*****
Kedua tubuh itu bergerak seirama, menyatu di bawah temaram lampu kamar yang terpasang di dinding sisi kiri ranjang. Napas keduanya terasa berat, peluh membuat tubuh mereka lengket. Jangan ditanya bagaimana bentuk sprei putih gading itu sekarang. Kucel dan basah oleh keringat bercampur darah dan cairan kenikmatan. "Beast!" Geram sosok yang berada di atas. Gerakannya semakin terpacu. Orang yang dipanggil Beast, terpejam merasakan kenikmatan yang ditawarkan sang lawan. Kedua tangannya meraba-raba punggung telanjang sosok di atasnya. "Kita telah melanggar kontrak, Beau!" Ucapnya kepayahan. "Aku tidak perduli! Cium aku!" Mereka pun berciuman dengan tubuh keduanya yang masih saling menghentak, berusaha mereguk puncak kenikmatan surgawi. Beau tidak menyangka akan kembali merasakan hal yang pernah ia rasakan semasa sekolah. Ia masih mengingat jelas kali pertama ia melakukannya, melepas keperjakaannya dengan seorang kakak kelas. Perbedaannya kali ini, dirinyalah yang menjadi pihak penerima. "Kukira kau berbohong, ternyata kau benar-benar belum tersentuh!" Beau melayangkan kecupan-kecupan ringan di bahu Beast. Wanita itu merintih pelan sembari menyamankan posisi tidurnya. Sesi percintaan mereka telah berakhir sejam yang lalu, kini mereka terbaring kelelahan di atas ranjang dengan Beau yang memeluk tubuh Beast dari belakang. "Aku masihlah orang dari timur dengan norma yang mengikat!" Timpal Beast, ia mulai memejamkan mata. Kantuk mulai menyapa. "Tapi, gerakanmu sangat lihai!" Beast tersenyum. "Ada yang dinamakan video dewasa, Beau!" "Ya, aku rasa aku tahu sekarang, darimana referensi adegan dewasa dalam 365 Hari berasal." ***** (Rapat rutin perusahaan; Selasa) Beau melonggarkan dasinya, satu tangan memainkan pena. Ia bergerak gelisah, bayangan liar semalam menyerbu benak. Tubuh Beast yang meliuk di depannya, terhimpit di antara tubuhnya dan tembok kamar. Kedua tangan Beast meraba-raba dinding berwallpaper coklat sebagai bentuk pelampiasan dari rasa nikmat. "Sial! Fokus Beau! Kau sedang rapat sekarang!" Beau berusaha keras menjaga kewarasannya. Sekarang, ia sedang menghadiri rapat yang membahas mengenai perencanaan pembangunan cabang perusahaan. Rapat akbar yang dihadiri oleh beberapa investor asing dan para pemegang saham. Ia berdeham lalu mengambil segelas air putih yang tersedia di depannya. Dengan air itu ia berharap fokusnya bisa kembali atau mungkin sekedar meredam bara yang mulai merayapi tubuh. Namun, apa yang bisa diharapkan dengan segelas air putih? Bukannya mereda, justru bayangan erotis lain merangsek masuk. Beast dan dirinya yang berpelukan di bawah guyuran shower, mengais nikmat dalam penyatuan tubuh. "Oke! Kita sudah tersambung dengan Aya!" Tiba-tiba suara seorang pria hadir. Membuat netra biru Beau yang semula terpejam -karena terlalu larut dalam fantasi liarnya- seketika terbuka. Kesadaran seolah ditarik paksa, visual liar yang berputar di benak perlahan memudar, seperti serpihan puzzle yang mulai terlepas. Kini, ia disajikan langsung dengan sebuah layar yang menampilkan satu sambungan komunikasi online. Seorang wanita berkacamata dengan rambut setengah basah tergerai, sedang memenuhi layar besar. Ia mengenakan piyama dan duduk di atas ranjang. "Maaf, jika membuat Anda sekalian tidak nyaman dengan situasi tempat yang saya gunakan. Saya akui, saya memang sedang