Asmara untuk Abinawa

Asmara untuk Abinawa

Oleh:  candraksara  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
13Bab
1.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Dulu ketika aku masih begitu naif dalam urusan asmara aku berpikir bahwa dia adalah sosok pangeran berkuda yang Tuhan datangkan untuk menjaga sang puteri dari gelapnya malam. Sampai akhirnya aku tersadar bahwa yang namanya matahari dan rembulan tidak akan pernah bersatu meskipun keduanya sadar bahwa mereka saling melengkapi satu sama lain.

Lihat lebih banyak
Asmara untuk Abinawa Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
13 Bab
Pulang
"Aku dan dia tersenyum. Dia tersenyum manis karena akhirnya bisa pulang ke rumah dan aku tersenyum kecut karena dirundung nestapa"Aku mulai bangkit dari kasur dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahku yang terlihat mengenaskan karena terlalu banyak menangis. Sudah 7 hari berlalu sejak ia dikuburkan di dalam tanah merah di kuburan desa, namun dadaku masih saja sesak setiap tak sengaja melihat barang-barangnya di rumah kecil ini. Aku membuka kenop pintu kamar perlahan dan melangkah dengan gontai menuju ke ruang tamu yang masih dipenuhi oleh suara para tetangga yang membantuku mengadakan acara mitung dino  kematian Ibu. Bukannya tidak ada saudara yang datang hanya saja ibuku adalah anak tunggal sekaligus yatim piatu yang tinggal di salah satu kampung kecil di kaki Gunung Mer
Baca selengkapnya
Halaman Baru
Beberapa hari berada di rumah Ayah tak lantas membuatku menjadi betah dan nyaman berada disini kecuali untuk ranjangnya, ranjang kamar yang berukuran sedang namun mampu membuat tubuhku lunglai dalam dekapannya. Sekitar beberapa hari lagi aku akan mulai memasuki semester baru di kelas XI di sekolah yang baru pula. Aku tak perlu memikirkan berkas-berkas pindahan karena Ayah telah mengurusnya untukku, yang kutahu hanyalah aku akan masuk ke salah satu sekolah negeri di sini yang memiliki reputasi tidak bagus juga tidak buruk dengan jurusan IPA seperti jurusanku dulu. Sorot matahari yang berhasil menembus gorden kamarku membuat mataku yang mulanya terpejam menjadi terbuka. Aku terusik, sangat terusik. Padahal sejak semalam aku sudah berniat untuk bangun lebih siang, karena sebentar lagi aku tak mungkin bisa merasakan nikmatnya tidur siang karena harus menjadi budak belajar.
Baca selengkapnya
Teka-teki
Ayah bilang kita akan berangkat jam 9 pagi tapi sampai jam setengah 10 aku masih asik berkutat di dalam kamar. Sebenarnya aku sudah selesai sejak tadi bahkan sekarang aku hanya bermalas-malasan di ranjang, tapi apa salahnya membuat ia kesal bukan karena menungguku. Astaga aku bingung darimana asalnya pemikiran jahil ini, aku takut jika nanti Ayah akan marah karena jujur saja ketika ia bicara biasa saja wajahnya sudah menyeramkan dengan ekspresi datar andalannya lalu bagaimana kalau ia benar-benar marah. Aku tahu konsekuensinya dan jujur saja aku juga takut tapi hasrat untuk melakukan kejahilan masih bertahta di otakku, sulit rasanya untuk bersikap sebagai gadis manis yang tunduk kepada Ayahnya. Lima belas menit kemudian aku memutuskan untuk keluar kamar, kulihat Ayah tengah duduk bersandar di teras sambil meminum kopi hitam yang sepertinya buatannya sendiri. Ayah hanya melirikku ket
Baca selengkapnya
Satu Langkah Lebih Dekat
