya. Melihat kemajuan dan semangat Raka untuk menambah ilmunya, membuat Rara yakin jika dirinya tidak akan berlama-lama di perusahaan ini. Semakin cepat tranfer ilmu yang mereka lakukan, maka semakin cepat pula ia mengembalikan posisi direktur ini kepada Raka. Dan kini sudah genap satu tahun. Saatnya untuk mengembalikan jabatan direktur kepada Raka Orang-orang yang melakukan kecurangan sudah mendapatkan hukuman masing-masing. Mereka dipecat dari perusahaan, kecuali satu orang, sesuai dengan

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   103. Karangan Bunga Untuk Rara

    Rara menendang batu kerikil yang berserakan di jalan masuk rumah kontrakannya. Kepalanya mendadak pusing. Baru kali ini ia merasakan tekanan batin yang luar biasa menyiksanya. Inilah yang ia takutkan sejak dulu. Ketika kehadirannya justru menjadi awal pertengkaran orang-orang di sekitarnya. Padahal Rara sangat sadar diri. Ia tidak pernah mengharapkan perhatian lebih dari seseorang. Ia selalu berusaha menutup dirinya dari yang namanya cinta. Kini, dirinya justru terjebak dalam masalah yang berpusar pada hal yang sangat ia hindari. Rara duduk sejenak di kursi di teras kecilnya. Ada tukang bakso yang sedang berjalan ke arahnya. Mungkin semangkuk bakso dengan sedikit sambal bisa mengurangi kegundahan hatinya. Rara berjalan ke pagar, menunggu gerobak bakso itu berhenti di depan rumahnya. Sedangkan di seberang, ada gerobak es teler yang sedang mangkal. Tanpa pikir panjang, Rara melambaikan tangannya, memesan satu gelas es teler. Sore ini, dia ingin memanjakan dirinya dengan semangkok

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   102. Pengakuan Raka

    Penampilan Raka benar-benar kacau pagi itu. Setya sendiri terkejut dengan kedatangan Raka yang tidak biasa. Raka sudah begitu lama tidak lagi main di bar nya. Teman kuliahnya itu hanya mampir tapi tidak pernah lagi memesan minuman berwarna kuning itu. Akan tetapi, pagi itu begitu aneh. "Berikan minuman favoritku?" teriak Raka. Kepalanya terasa berat. Ia ingin membuang sesuatu dalam kepalanya tapi tidak bisa. Tangannya memegangi kedua sisi kepalanya. "Hah?" Setya terkejut. Ia tidak segera membuat pesanan Raka. Ia mencoba menerka penampilan sahabatnya itu. Masih begitu pagi, tapi mengapa wajahnya sudah sangat suntuk. "Set!! Apa telingamu sedang bermasalah?" Nada bicara Raka mulai meninggi. Ia sangat tidak sabar, seakan ingin segera membuang sesuatu yang sangat mengganjalnya. "Eh. Aku baik-baik saja. Tentu aku tidak ada masalah. Ada apa denganmu? Hari masih begitu pagi. Tidak baik untuk mengkonsumsi minuman ini. Kau pasti belum sarapan, bukan? Aku sarankan untuk sarapan dulu, maka ak

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   101. Mabuk

    "Jadi anak itu datang sendiri? Apakah mungkin dia sudah menguntitmu?" "Mungkin, Pa. Raka juga tidak tahu." "Nekat juga orangnya ya? Untung kamu tolak perjodohan itu. Bisa mati berdiri mama kamu, berhadapan dengan mantu seperti dia" Widjanarko menggelengkan kepalanya. "Benny pasti sudah tahu cerita ini. Kalau sampai dia berani menelpon Papa, berarti dia sudah tidak butuh uang lagi. Tapi, kalau dia masih waras dan masih membutuhkan uang untuk hidup, dia pasti akan memilih damai, tidak akan berani memperpanjang masalah ini, apalagi melanjutkan perjodohan ngawur ini." "Oh iya, Ka. Besok lagi kalau kamu ke rumah Rara, bawa semua hadiah yang diberikan Benny kemarin. Daripada di sini tidak dimakan, lebih baik di rumah Rara. Biar anak gadis itu tambah gemuk, dan tambah imut. Mama suka sekali melihat pipi Rara yang chubby." Yang dipuji Rara, yang merah padam wajahnya justru Raka. Ia merasa pilihannya tidak salah. "Ka. Mumpung kamu ada di sini, Papa ingin bertanya sesuatu hal sama kamu."

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   100. Saingan Yang Tidak Sepadan

    Rara memilih untuk menghindar dari pertengkaran kecil itu. Ia sama sekali tidak berminat untuk ikut campur. Tidak ada untungnya sama sekali. Rara hendak menelpon Wisnu tapi ia ternyata salah memilih nama. Yang ia tekan justru nama Widjanarko. Tanpa sengaja, Rara menekan tombol video, dan menyorot langsung ke arah Raka dan gadis itu. Raka yang yang berjalan ke arahnya dan gadis bernama Icha itu terlihat jelas dalam video. Kejadian dimana dirinya disiram air oleh Icha juga terekam hingga akhirnya air membuat ponselnya basah. Rara yang terkejut dan panik langsung meraih ponsel dan mengelapnya dengan ujung tuniknya. Malang nian dirinya. Apa ini resiko yang harus ia terima karena berjalan bersama Raka? "APA YANG KAMU LAKUKAN??!!! seru Raka begitu keras. Pria itu mendorong Icha hingga terjungkal nyaris menabrak meja makan di belakangnya. Raka langsung menghampiri Rara yang terlihat begitu kaget dan masih mengelap ponselnya dengan ujung tuniknya. "Ayo, kita pergi dari sini!" ajak Raka.

  • Asisten Kesayangan CEO Angkuh   99. Tamu Tak Diundang

    "Kamu ada waktu malam ini?" Keduanya, tanpa sengaja, mengucapkan kalimat yang sama secara bersamaan. Rara tergelak. Begitu juga dengan Raka. Keadaan kemudian menjadi hening. Mereka berdiri di depan pintu lift, menunggu datangnya lift yang baru saja bergerak dari lantai satu. "Silakan. Pak Raka dulu, ada yang mau ditanyakan?" Rara mempersilakan Raka berbicara lebih dulu. "Tidak. Kamu saja dulu. Lady first, pria belakangan." "Tidak. Bapak saja dulu. Saya tidak begitu penting." "Hmm. Ya sudah kalau begitu." Raka berdeham sebentar. "Apakah kamu ada waktu luang malam ini?" Rara berpikir sejenak. Tidak mungkin ia langsung memberi jawaban. "Kelihatannya saya punya waktu kosong nanti malam. Ada apa?" "Hmm. Aku ingat-ingat, selama kita berhubungan satu dengan yang lain, kita belum pernah sekalipun makan malam bareng'kan?" Rara diam sambil berpikir. "Perasaan kita pernah keluar makan bareng, Pak. Ada Pak Wisnu juga."" "Tsk. Itu bukan makan malam. Kopi bareng itu. Kopi anti ngantuk k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status