Suara pintu kaca itu terdengar didorong seseorang dari luar. Vasya masih menatap ke arah pintu tapi tak ada siapa siapa. Nafas serta perasaanya makin tak karuan, ia menulis lagi secepat yang ia bisa tapi tiba tiba ia mendengar suara aneh yang terdengar sangat dekat lalu kemudian dia reflek mendongak.
Hampir ia menjerit tapi tak jadi karena percuma saja ia lakukan. Mulutnyapun hanya bisa membisu dengan mata yang membelalak menatap sosok yang muncul di hadapannya. Mimpi apa dia kemarin malam sampai sial begini.Matanya rasanya tak percaya dengan sosok yang berdiri tegak dengan berani di hadapannya. Sekali lagi Vasya hanya bisa mematung lalu mengucek kedua matanya dan masih belum hilang. Dewa dari masalalunya masih berdiri tegak menjulang menatapnya dengan tatapan heran.Parahnya tampilan Vasya sudah tak karuan bentuknya, soflensnya copot sebelah sehingga warna matanya jadi hitam dan biru. Rambutnya sudah tak tertata rapi serta kantung matanya benar benar menghitam membingkai wajahnya yang sayu."Kenapa masih disini?""Hah?"Tentu gadis itu masih loading, ia masih belum terconect dengan situasi aneh macam ini. Setahunya lelaki ini tak bekerja di sini, dahulu ia jelas pamit akan keluar negeri. Dan entah kenapa perasaan takut menyeruak kembali. Perutnya kembali melilit tiba tiba padahal Vasya makan makanan normal."Ini kantor tempat aku bekerja dan aku sedang lembur.""Ohh, sendirian?"Vasya hanya mengangguk lalu menatap tangan serta penampilannya yang sungguh amat memalukan. Lalu kemudian terdengar beberapa langkah kaki yang terdengar menyeret sesuatu jadi kejauhan."Pak Jaden mau di taruh mana mejanya.""Lurus saja pak taruh di ruangan itu."Gadis itu terdiam memperhatikan tukang antar barang yang lalu lalang. Ia masih belum bisa memikirkan hal yang logis untuk situasi sekarang."Bagaimana kabarmu?"Untuk pertanyaan itu kenapa terasa amat menyakiti hati Vasya. Mukanya muram dan mulai meratapi apa yang terjadi padanya dalam artian ia malu bertemu dengan Jaden di situasi mirip guk guk seperti ini."Kabarku baik."Kata Vasya setelah mengumpulkan banyak energi sekitar. Setelahnya ia mencoba kembali berkutat dengan proposal yang ia buat, tentu ia takkan lengah karena Herry pasti akan kembali menerornya besok pagi. Sungguh ironi bukan."Sudah lama bekerja di sini?""Sudah 3 tahunan.""Ohh berarti kita juga sudah tak bertemu selama itu ya Sya?"Deg.Mulai deh.Kali ini Vasya berhenti mengetik, ia tertegun dengan perkataan Jaden barusan tapi akhirnya iapun mengangguk lemah lalu melanjutkan ketikannya."Sedang membuat apa?""Proposal untuk di serahkan besok."Jaden terlihat sedikit kepo tapi Vasya mencoba menutupi kertas kertas yang sudah tersusun rapi di kanannya karena itu merupakan rahasia perusahaan."Ohh proposal tentang minuman kotak rasa rasa itu?"Perkataan Jaden membuat Vasya mendongak. Ia tak percaya kalau Jaden mengetahuinya padahal kata pak Herry proposal itu belum matang dan belum di serahkan ke atasan otomatis belum keluar dari perusahaan tapi kenapa Jaden bisa tahu."Itu bahkan sudah dalam proses pembuatan Sya, kenapa kamu capek capek nulis lagi?""Hah? Kata siapa?""Akulah, memang kamu tak di beri tahu pak Herry?"Wajah plongak plongok Vasya terlihat menyedihkan sekali. Gadis itu bahkan hampir manangis karena saking konyolnya. Dia hanya bisa memberikan gelengan untuk menjawab Jaden."Itu sudah hampir mau di pasarkan Sya produknya."Tunggu."Kamu kerja dimana sih?""Disinilah, di devisi sebelah.""Benarkah?"Sungguh Vasya tak bisa berkata kata, ia jelas belum pernah bertemu Jaden sebelumnya. Mungkin lelaki itu berbohong. Tapi anehnya lelaki itu sekarang sedang menyuruh nyuruh tukang untuk merombak ruangan pak Herry. Aneh, apakah sekarang Jaden bekerja sebagai tukang interior."Sejak kapan bekerja disini?""Sudah 6 bulan."6 bulan?"Sebagai?""Manager tim Devisi 3."Gadis itu tak berhenti mengerjapkan matanya yang sama sekali tidak kelilipan. Ia hanya tak percaya dengan tipuan yang barusan terucap. Mana mungkin 6 bulan karena ia sama sekali tak pernah bertemu dengan Jaden."Bercanda ya kamu?"Tapi uniknya Jaden tak bergeming, lelaki itu nampak serius dan sekarang Vasyapun berubah serius. Ia mematung setelah tersadar bahwa sering sekali ia mendengar celotehan anak lain Devisi yang mengatakan bahwa manager baru Devisi 3 itu tampannya luar biasa.Dan sekarang sudah terkonfirmasi sendiri tapi kenapa ia sekarang ada di ruangan Devisi 1. Apa masalahnya dan kenapa ruangan pak Herry di rubah."Sudah tak usah di ketik lagi buang buang waktu.""Tapi ini tugas dari pak Herry."Kali ini tatapan Jaden terlihat menyelidik. Ia seolah sedang melihat alien yang tersesat di planet bumi dan sulit untuk berbaur. Tak sadarkah bahwa pak Herry brengsek itu hanya membuatnya mati konyol untuk proposal yang sudah dalam proses produksi. Setiap hari menyuruh revisi padahal produknyapun sudah siap di pasarkan. Setannya lagi sudah 2 bulan ia di kerjai begini.Memang setan benar pak Herry!"Kamu belum tahu?""Tahu apa?"Jaden menghembuskan nafas, ia pasrah dengan ketidak uptodatetan teman lampaunya itu."Coba lihat di chat kantor."Segera karena saking keponya ia menyalakan laman chat kantor yang dari tadi dia nonaktifkan karena sangat berisik dan beresiko mengganggu acara lemburnya. Seketika ia mengscroll grup yang sedang ramai dengan beratus ratus komen itu. Wajahnyapun menganga melihat video yang entah dari mana asalnya itu.Dia jelas mengenali wanita yang di blur wajahnya itu, benar tidak lain dan tidak bukan adalah dirinya sendiri yang sedang di lecekan oleh atasannya sendiri. Wajahnya terasa dingin sekali, ia reflek menelan ludah. Tangannyapun bergetar sambil mengscroll keseluruhan berita mengejutkan tersebut.Alangkah baiknya kabar itu tapi tetap saja ia merasa malu setengah mati walaupun wajahnya di blur. Satu sisi positifnya, akhirnya atasan sialan itu berhasil di depak dari sini."Kapan ini terjadi?""Mungkin hampir 2 jam yang lalu."2 jam yang lalu tepat kedua gadis rekan kerjanya itu meninggalkan ruangan bukan. Mungkinkah mereka tahu saat itu juga dan memutuskan diam. Tapi lagi lagi suara Jaden membuat Vasya mematung."Sudah punya pacar?""Hah?"Bukan saatnya bertanya demikian dan Vasyapun malas menjawab karena dia sedang dalam pikirannya sendiri. Kenapa tiba tiba semuanya seperti ini, siapa yang dendam dengan si Harry selain dirinya. Kenyataannya hanya ia yang di rundung pasalnya pak Herry orang yang baik kepada semuanya kecuali dia."Sudah punya pacar?"Vasya terpaksa mendongak, ia heran kenapa hal itu ditanyakan kembali oleh Jaden. Dengan nafas berat Vasya mengatakan bahwa ia belum memiliki pacar."Oke, besok ayo kita kencan."Matanya kembali membulat. Dia tak salah dengar kan. Orang gila itu kenapa gemar sekali mengajaknya berkencan."Jaden jangan bercanda!""Aku tak bercanda, kita bisa mulai kencan kapanpun."Mendengarnya membuat Vasya makin menganggap bahwa Jaden sudah gila. Mereka jelas bekerja di beda Devisi.Tunggu.Hey, ruanganmu di Devisi 3. Seketika mulut Vasya kering. Ia menatap Jaden dengan mata membulat sementara masalalunya itu tersenyum dengan seringai bagai serigala. Para tukang masih lalu lalang seolah membuat singgasana baru bagi raja hutan sialan. Sial. Baru belum genap sejam ia lega karena Herry hilang dari pandangan tapi sekarang sudah ada penjajah baru dalam hidupnya. Jaden bukan Dewa ia iblis berbalut wajah tampan dengan tubuh yang mirip pahatan yunani. Sungguh ia iblis.Makanya Vasya tak senang sedikitpun bertemu dengan Jaden, ia sama sekali tak merasa nyaman dengan situasi sekarang. Dengan cekatan ia segera mematikan komputer dan meraih tas hendak pulang lalu menulis surat pengunduran dirinya. Tapi iblis berkulit dewa itu mencegahnya untuk pergi."Jangan bilang tak mau karena kamu sudah tahu bagaimana hari harimu setelah menolakku."Hening. Waktu seolah berhenti berjalan. Tubuh Vasya membeku dan pikirannya menjelajah ke memori sebelumnya saat mereka SMA. Sungguh kenapa ia ma