Bosan....Hanya ada satu kata itu di dalam otak kecilku. Sudah berulang kali aku memperbaiki posisi dudukku dan berselancar ria di dunia online yang penuh kebohongan ini tapi nyatanya aku masih tetap bosan. Tadi setelah pulang berkeliling mall bersama Ayah aku langsung menuju kamar dan mulai melakukan ritual rahasiaku. Yup benar, apalagi kalau bukan tidur.Heiii, jangan hanya karena aku pecinta tidur kalian berfikir aku itu pemalas ya. Ya meskipun diriku memang tak serajin itu tapi Ibu selalu bilang kalau aku itu cerdas. Kalau kalian tidak percaya, aku akan menceritakan tentang kecerdasanku  sekaligus keberanianku semasa kecil.Alkisah, di suatu hari yang begitu suram tepatnya di depan warung kelontong di dekat lapangan desa terdengar suara percakapan antara ibu-ibu dengan seorang remaja yang akan lulus SMA. Mereka sedang meributkan tentang hal yang cukup sensitif yaitu “kapan nikah”, dimana ketiga ibu-ibu ini memberikan wejangan kepada
Baca selengkapnya
Keluarga
Aku masih memukuli kepalaku karena malu sendiri dengan pertanyaan dan sikapku semalam. “Aaaaa, mau di taruh dimana mukamu ini Talaaa!”, hardikku pada diriku sendiri. Flashback “Ayah bisa temenin Tala?”, ucapku spontan tanpa kusadari dan tak direspon juga olehnya. Dia hanya menatapku datar dan aku merutuki diriku yang dengan bodohnya mengatakan hal seperti itu. Dia pasti berpikir kalau aku seperti anak kecil yang ketakutan hanya karena suara gemuruh badai dan petir dan akan menolakku dengan suara datarnya itu, tapi dugaanku salah karena nyatanya ia malah berjalan kearahku dengan lilinnya. Ia meletakkan lilin itu di atas meja kecil yang ada di samping ranjangku. Karena suasananya sangat canggung akhirnya aku memilih naik ke ranjang terlebih dahulu untuk tidur lebih awal dengan posisi menghadap tembok dan membelakanginya. Aku sudah cukup malu karena memintanya menemaniku, bahkan jika lampu kamarku hidup pasti mukaku yang sekarang ini sud
Baca selengkapnya
Tangis
Mobil Ayah memasuki sebuah kompleks perumahan yang terlihat sangat elit dimata gadis kampung sepertiku. Kami berhenti di depan rumah yang berukuran besar dengan halaman yang luas dan dipenuhi dengan banyak tanaman, bahkan ada seorang satpam yang membukakan gerbang agar mobil Ayah bisa masuk.“Kayaknya orang yang namanya Eyang itu kaya banget deh”, pikirku polos.Aku keluar dan berjalan di samping Ayah untuk masuk ke dalam rumah orang yang bernama Eyang ini, di dalamnya terlihat ada banyak orang dengan penampilan mengesankan dimana hampir semua laki-laki memakai kemeja rapi dan jas serta rata-rata seperti sosialita yang dari ujung kepala memakai barang-barang branded. Aku masih terus memandangi semua orang di dalam rumah ini sampai akhirnya mataku tak sengaja bertatapan dengan seorang perempuan renta yang terduduk di atas kursi roda, perempuan tua itu memakai baju yang menurutku harganya pasti mahal, badannya terlihat kurus namun wajahnya masih terl
Baca selengkapnya
Ambigu
06:30“Ta, cepetan atau kamu telat ke sekolah!”, tegur Ayah kepadaku yang terlalu lama bersiap diri. Oiya, hari ini adalah hari ke sebulan aku pindah ke sekolah baruku ini, tapi meskipun begitu aku belum menemukan teman yang benar-benar cocok dengan diriku. Aku berasal dari kampung sedangkan mereka berasal dari kota jadi  mudah ditebak bukan kalau dari segi pergaulan saja kami sudah sangat berbeda, maka dari itu aku kesulitan menemukan teman yang bisa kujadikan sahabat, lagipula mencari teman itu kan memang harus selektif agar tidak membuat kita terbawa arus negatif bukan.“Kamu mau Ayah tinggal Ta?”, ketus Ayah yang sepertinya sudah gemas dengan tingkahku ini. Ya mau bagaimana lagi, semalam aku terlalu seru membaca novel sampai-sampai tak ingat waktu dan aku baru sadar saat jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi, alhasil pagi ini akupun bangun kesiangan dan menjadi sasaran omelan Ayah lagi.Aku berlari menuju garasi dan segera masuk ke