dalam kondisi tidak bisa bangun dari tempat tidur," jelas si wanita lembut. "Anda baik-baik saja, Mrs. Prince?" Seseorang bertanya dengan nada khawatir. "Memang kurang fit, tapi selebihnya saya baik-baik saja. Terima kasih banyak atas atensinya." Senyum itu begitu tulus, yang ditujukan untuk para hadirin rapat. Beau tersenyum samar menyaksikan interaksi si wanita dengan para peserta rapat. Terasa dekat, malah cenderung intim. "Intim? Sial! Kenapa benakku kembali mesum?" Setelah basa-basi tersaji, Henry Star, sang Pimpinan Redaksi memulai sesi rapat dengan memberikan beberapa patah kata pembuka. Tuntunan mengenai agenda rapat yang akan mereka bahas. Topik pembahasan rapat akan terfokus pada prospek PrincePages seandainya mendirikan sebuah cabang baru yang menaungi berbagai multibidang, seperti entertaintment yang menaungi produksi series dan movies. Atau mungkin bisa ditambahkan modelling dan advertising. Ide yang cukup gila untuk bisa terealisasi pada sebuah perusahaan penerbitan. Wanita bernama Aya Prince adalah sang pencetus ide. Ia begitu terobsesi oleh perusahaan fiksi bernama W dari sebuah fiksi novel bergenre romansa karya dari BeastStories, salah satu penulis besutan PrincePages. Beau, sebagai CEO -entah kenapa sang kakek menyematkan posisi ini pada sebuah perusahaan penerbitan- berusaha keras mencerna setiap kalimat yang terucap dari bibir Henry. Fokusnya terbagi karena seseorang di line seberang. "Kenapa dia malah menerima panggilan? Sial!" Beau memandang layar komunikasi yang masih menampilkan wajah Aya Prince. Ia sangat serius mendengarkan perkataan Henry. Senyumnya selalu terulas, memamerkan keramah-tamahan kepada para rekan bisnis yang hadir. Beau terbilang beruntung bisa menyematkan surename-nya menggantikan nama belakang keluarga Aya. Aya Prince merupakan magnet bagi para investor. Optimisme dan kegigihannya dalam mewujudkan ide-ide di luar nalar mampu membius siapapun yang berkecimpuk di dunia bisnis. Dia itu beda dan unik. Rupanya, wanita itu tahu kalau sedang diperhatikan. Pandangannya yang semula fokus pada Henry beralih ke Beau. Mereka saling berpandangan sesaat sebelum Aya memutuskan pandangan dengan seulas seringai. Seringai sama yang mengingatkan Beau pada sosok yang telah membuai gairahnya semalam. Krieeet! Cukup! Ia sudah tak mampu menahannya lebih lama! Henry menghentikan penjabarannya. Semua hadirin rapat menoleh heran melihat sang pimpinan perusahaan berdiri dengan kedua tangan terkepal. Wajahnya memerah padam. "Ada sesuatu yang membuat anda tidak berkenan dengan penjelasan saya, Mr. Prince?" Tanya Henry. "Tidak! Bukan itu!" Beau menatap Aya sesaat. "Kalian lanjutkan saja rapatnya tanpa aku, perutku mulas! Sepertinya aku salah makan tadi!" Beau Prince pun berjalan keluar ruangan, meninggalkan rapat yang bahkan baru seperempat berjalan. Setiap orang terdiam, termasuk Aya Prince. Apa yang telah terjadi? "Oke! Sepertinya, kewenangan Mr. Prince teralih padaku sekarang," ucap Allyson Star, sang wakil CEO yang sedari awal rapat hanya diam memperhatikan. Ia mencium sesuatu yang mencurigakan dari gerak-gerik Beau Prince. "Silakan dilanjut, Mr. Star!" Intruksinya kemudian kepada Henry, yang ternyata suaminya sendiri. Aya prince menatap pintu ruang meeting dengan sendu. Seolah Beau berdiri di sana. Suaminya itu jarang pulang belakangan ini, setelah