"Apa! Perjodohan?"
Suasana nyaman yang menyelimuti seluruh sudut rumah sekejap tersapu bersih ketika Thea mendepakkan telapak tangannya ke atas meja,
Kedua manik nyaris membulat sempurna sesudah mendengar keputusan sepihak yang dilakukan neneknya. Perkataan aneh tadi berhasil membuat sesuap nasi dalam mulut Thea tertelan bulat bulat.
"Aw, sakit." Merintih dalam hati, berusaha menahan bagian tubuh yang terasa nyeri.
Muka masam yang tersemat di wajah gadis itu begitu jelas mengartikan sebuah kekesalan, ditemani sorot mata kecewa mengarah pada wanita tua di depannya.
"Santai dong Thea. Bikin orang kaget aja!" gumam Barsha masih menikmati sepiring salad,
Dengan raut tak acuh ditatapnya gadis tadi dengan lekat, menebar senyum dalam hati seakan telah menduga reaksi apa yang akan diterima.
Sekali lagi dia berhasil menebak setiap langkah gadis manja yang telah tinggal begitu lama dengannya, senjata paksaan serta ancaman adalah hal ampuh untuk menundukkan sifat keras kepala Thea.
"Apa Nenek bilang?! Nenek kaget? Thea juga kaget, waktu Nenek ngomong mau jodohin Thea.."
"Bikin orang panik aja! Udah deh ga usah aneh aneh," pinta Thea berusaha kembali tenang, membenarkan posisi duduk seraya memasukkan sesuap nasi ke dalam mulut.
"Ya---Nenek kan, cuma ngomong apa adanya..." Mengaduk ambang berbagai macam sayur pengisi piring,
"Tuh, nenek udah siapin baju buat kamu pake nanti malam." Tanpa ragu mengulurkan satu telunjuk ke arah sofa yang berada tidak jauh dari meja makan.
Seketika membuat Thea terbelalak setelah mendapati sebuah paper bag sedang, "Huk.. uhuk.. uhuk!"
Sesuap nasi yang tengah terkunyah ria justru terpaksa masuk tanpa permintaan bahkan pada saluran yang salah karena rasa terkejut.
Pembuktian kalimat tadi membuat jantung Thea terpacu, bagaimana bisa wanita tua itu benar benar berpikir untuk menjodohkannya?
Ditatap sekilas benda tadi sebelum sorot penolakan beralih demi mencari penjelasan. "Nenek serius mau jodohin Thea?"
"He.em" Menganggukan kepala, tak segan menerbitkan senyum penuh pasti.
"Aduh---Nenek apa apaan sih! Masa hari gini masih main jodoh-jodohan segala."
"Aku ga mau!" lugas Thea dengan raut antusias, mengumpulkan seluruh kekesalan sekaligus rasa muak pada raut wajah untuk membela diri.
"Oh, ya udah kalo ga mau. Nenek juga ga mau ngasih uang.."
"Ih, Nenek curang. Masak ngancemnya pake uang," decak Thea merasa terpojok.
"Kamu juga ga pernah mau nurutin permintaan nenek. Disuruh nerusin perusahaan---engga mau!"
"Kan masih ada paman yang bisa mimpin perusahaan," sahut Thea merendahkan suara.
"Disuruh kuliah---nggak kelar kelar."
"Ya, emang belum waktunya aja. Tapi minggu depan aku udah wisuda kan?!"
"Disuruh belajar masak, juga ga mau!"
"Disur---"
"Cukup nek!" sontak Thea menyodorkan telapak tangannya demi mencegah kalimat yang akan terlontar dari mulut Barsha.
Tanpa disadari gadis itu secara tidak langsung baru saja membuka aib sekaligus ketidakcakapannya dalam menjalani hidup. Sedangkan wanita tua tadi tengah tersenyum puas, meski sekilas Barsha bisa melihat keputusasaan di wajah cucunya.
"Kapan dan dimana--Thea harus ketemuan?"
"Nanti malam jam 7 di hotel Expa."
"Oke, aku mau. Tapi cuma malam ini doang!"
"Kok malam ini doang?" ucap Barsha memasang raut bingung, merasa ada sebuah kelicikan dalam kalimat tadi karena tahu bahwa cucunya tidak akan semudah itu menerima permintaan aneh yang mempertaruhkan masa depan.
Meski telah menaruh curiga, dia tidak akan pernah tau bahwa Thea tengah menyusun satu rencana licik demi membalas dan memutar balikkan keadaan yang beberapa saat lalu sudah memojokkannya.