Baca selengkapnya
Dita Cantik Nan Baik
Bohong Nyatanya sampai siang hari ini pun aku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. "Kira-kira apa maksudnya ya? Ga mungkin Ayah ngomong seserius itu kalo ga ada niat apapun", pikirku. Plakkk.... Aku mendelik menatap Dita yang dengan seenaknya memukul kepalaku, ditambah ekspresi tanpa merasa bersalahnya membuatku makin naik darah saja. "Hehe, sorry lagian lu sih daritadi gua panggil-panggil kagak nyaut, kan gua gedeg jadinya", eluhnya padaku. Aku tak menjawab keluhan Dita tadi karena otakku masih memikirkan perkataan Ayah semalam.  Plakkk.... Aku menengok ke arah Dita sambil tersenyum garang. "Lu tuh aneh tau Ta, udah sering ngalamun sendiri pas pelajaran, sukanya nongki di perpus sampe ketiduran, seragam kegedean dan ga modis sama-sekali, kagak make make up, ngomong sama orang lain pake aku kamu lagi, duhh kek orang pacaran. Tapi anehnya lagi kok gua mau-mau aja gitu ya jadi t
Baca selengkapnya
Siapa Dia?
“Ayahhh”, teriakku cukup kencang tapi tak ada tanda-tanda Ayah akan keluar dari kamarnya. “Ayah ayoo ihh, ini udah jam berapa. Nanti kalo kesiangan panas”, teriakku lagi, kali ini dengan mengetuk pintu kamarnya cukup kencang, namun tak ada balasan sama sekali. Aku sudah sebal dan langsung membuka kenop pintu kamar Ayah dan pemandangan pertamaku membuat aku terkejut. “Ayahhhh!” “Ayah kok masih tidur sihh, katanya kemarin mau jogging bareng pagi ini, gimana sih?”, omelku sebal karena Ayah masih tidur dan hanya menggeliat seperti cacing yang belum makan saat kutegur. Benar-benar menyebalkan. Ini masih pagi tapi Ayah berhasil membuat moodku menjadi jelek sekarang. “Bangun! Ayo bangun Yahhh”, aku berteriak tepat di telinga Ayah sambil menarik-narik selimut yang sekarang sudah ku lempar ke lantai. Aku memukul-mukul pipi Ayah sambil terus menyuruhnya untuk bangun dan cukup membuahkan hasil karena sekarang setidaknya Ayah sudah membuka matanya. “Ayo b
Baca selengkapnya
Maaf?
Flasback...Aku masih menangis karena membaca pesan yang ditulis lelaki tua itu di notes yang ia tempel di kulkas. Hatiku yang lembut ini terharu dengan pengakuan maaf darinya. Aku baru sadar bahwa Ayah bukanlah sosok laki-laki yang mudah menyampaikan apa yang ia rasa. Ia tak mengatakan sayang bukan semata-mata karena ia memang tak sayang, namun ia hanya bingung bagaimana cara menyampaikannya, ia terlalu kaku dan lagi-lagi aku baru menyadarinya. Sejak awal pertemuan kami Ayah memang tak pernah mengucapkan kata maaf ataupun mengatakan bahwa ia menyayangiku, namun selama iggal bersamanya ia selalu memperhatikan akau, menjagaku, dan selalu berusaha membuat putri kecilnya ini tetap merasa nyaman dan tak teringat terus akan kematian sang Ibu. Aku akui aku terlalu naif dan kekanakkan, tadi pagi aku tak memberikan Ayah kesempatan untuk bicara. Aku hanya menyimpulkan sendiri apa yang aku liat dan menjadikan itu landasan bahwa Ayah tak menyayangiku.“Malem ini ak
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status