Share

Atasanku Cinta Pertamaku
Atasanku Cinta Pertamaku
Penulis: Jiwasen

Prolog

"Maaf pak saya akan revisi ulang."

"Sudah berapa kali kamu mengulangi proposal ini?!"

Atasan mirip singa itu membanting dokumen setebal penghapus ke lantai. Semua jerih payah Vasya berhamburan begitu saja sementara pak Herry masih saja misuh misuh tak karuan karena masalah titik koma yang tak begitu pas di dalam frasa yang gadis malang itu ketik.

Sebenarnya gadis itu sudah kebal bahkan membebalkan diri dengan arogansi macam ini, ia tahu bahwa lelaki yang sekarang mengeluarkan kata kata binatang itu punya dendam padanya di masa lampau jadi ia hanya bisa menerima semua cercaannya dengan lapang dada.

"Kamu itu ya tidak becus padahal sudah bertahun tahun berkerja!"

Andai gadis itu lemah ia pasti sudah menangis tapi tidak, ia bukan wanita macam itu. Dengan percaya diri dia menghembuskan nafas lalu menata dokumennya dan langsung bangkit dengan tujuan mendengarkan cercaan bertubi tubi itu kembali.

Maklum dia bukan pewaris jadi hal semacam ini harus ia patuhi walaupun rasanya ingin menampol wajah pak Herry menggunakan hak tinggi yang sedang ia kenakan. Kali ini mungkin satu mata pak Herry bisa tercongkel kalau saja ia serius nekad melakukannya tapi yang ia lakukan hanya meringis.

Memaksakan senyumnya yang super duper irit tentu akan sangat menghemat emosi. Dengan seperti itu maka pak Herry akan bosan sendiri mengomel karena ia tak terpancing sama sekali.

"Ya sudah kembali bekerja! Kamu lembur hari ini!"

Hanya desahan pasrah yang keluar lalu Vasyapun pamit pergi menuju mejanya sendiri. Ia jelas tahu kenapa pak Herry amat membencinya.

"Semangat Vasya, dia hanya perlu perhatianmu."

Vasya hanya tersenyum kecut kepada kak Viola lalu berlalu menuju meja kerjanya. Untuk yang kesekian kalinya ia berkutat di proposal yang sama. Atasan bangsat itu memang benar benar tak bisa membedakan mana privasi dan mana pekerjaan. Jelas sekali lelaki beruban itu masih setara dengan bocah kelas 3 SD.

Mata Vasya masih memandang ruangan pak Herry sambil berpikir dengan keras juga meremas kertas di tangannya. Saking membuncahnya rasa muaknya sampai sampai mulutnya berdesis seperti medusa.

Sabar sabar sabar...

Setelah mendesis akhirnya perasaannya bisa normal kembali. Ia terus melantunkan kata sabar lalu kembali lagi berkutat dengan proposal sialan yang sudah mirip jamur baginya karena saking lamanya ia merevisinya.

Ting !

Kolom chat kantor berdenting tanda bahwa ada pesan masuk. Tangan Vasya segera mengkliknya dan rupanya itu ajakan makan siang dari Amanda. Dengan malas Vasya menatap meja Amanda lalu nyengir ogah ogahan padanya. Gadis itu hanya terkikik melihat ekspresi teman karibnya yang lecek karena omelan si tukang rese Herry.

Setelahnya Amanda mengirim pesan lagi, dia mengirim kata kata penyemangat dengan di sertai gambar hati warna orange di belakang. Vasya melihatnya hanya bisa tersenyum samar, dalam hati ia berterima kasih dengan Amanda yang sudah berulang kali mengembalikan moodnya.

Jika ia sendirian di ruangan ini maka ia fix bisa langsung bunuh bunuhan dengan Herry tapi untung Amanda sangat di butuhkan sebagai peredam amarah di sanubari Vasya. Kesalahan pak Herry amatlah fatal, Jika dia bukan boss maka sudah di tendang hingga mati oleh Vasya karena perlakuan lelaki itu padanya tempo hari.

Tidak tidak. Segera hilangkan memori itu, itu sudah berlalu dan tidak penting lagi.