"Tentu saja cuma malam ini. Karena aku bakal buat pria itu kabur! Dan ga berani datang lagi," gerutu Thea dalam hati, menerbitkan senyum licik.
"Thea!" panggil Barsha, menanti sebuah jawaban.
"Y-ya soalnya kan, kita ga tau aku sama dia jodoh atau ga. Bisa aja kan nanti cowoknya udah punya pacar!"
"Ya kan, Ya kan?" seru Thea mengangkat alis,
Drt...
Drt...Drt...Muncul suara dering telepon yang berhasil mengalihkan perbincangan mereka berdua. Dengan sigap gadis itu melirik ke arah lain seraya mengulurkan tangan demi meraih ponsel miliknya,
Terlihat sebuah notif dari salah satu kontak yang membuat jarinya tak segan mengusap layar demi menghubungkan panggilan.
"Bentar Nek. Aku angkat telpon dulu,"jelasnya mendekatkan benda tipis tadi ke samping telinga.
"Halo?" celetuk suara gadis di balik telepon,
Satu kata sapaan dengan logat yang begitu familiar bagi pendengaran Thea, siapa lagi kalau bukan seorang model cantik ternama sekaligus sahabat karibnya sejak bangku sekolah.
"Hei, ada apa?" tanya gadis itu merendahkan suara,
"Ayo! katanya mau ikut nonton."
"Lah, bukannya jam 10?" sanggahnya mengerutkan alis,
"Iya jam 10. Tapi---masa cuma mau nonton doang! Kita jalan jalan dulu dong, sambil belanja."
"Oh--bener juga. Oke deh! Bentar ya? Aku siap siap terus otw kesana," tegas Thea sebelum memutuskan telepon.
Setelah selesai, dengan cepat diletakannya kembali ponsel tadi lalu menghabiskan makanan yang masih tersisa. Tanpa pikir panjang, memasukkan sesendok nasi secara berangsur angsur hingga mengundang sorot mata wanita lain,
Menatap penasaran karena sikap cucunya yang tiba tiba berubah, "Siapa?"
"Manda..." sahut Thea singkat,
"Terus? Kalian mau keluar?"
"Yap!" Mengangguk tanpa ragu,
"Kemana?"
"Biasalah anak muda. Keliling kota---udah lama ga keluar sama temen temen," jelasnya merendahkan suara.
"Hh, udah lama---perasaan tiga hari lalu kalian abis staycation di perbatasan kota." gumam Barsha lirih sambil menghela nafas,
"Thea udah selesai makannya. Duluan ya Nek!" Beranjak pergi meninggalkan beberapa suap nasi yang tersisa.
Wanita tua itu tidak menyadari jika gadis tadi sedang melangkah mendekat ke arah sofa dan meraih paperbag pemberiannya.
Sampai waktu berlalu ketika Barsha sibuk mengotak atik ponsel dan masih enggan meninggalkan meja makan. Terdengar langkah kaki yang mengalihkan perhatian, terlihat Thea tengah menuruni tangga dengan setelan baru juga tas serta paperbag di salah satu tangannya.
"Loh?! kapan kamu ngambil--" Beralih cepat menatap sofa yang telah kosong.
"Itu--itunya kenapa dibawa juga?" Menunjuk berkat rasa penasaran,
"Ng, kayaknya Thea pulang agak sorean. Jadi nanti habis keluar sama temen----Thea langsung ganti baju terus ketemu sama pria yang nenek omongin," dusta Thea tak bergeming.
"Oke. Tapi awas aja kalo kamu ga dateng! Siap siap kehilangan uang jajan," tegas Barsha melontarkan tatapan tajam sebagai ancaman.
"Iya iya, Nenek bawel!" gumam Thea tersenyum lebar, segera melangkah menghampiri.
Cup...
"Thea berangkat ya!"
***Bersambung(Perkenalan Tokoh)
Nama : Thea BriellaUsia: 25 tahunPekerjaan : Mahasiswa semester akhirHobi : Menghabiskan kekayaan keluargaSifat : Periang,manja,dan cerobohFisik : Tinggi,cantik,putih,rambut lurus,mata hazel.Nama : Amanda Gabriel
Usia : 26 tahunPekerjaan : ModelHobi : Koleksi barang mahal edisi terbatasSifat : Pemilih,cerewetFisik : Tinggi,cantik,kuning langsat,rambut gelombang,almond eyesNama : Barsha Briella(nenek Thea)
Usia : 70 tahunHobi : Mencari masa depan untuk TheaSifat : Pemaksa"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo