Share

Asmara dan Pancaroba
Asmara dan Pancaroba
Penulis: Kusnan Semi

#1. Tubagus Rio Prasojo

"Kalau bukan karna kaya, mana Mungkin Rani mau menikah dengnnya", gumam Rio dalam kesendirian.

Di Sabtu yg malang, Rio menatap hujam dalam kesendirian menyambut gundah.

Pesan dari orang yg selalu ia dambakan, mematahkan semangatnya untuk sekedar menghancurkan turet.

Aktivitas bermain Game-nya berhenti seketika mendapat pesan telegram dari Rani.

"Selamat Malam, Mas Rio."

'Raani...', Rio membatin. Segera ia beralih meninggalkan gim dan membuka telegram.

Rio selalu semangat ketika ada sesuatu yg berhubungan dengan Rani; ia selalu menunggu apa pun tentang Rani. Baginya, Rani adalah Prioritas utama.

"Hai... , Ran. Malam. Belum tidur?", balas Rio. berharap balasan.

"Belum, Mas. Masih dalam tugas hehehe"

"Besok 'kan hari minggu, Ran. Rajin sekali kamu. Memang idaman hehe. Semangat, ya, Bu Guru"

"Hehe iya, Mas. Makasih"

"Oiya, Mas. Rani mau ngasih undangan ke Mas. 3 Minggu lagi Rani nikah., Ya, Mas. Undangan terbatas, mas, Cuma yg bener-bener deket dan penting yg kami undang. termasuk Mas Rio"

" Ini, Mas. *Link Undangan Online* "

kilat menyambar. guntur menggelegar. hujan makin deras. angin makin kencang.

Rio kaget, ia melemas. Batinnya ambyar. Gelisah Bergejolak dalam hatinya. 'kenapa? kurang apa? bagaimana?' menggeliat di benak Rio, ingin ia utarakan, tapi tak bisa.

Dalam kondisi batin kacau balau, Rio tetap membalas dengan sahaja seolah baik-baik saja.

"Wahh... Selamat, Ran. Akhirnya... . Baik, Aku akan datang"

Digletaknya handphone, Rio menjauh. Menuju gelap, membuka jendela.

"KENNAAPAAAA...?", Teriak Rio memaki malam.

" DUARRRR "

"DUAARRRRR"

"DDDUUUUARRRR", Lantang Malam menjawab, menggelegar.

Seolah sedang bermimpi rio menampar pipinya sendiri, berulang.

PLAAKK...

PLLLAAAAKK..

PLAAKK...

"ayo bangun. ini mimpi 'kan?", ucapanya.

Rio tak menyangka dengan kabar yg diterimanya malam ini. Sebab, Sudah sedari Sekolah Dasar Rio dekat dengan Rani. hampir separuh kenangan dalam hidupnya tercipta oleh dan dengan Rani.

DDUUUUARRRRRRR

DUAAARRRR....

Alam malam menyadarkan Rio dengan caranya. Ia kembali ke tempat dimana handphonenya berada.

Layar handphone Menyala, memberitahukan ada pesan masuk di telegarm --dari Rani-- , Rio melirik lalu menghiraukan.

Alam malam seolah memberi wahyu pada Rio seketika. Rio tau apa yg sedang ia butuhkan saat ini: Tembakau.

Pelan, Rio berjalan menuju dapur.

3 sendok bubuk kopi ia tuangkan ke dalam gelas. Tanpa gula, dengan sadar ia tambahkan air panas ke dalam gelas ukuran 450ml berisi kopi itu.

Menuju Teras, Rio siap menyambut gundah.

Tepat di tahun ini, usianya 24 tahun. Pemuda desa yg sering di panggil Rio, oleh orang-orang yg mengenalnya. Lajang, profesinya adalah Karyawan Kontrak di sebuah Percetakan milik swasta.

Usia dewasa. Bagi seorang Rio, dewasa adalah ketika tahu batas dan prioritas untuk diri sendiri, dalam banyak hal ketika akan melakukan sesuatu di dunia ini. Meski, sedikit banyak ketika prosesnya, harus menahan sedih, ikhlas dan bahkan mungkin kekecewa yg musti dilalui. Karna sesungguhnya, hidup adalah belajar dan berproses.

Berproses. Tentang asmara, karir dan kehidupan. Dulu, saat Ia masih berusia remaja, yang Ia tahu tentang hidup ini hanyalah bermain, sekolah dan cinta. Namun, ketika Ia beranjak dewasa, pikirannya tentang hidup kala itu adalah salah.

Kini dewasanya, Rio berpikir, bahwa harus ada yg diprioritaskan dan harus ada yg di korbankan, entah tentang dirinya atau perasaannya. Banyak hal yang musti di pertimbangkan kini.

