공유

Bab. 5

Brukk!!!

Tubuhnya terhempas ke depan meninggalkan nyeri yang luar biasa sangat di sekitar tempurung lututnya. Suara panggilan di belakang sudah menghilang di susul suara langkah kaki mendekat.

"Vasya!"

Gadis itu memegang lututnya sambil merintih serta mengumpat sebal dengan takdir yang tak berpihak padanya. Ia melihat langkah kaki si Herry mendekatinya dengan tampang khas menyebalkannya.

Hati Vasya sudah tak karuan, keringatnya bercucuran dimana mana, nafasnya tentu tak beraturan dengan sorot mata terancam.

Siapapun tolong!

"Kak Vasya!"

Tubuh Vasya tersentak kaget mendengar namanya di sebut seseorang dari belakang, ia jelas tak mengenali suara tersebut. Gadis itu menoleh ke belakang sebentar, ia melihat pria berjas sedang tersenyum ke arahnya. Dia berani bertaruh bahwa ia tak mengenalnya sama sekali.

Tunggu.

Pikiran Vasya traveling ke masa lalu dan sepertinya lelaki berjas itu teman dari adiknya sendiri. Dengan raut wajah sumringah Vasya tersenyum lega. Sementara sosok Herry sudah sangat dekat tapi tak berani macam macam, lelaki itu menjaga jarak dengan sopan. Lelaki muda penolongnya tadi semakin mendekat, ia mengulurkan tangannya untuk membantu Vasya yang sepertinya kesulitan berdiri.

"Aku antarkan pulang."

Dalam hati Vasya amat sangat bingung tapi ia tak bisa menolak pria tersebut, ia rasa teman adiknya itu orang baik. Menit selanjutnya ia mengangguk dan berlalu begitu saja meninggalkan si Herry yang jaraknya tinggal 6 langkah darinya.

Kakinya terseok seok tapi masih mampu berjalan pelan pelan. Lelaki itu dengan sopan menawarkan bantuan dan akhirnya iapun memapah Vasya pulang. Vasya sendiri was was, ia berulang kali melirik sekilas ke belakang melalui ekor matanya lagi lagi pak Herry masih berdiam diri di tempat, lelaki itu tak beranjak dan terus memerhatikan langkah kaki gadis itu menjauh.

"Lain kali hati hati."

Dengan kikuk Vasya tersenyum miris, ia sebenarnya masih bingung akan pertolongan Tuhan yang begitu mendadak ini.

"Terima kasih ya, kamu datang di saat yang tepat sekali."

Vasya terharu ia berjalan sambil menyeka air matanya yang tak sengaja menetes. Bayangkan saja kalau tak ada orang ini entah seperti apa nasibnya.

"Ya."

"Kamu tiba tiba saja lewat sini?"

Lelaki itu menggeleng, ia kemudian bercerita bahwa ia dengan bosnya tak sengaja lewat sini. Vasya hanya bisa mengangguk sebagai respon untuk pernyataan lelaki itu. Mereka terus berjalan menuju rumah Vasya.

"Itu bosku."

Hah?

Andri?

Kini mereka sudah dekat dengan rumah Vasya dan lelaki itu kebetulan sedang mengacungkan jarinya ke arah pintu rumah Vasya yang tepat di sana Andri sedang membelakangi mereka.

Sejak kapan adiknya jadi bos, mereka kan berteman. Bukankah tadi ia menelpon adiknya berulang kali, kenapa adiknya berada di luar di cuaca sedingin ini.

"Andri?"

"Bukan, yang itu lo."

Bangsat!

Alangkah syoknya Vasya saat menyadari dengan siapa Andri sedang menghabiskan waktu. Hanya lelaki satu itu yang bisa membuat moodnya buruk seketika. Andri langsung khawatir melihat kakaknya berjalan pincang ke arahnya.

"Kenapa kak?"

"Pake nanya, Ponsel kamu kemana?!"

Andri menjawab bahwa ia sedang mengisi daya ponselnya karena baterainya low bat. Mata Vasya masih mendendam ke arah adiknya yang tidak peka tapi ia juga melirik sekilas mantan atasannya yang terduduk di depan tangga sedang memandang balik ke arahnya.