Beau memberikan salah satu apartemen mewah di pusat London pada Daphne. Mantan Beau yang kini menjadi selingkuhan sang suami. Aya bahkan menemukan chat mesra Daphne semalam. "Oh Beau! Aku semakin ketagihan dengan permainan ranjangmu! Kau bisa datang kembali kan setelah kau menyelesaikan rapatmu?" Beau Prince sudah gila! Apa yang ia pikirkan? Bagaimana jika para investor mengendus affair mereka? Ini bisa berimbas pada rencananya merealisasikan W. Aya tidak bisa membiarkan mereka mengacaukan impiannya. Ia harus berbuat sesuatu! Aya Prince harus memberikan penegasan pada si bangsawan murahan tersebut, bagaimana ia harus bersikap. "Aku akan memberimu sedikit pembelajaran, Daph!" *****"Namanya Daniyah Julianne Semito." Ucapan Wiwid seketika membuat Elizabeth menoleh, pria itu masih menggendong Daniyah. "Aku sudah mengurus surename Dani, Liz," lanjutnya.Wiwid seolah menjawab sirat tanya yang terpancar dari manik biru Elizabeth. Wanita itu tersenyum, ia berdiri lalu mencium kedua pipi Daniyah. "Mommy ..." Yang dibalas dengan sebuah panggilan merdu dari Daniyah.Wiwid tahu mereka semua terkejut dan mungkin bingung. Tapi, segera, Wiwid akan mengungkap semuanya. Ia tidak peduli meski pun Aya melayangkan sinyal larangan.Wiwid pun menurunkan Daniyah dari gendongan. Ia menggandengnya, mengajaknya melangkah mendekati Rengganis. 'Kita berkenalan dengan Mama Ninis dulu ya sebelum bertemu Dek Arsa?"Daniyah mengangguk. Bahkan, saking antusiasnya, Daniyah menyeret Papanya untuk berjalan ke arah Rengganis duduk. Gadis kecil itu merentangkan kedua tangan di hadapan Rengganis."Mama Ninis, namaku Daniyah, tapi panggil saja Dani. Dani boleh ya bertemu Dedek Arsa?"Gadis kecil di
Nama Daniyah seketika memutuskan pagutan bibir kedua insan. Mereka sontak menatap Rengganis. Bukan hanya Elizabeth dan Wiwid, tapi juga yang lainnya.Rengganis memang sering merasa khawatir ketika Wiwid pamit keluar kota untuk melakukan pameran seni. Itu memang pekerjaan profesionalnya, tapi kebersamaan Wiwid dengan Elizabeth-lah yang menjadi faktor kecurigaan. Mereka mempunyai rasa dan kisah di masa lalu dan siapa yang berani menjamin kisah mereka sudah usai atau rasa di antara mereka sudah terkikis?Puncak kecurigaan terjadi pada acara pembukaan Ronald Rodney's Art Collection. Elizabeth muncul dengan sikap permusuhan, terbaca jelas jika rasanya kepada Wiwid belumlah usai. Lalu, sebuah nama tersebut. Daniyah. Rengganis berusaha menampik bisikan hatinya, bahkan ketika sang suami bersikap seolah melupakan insiden pada malam itu. Ia terlalu takut untuk kehilangannya. Ia terlalu takut untuk mengetahui kebenaran di balik nama Daniyah."Dia sebentar lagi akan tiba!"Mereka seolah melupakan
Hari ini terhitung tiga hari menjelang book launching diadakan dan sepuluh hari menjelang Re-wedding diselenggarakan, Wiwid mengumpulkan para penghuni Green Mansion di ruang pertemuan di lantai dua. Henry dan Allyson Star, Kakaknya; Aya, Beau Prince, juga Rengganis Cahyadi; sang istri. Mereka setia menunggu di ruang pertemuan sembari menatap ke arah Wiwid yang justru memakukan pandangan ke arah luar jendela. Pandangannya tertuju ke bawah, terfokus pada satu titik objek di gerbang masuk Mansion."Apa yang sebenarnya kita lakukan di sini, sayang? Di mana Nindia? Kenapa dia tidak hadir?"Rengganis beranjak dari kursinya dan menghampiri Wiwid yang berdiri di samping jendela. Ia penasaran, apa sih yang menarik perhatian suaminya itu? Rengganis mendekap Wiwid dari belakang, melingkarkan tangannya pada pinggang sang suami dan mengecup punggung tegap terbalut kemeja abu-abu itu. Aromanya sangat segar dan memabukan, membuat jantung Rengganis bertalu hebat. Ia sangat tergila-gila pada Wiwid hin
Bagaimana Wiwid bisa mendeskripsikan permainan Rebecca? Panas, menantang dan bagaikan candu. Ketimbang Rengganis dan Elizabeth, Rebecca menguasai berbagai teknik. Keahliannya memimpin permainan membuat Wiwid terlena. Ia bisa betah seharian melakukannya."Kau sudah berbaikan dengan Aya, baby?"Wiwid mendesis, ia hanya sanggup mengangguk untuk menjawab pertanyaan Rebecca."Bagaimana dengan Elizabeth? Kau sudah melakukan apa yang kukatakan?"Wiwid menggeram, ia mencengkeram erat kedua sisi pinggang Rebecca. Kedua elangnya begitu membara, menatap wanita yang berada di atas tubuhnya penuh nafsu. Rebecca sampai merinding dibuatnya. Ia mencondongkan tubuhnya dan meraup bibir Wiwid. Sesaat kemudian, ia merasakan tubuhnya dibanting lembut ke atas ranjang."Kau membuatku gila, Becky! Apa pun keinginanmu akan kukabulkan, baby! Katakanlah!"Rebecca membanting kepalanya ke kiri dan kanan, ia kewalahan mengimbangi permainan ranjang Wiwid. Tidak seperti pria-pria lain yang mengerjai tubuhnya, pria y
"Kau gila Welsh!""Aku hanya mengikuti saranmu, Daniel. Seharusnya kau berbahagia untukmu!"Daniel King melambaikan tangan kepada tiga orang lain yang berada satu ruangan dengannya dan Rebecca. Kode untuk mereka keluar karena tugas mereka sudah usai. Ia juga harus pergi dari sini, situasi ini membuatnya muak. Ia miris dengan keputusan sahabat dan bos yang dia akui mulai dia kagumi, tapi mau bagaimana lagi, dua orang itu sudah menjadi bagian dari hidupnya beberapa tahun belakangan."Biarkan aku memelukmu sebentar!"Rebecca tersenyum tulus menanggapi permintaan Daniel. Ia mengangguk dan segera masuk ke dalam dekapan hangat mantan paparazzi tersebut. Hubungan yang terjalin di antara Daniel dan Rebecca tak mampu dijabarkan lewat kata-kata, atau pun tersemat dalam status tertentu. Mereka bisa menjadi teman, partner bahkan pasangan di atas ranjang sekaligus."Ketahuilah, jika dunia membencimu karena ini, maka aku akan membelamu!"Rebecca tertawa lirih, itu terasa menggelikan. Mereka jarang
"Kau bercinta dengannya, Mbak?"Aya melihat kekecewaan di mata Adiknya. Apa mungkin keputusannya menceritakan kepada Wiwid salah? Aya tidak bisa tidur nyenyak belakangan ini. Bukan karena gugup karena launching book sebentar lagi, melainkan bayangan pergumulannya dengan Maxwell menggerogoti benaknya. Apalagi, Keluarga Prince sudah mempersiapkan acara re-wedding untuknya dan Beau. Kontrak nikah diakhiri dan Keluarga Prince menginginkan sebuah pernikahan akbar untuk pengukuhan pernikahan mereka. Rasa bersalah yang menyerang, semakin memberinya banyak tekanan mental."Aku bilang bersikaplah biasa, Mbak. Seperti pertemuan kalian lima tahun silam sebelum insiden pelecehan itu terjadi. Jikalau pun harus terpaksa, maka ciumanlah batasnya!"Aya meneteskan air mata. Wiwid tidak berada di pihaknya. Ia bercerita agar Wiwid menghiburnya, menenangkan pikirannya. Namun, pria itu malah melontarkan segala umpatan kasar sedari tadi. Bodoh! Adiknya itu sangat teguh menjaga prinsipnya mengenai hubungan