Setelah Jaden berbohong tentang hal pernikahan semua orang kasrak kusruk sambil ciya ciye sementara Vasya menelan ludahnya kembali dan tak berani mengatakan sesuatu. Ekspresi setan itu amat sangat menyiksa membuat Vasya pening lalu tanpa sadar sesuatu mengalir menuju mulutnya.Menyadari ada yang tak beres dengan hidungnya Vasya hanya bisa mendongak agar darahnya tak terus keluar. Amanda langsung syok, ia tergopoh gopoh memberi Vasya tisue sambil nyerocos tak jelas. "Makanya jangan terlalu giat bekerja." Vasya sendiri hanya terdiam dan fokus menyeka mimisannya sendiri sementara Jaden menatapnya tanpa ekspresi. "Sepertinya kita perlu ke rumah sakit."Vasya menoleh lalu menggeleng dengan tegas tapi seperti biasanya Jaden memang begitu tabiatnya. Lelaki itu tetap memaksa dan akhirnya mereka beneran pergi tanpa menggubris semua karyawan yang sudah bergosip ria tentang mereka kecuali Amanda.Gadis malang itu sekarang sedang di buru penjelasan oleh rekan rekannya. Dan sialnya Amanda benar
"Percaya padaku dan jangan membantah!""Ya.""Jaden itu bukan pacarku, dia lebih lebih gila dari drama yang ia buat kemarin."Amanda kelihatan kebingungan, ia dari tadi kepo dengan hubungan Vasya dan Jaden tapi malah diberitahu hal yang membuatnya makin pusing. "Jadi kamu tidak pacaran dengan pak Jaden?"Vasya dengan polos menggeleng lemah. Ia meringis dan menatap Amanda. Bestinya harus tahu kisah yang sebenarnya, ia harus memberitahukan semuanya dari A sampai Z. Pokoknya sampai Amanda paham betul dan tidak bertanya kembali apa hubungan mereka. "Jaden dan aku satu SMA, ia banyak di gandrungi wanita tapi naasnya dia salah paham dulu dan mengira aku menyukainya padahal sama sekali tidak.""Lalu?" Ceklek..Andri menatap Amanda, ia mengatakan bahwa ada lelaki yang mencarinya. Seketika Vasya bernafas lega karena ia tak perlu mengatakan secara detail untuk saat ini."Oke, bilang aku akan turun."Setelahnya Andri terdengar menuju pintu sementara Amanda menatap Vasya penuh selidik. "Cuma s
Brukk!!!Tubuhnya terhempas ke depan meninggalkan nyeri yang luar biasa sangat di sekitar tempurung lututnya. Suara panggilan di belakang sudah menghilang di susul suara langkah kaki mendekat."Vasya!"Gadis itu memegang lututnya sambil merintih serta mengumpat sebal dengan takdir yang tak berpihak padanya. Ia melihat langkah kaki si Herry mendekatinya dengan tampang khas menyebalkannya.Hati Vasya sudah tak karuan, keringatnya bercucuran dimana mana, nafasnya tentu tak beraturan dengan sorot mata terancam. Siapapun tolong!"Kak Vasya!"Tubuh Vasya tersentak kaget mendengar namanya di sebut seseorang dari belakang, ia jelas tak mengenali suara tersebut. Gadis itu menoleh ke belakang sebentar, ia melihat pria berjas sedang tersenyum ke arahnya. Dia berani bertaruh bahwa ia tak mengenalnya sama sekali.Tunggu. Pikiran Vasya traveling ke masa lalu dan sepertinya lelaki berjas itu teman dari adiknya sendiri. Dengan raut wajah sumringah Vasya tersenyum lega. Sementara sosok Herry sudah s