Lelaki yang menolongnya tadi berbisik ke pada bossnya lalu mengucapkan selamat tinggal pada adiknya ala ala sahabat karib. Kemudian disana tinggal mereka bertiga dengan yang termuda sedang berbicara ngalur ngidul mengenai lutut Vasya.

Gadis itu tak nyaman dengan situasi aneh yang belum pernah terjadi sebelumnya, iapun merasa heran ternyata Andri mengenal mantan atasannya. Kenapa lelaki itu tak ikut pergi saja, ada urusan apa ia kemari. Vasya tentu tak mau repot bertanya, ia hanya melirik sekilas.

"Ayo masuk disini dingin."

Andri mengangguk lalu mengajak masuk Jaden yang sedari tadi terduduk dengan tenang seperti seorang biksu yang sedang meditasi. Mendengar adiknya menyuruh Jaden masuk ia langsung membeku dan seketika menoleh.

"Lelaki itu tak boleh masuk!"

"Kenapa kak. Dia kan atasan kakak?"

"Mantan atasan!"

"Hey kakak jangan jahat jahat pak Jaden ini orang baik."

Baik baik apanya.

Andai kamu tahu dulunya bagaimana pasti tak begitu suaramu.

"Suruh dia pulang!"

Tapi adik badung itu masih saja mempersilahkan Jaden memasuki rumah mereka. Api amarah mulai sedikit demi sedikit tersulut. Dengan rahang terkantup Vasya memasuki rumah sambil merambat karena kakinya masih terasa nyeri.

Mereka terduduk di ruang tamu. Andri segera ke dapur membuatkan minum dan berniat memasak mie instan untuk kakak tersayangnya juga untuk pria berkharisma yang sedang ia kagumi sekarang. Jaden mengamati rumah bergaya minimalis itu dengan raut wajah tak terbaca sementara Vasya menatap lurus ke arah lelaki yang sama sekali tak ingin ia temui kembali.

"Kenapa?"

Lelaki itu menoleh mendengar lawan bicaranya akhirnya memulai percakapan.

"Tak ada."

"Ngapain kesini?"

"Mau minta restu dari adikmu."

Vasya hanya bisa melotot, ia menyilangkan tangannya dengan angkuh. Iapun tak kaget jika Jaden bisa sampai datang kemari. Dia tahu siapa Jaden bahkan rumah presidenpun ia bisa tahu apalagi rumahnya. Pasti hanya butuh hitungan menit ia bisa sampai sini.

Lelaki kaya itu masih menatap lurus tanpa ada amarah atau rasa bersalah sementara Vasya tak mau melihatnya lama lama.

Tolong pergi!

"Pulang disini tak ada restu."

Ya memang adanya Andri sama Vasya. Si Restu mah biasanya di rumahnya sendiri ya ngapain di cari disini ?

"Vasya.."

"Pak Jaden yang terhormat tolong hargai keputusan saya, saya benar benar resign dan berharap bisa hidup normal."

"Kamu bisa hidup normal."

Dengan cepat kalimat Jaden mendapat gelengan keras. Wanita itu menatap Jaden dengan tegas ia tak mau kembali lagi. Rasanya ia hampir mau menangis lagi, dadanya sesak serasa ingin menjerit dengan suara melengking tapi kata psikolog ia harus tetap mempertahankan suaranya.

Dengan merinding dan rasa ingin menahan pipis ia membulatkan tekadnya sendiri. Tangannya terkepal lalu mengerjap dan menghembuskan nafas dengan benar.

"Saya sudah pernah pak dan sekarang jamannya sudah beda. Saya sudah dewasa dan bisa meng cut off orang dalam hidup saya. Dan bagi saya bapak adalah salah satunya."

Jaden memandang Vasya dengan mata nanar tapi lelaki itu tak memberikan jawaban apapun. Ia hanya melirik jam dinding sekilas lalu memandang Vasya sekali lagi.

"Kalau saya punya salah saya minta maaf tapi kondisi ini serius sya."

Memang sangat serius.

Vasya masih bungkam rupanya setelah sekian lama Jaden tak tahu dimana letak kesalahannya di masa lalu. Memang benar kata orang bahwa manusia tak pernah berubah.

"Kalau kita reset ulang hubungan kita bagaimana?"

관련 챕터

최신 챕터

DMCA.com Protection Status