Reflek kepala Vasya menggeleng dengan keras, ia mencoba fokus melihat komputer tapi rasanya sama saja. Hingga waktu makan siangpun tiba menyelamatkannya dari pekerjaan yang tak pernah selesai walaupun ia berusaha semaksimal mungkin. Amanda segera menarik tangannya dan kedua gadis itupun sudah hilang duluan mendahului yang lain.

Pak Herry yang baru keluar langsung membatin karena kursi Vasya sudah kosong, lelaki pecundang itu terus saja mencari masalah.

"Dasar si Vasya di suruh kerja saja bodohnya minta ampun giliran makan nomor 1."

Mendengarnya semua rekan kerja Vasya hanya bisa garuk garuk kepala mereka, mereka jelas tahu bahwa atasan mereka memang menargetkan Vasya untuk di benci karena suatu hal. Dan ironinya mereka tahu alasan Vasya di benci, mana bisa mereka tak tahu karena kejadiannya jelas mereka lihat sendiri.

"Lihat saja saya pasti akan memecatnya."

Kali ini para rekan rekan yang masih berdiri mematung seketika melotot kepada pak Herry. Mereka tak percaya juga merasa iba dengan gadis malang yang tak salah apa apa, malah gadis itu adalah korbannya si Herry Potrek. Para reka satu ruangan itu saling pandang tapi tak berani untuk mengucapkan sesuatu. Mereka jelas tak bisa membela Vasya terang terangan.

*

Di ruangan itu hanya tinggal Amanda, Viola dan juga Vasya. Mereka tampak sibuk di komputer masing masing tapi pekerjaan mereka jelaslah berbeda. Amanda asik main soltaire, Vasya mengerjakan proposal sialannya sementara Viola asik mengotak ngatik video.

"Kalian tak pulang?"

"Nanti, aku sedang menunggu Vino menjemputku."

Amanda kembali memainkan game dengan malas karena ia jengkel dengan pacarnya yang dari tadi bilang otw tapi tidak sampai sampai.

"Aku masih sibuk dengan klip video promosi."

"Oh, promosi untuk iklan mie itu kak Viola?"

Dari seberang Viola hanya berdehem lalu fokus lagi dengan pekerjaannya sementara Vasya masih sibuk mengetik dan sekarang sampai di halaman 20. Rasanya tangannya mulai keriting, ruas ruas jarinya seperti membengkok tapi ia masih harus menyelesaikannya.

Tepat pukul 22.45 Amanda serta Violapun berpamitan pergi.

"Sudah selesai kak Videonya?"

"Sudah, besok pagi di lihat ya."

Vasya hanya mengangguk sementara itu Amanda menghampirinya dan memberikan susu kotak untuk membuat teman karibnya itu bersemangat.

"Semangat ya, aku pulang dulu Vino sudah menjemput."

Vasya hanya mengangguk dan menyuruh mereka untuk berhati hati karena ini sudah sangat larut.

"Ihh kamu yang hati hati di sini banyak hantunya lo."

Mendengarnya Vasya hanya tersenyum samar, ia jelas tak takut karena setiap harinya ia sudah bertemu hantu sialan yang selalu menyuruhnya untuk revisi. Kedua gadis itu berjalan menjauh menuju pintu keluar meninggalkan Vasya seorang diri.

Baru 21 halaman kurang 20 halaman lagi. Badannya sudah pegal tapi tak bisa menyerah begitu saja. Iapun melanjutkan perjuangan sia sianya kembali. Apapun perkataan pak Herry pasti sama saja baginya makanya ia tak mengharapkan lebih yang penting ia hidup dan dapat berkerja walaupun seberat ini ujiannya.

Entah kenapa aura di dalam ruangan itu mulai membuat bulu kuduk Vasya merinding. Tampangnya yang sudah tak karuan segera menoleh kanan kiri tapi tak ada siapapun hanya ruangan dingin yang kembali mengitarinya.

Tapi dia jelas merasakan sesuatu. Dengan gugup ia mencoba mengetik kembali menyelesaikan 20 halaman itu secepat yang ia bisa. Dan saat ia menoleh ke arah pintu kebetulan pintu itu bergerak entah di gerak kan oleh siapa.

Ceklekkk....

Rasanya Vasya mau pingsan saja, ia tak berani memikirkan hal lain selain kenyataan bahwa itu ulah angin padahal jelas bukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status