Aneh aneh saja perkataannya!Mana bisa."Pak tolong.."Dengan Frustasi Vasya memegangi kepalanya. Ia hampir menangis dengan situasi macam guk guk seharian ini."Saya sudah muak pak, bapak cari pembantu lain saja.""Aku tak butuh pembantu."Bohong!Memandangnya lama lama membangkitkan memori lama dan itu membuat Vasya meneteskan air mata kembali. Ia sudah tak mau terjebak dimasa lalu, ia mau bangkit. Rasanya ia lelah hidup di atur orang lain, ia ingin bebas lepas seperti sedia kala."Vasya, dengarkan aku.."Saat Jaden berkata demikian Andri tiba tiba datang membawa secangkir kopi. Ia bingung melihat tampang kakaknya sudah tak karuan bentuknya sambil memijit mijit kepalanya. Yang ia sadari adalah kedua orang itu punya sesuatu hubungan tapi ia memilih mundur ke dapur alih alih kepo dengan urusan kakaknya."Bapak yang dengerin saya, saya menolak bapak datang ke hidup saya lagi titik!"Andai kalau kakinya sehat ia pasti akan langsung pergi ke kamarnya tapi sayang lututnya benar benar berma
"Udah deh jangan ributin ini, Pak Herry ndak akan sampe segitunya kok tadi kebetulan saja paling."Jaden menghembuskan nafas lelah ia jelas membenci wanita pembangkang. Ia benar benar heran dengan Vasya yang susah sekali di bilangi. Vasya juga sebenarnya kepikiran tapi ia lebih memilih pura pura tak terjadi apa apa, ia memaksa pikirannya untuk positif thinking, serius ia kini menganggap adegan lari larian tadi cuma kebetulan."Percaya sya biar kamu aman."Memang benar tapi Vasya menolak untuk sekedar berseliweran di depan Jaden kembali. Bukannya aman tapi malah pusing yang ada."Ayo kita kembali seperti dulu maka psikopat sepertinya tak akan macam macam padamu."Gila ya?Apa aku pindah kota saja?Kok pilihannya tak ada yang lebih baik?"Jangan melarikan diri, dia akan mengejar dan aku tak bisa memantau kalau kamu jauh."Kali ini Vasya menelan ludah, sulit baginya berkutik jika di depan Jaden yang sudah tau semua tentangnya dan juga pikirannya. Lelaki sialan itu mencoba meyakinkannya k
Vasya mendongak, ia sudah hampir menangis. Kalimat selanjutnya sangat membuat ia penasaran. Hal seperti ini saja sudah membuatnya syok berat, sekarang apalagi yang terungkap."Pak Herry memasang camera di bawah mejamu.""Apa?!"Vasya memejamkan mata dan air mata itu sudah menetes begitu saja. Mukanya sudah memerah, belakang telinganya terasa panas dingin menahan amarah.Dasar bejat Herry sialan!"Banyak sekali video setengah badanmu sya, ini tak benar, lelaki itu jelas bisa nekad."Kenapa serasa hancur semua martabatnya dan lebih parah lagi semua itu di ungkap oleh Jaden. Vasya merasa malu sekali dengan lelaki yang sekarang masih membicarakan tentang hal hal di luar nurul yang ia temukan di laci meja pak Herry.Perasaan Vasya tak karuan, ia menggigit jari jemarinya sambil menatap Jaden yang kini terdiam. Dalam diam mereka saling menatap mencoba menyelami pikiran masing masing dan akhirnya Vasya menyerah."Aku pulang ke kampung halamanku saja kalau begitu."Jaden terdiam sejenak, ia pik
Suara Andri terdengar lantang sementara tubuh kakaknya sudah ia lempar entah kemana. Kebiasaan lelaki itu tak pernah bisa sembuh. Setiap kali mati lampu pasti ia akan panik sendiri. Dan untungnya tubuh Vasya tak terbentur lantai melainkan tertangkap oleh Jaden.Pose mereka sudah sangat dekat dan lagi lagi Vasya teringat memori lampau, ia langsung reflek berdiri tapi kemudian kembali meringis lalu berpegangan pada lengan Jaden.Untungnya itu dalam keadaan gelap jadi ia tak tengsin amat. Dengan terpaksa ia meminta tolong pada Jaden. Mulutnyapun kaku setengah mati waktu mengucapkannya."Aku antar ke kamar."Jaden meraih ponselnya lalu menyalakan lampu flash. Lelaki itu memapah Vasya ke kamarnya sementara Andri masih terduduk di lantai sambil menutupi wajahnya yang ketakutan."Tolong sadarkan adikku."Jaden hanya mengangguk lalu meletakkan Vasya di kasurnya. Lelaki itu berlalu menuju lelaki yang sedang menutup matanya menggunakan telapak tangannya. Ia menyinari wajah Andri dengan flashnya