Rio sadar, kisah cintanya yg sudah Ia alami mulai dari bangku Sekolah Dasar sangat berbeda jauh dengan apa yg Ia alami seiring bertambahnya usia. Yg kini, usianya sudah menginjak tahun ke 24.

Dulu, Ia berpikir, bahwa cinta tak butuh biaya. Sekarang, Ia berpikir, bahwa biaya dan cinta adalah satu kesatuan yg musti bisa diselaraskan.

Dewasanya menyadarkan, bahwa hidup tak melulu tentang cinta dan wanita. Akan tetapi, hidup tanpa cinta dan wanita, bagaikan sayur tanpa garam, terasa hambar terasa tak lengkap.

Kisah asmaranya berawal dari bangku Sekolah Dasar, dan kebertemuannya mengenai biaya atau kebutuhan hidup berawal ketika Ia lulus SMK. Di usia 24 tahun kini, Ia sangat berusaha menemukan serta menyeimbangkan keduanya, demi keberlangsungan hidup dirinya di dunia ini.

Tubagus Rio Prasojo, Sering dipanggil Rio Prasojo ataupun Rio. Tubagus Rio Prasojo adalah anak desa yang biasa-biasa saja, datang dari keluarga yang sangat biasa-biasa saja pula. Rio tumbuh di lingkungan pedesaan, yang dimana bertani adalah sumber mata pencaharian penduduk mayoritas di desa tersebut, begitupun keluarga Rio. Dari lingkungan desa yg masih sangat menjujung Tata Krama, Guyub, Rukun dan ber-adat budaya baik tersebutlah Rio tumbuh dengan sifat ceria, riang, sedikit pemalu, akan tetapi mudah berbaur dengan sosial masyarakat yang lain, dan tentu saja berani.

Seperti anak desa pada umumnya, Rio juga sering membantu kedua orang tuanya untuk mengerjakan pekerjaan rumah, seperti : menyapu, mengurusi ladangnya, sampai mencari pakan ternak untuk 4 ekor kambingnya (1 betina, 2 jantan dan 1 anakan).

Sang ayah, selain mengandalkan hasil ladang, juga berprofesi sebagai tukang bangunan. Sementara sang ibu, menjual jajanan ringan (Gorengan dan Kue-kuean) produksi sendiri di rumah.

Setiap pagi, Ibu Rio menjajakan dagangannya persis di teras depan rumahnya. Terkadang ada juga tetangga atau orang lain yg memesan khusus untuk dijadikan hidangan sebuah acara mereka.

Bersama 2 adik kembarnya, yaitu Chandra Septiani Prasojo (P) dan Chandra Septian Prasojo (L), mereka tak jarang membantu atau sekedar menemani ibunya memproduksi dan menjual jajanan tersebut.

Tubagus Rio Prasojo kecil bersekolah di sebuah Sekolah Dasar (SD) di dekat rumah yg berjarak kurang dari 15 menit, apabila ditempuh dengan jalan kaki dari rumahnya.

Rio memiliki banyak teman asyik dan baik, pun dengan guru-guru yang baik pula di sekolahnya. Oleh karenanya, Ia tak pernah ragu dan selalu sangat bersemangat untuk berangkat sekolah, walau harus berangkat sendiri jalan kaki setiap hari.

Rio pernah diantar oleh orang tuanya ke sekolah, namun hanya sampai kelas 2 SD. Karna Ayahnya sudah harus berangkat bekerja seusai subuh, dan Ibunya sibuk mengurusi 2 adik kembarnya dan pekerjaan rumah. Setelah kelas 3 SD, Rio selalu berangkat sendiri ke sekolah.

Setiap pagi, seusai sarapan nasi goreng dan bakwan masakan sang Ibu, Rio berangkat ke sekolah dengan wajah yg riang dan langkah yang pasti.

Di bangku Sekolah Dasar, Rio termasuk anak yg rajin dan pandai, walau tak pernah masuk ranking 10 besar di kelasnya, tapi setidaknya Ia sering masuk 15 besar di ranking kelasnya, dari total 30 anak murid di kelas tersebut.

Ke-Rajinan dan juga semangat Rio tak pernah membuatnya sampai tinggal kelas. Meskipun, ada beberapa temannya yg tinggal kelas dan selalu saja ada teman baru di kelasnya karena kakak kelasnya ada yg tinggal atau tidak naik kelas. Hal itu tak mempengaruhi Rio dalam bersekolah.

Rio selalu ceria di sekolah, senyumnya tak pernah lepas dari wajah tampannya. Hanya bemain dan belajar yang selalu Ia pikirkan dan lakukan di sekolah di setiap harinya. Sampai suatu ketika, di bangku kelas 6 SD ada hal-hal yg membuat pikiran dan hatinya terganggu, yaitu Wanita dan Perasaannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status