Share

Bab 1.

Suara pintu kaca itu terdengar didorong seseorang dari luar. Vasya masih menatap ke arah pintu tapi tak ada siapa siapa. Nafas serta perasaanya makin tak karuan, ia menulis lagi secepat yang ia bisa tapi tiba tiba ia mendengar suara aneh yang terdengar sangat dekat lalu kemudian dia reflek mendongak.

Hampir ia menjerit tapi tak jadi karena percuma saja ia lakukan. Mulutnyapun hanya bisa membisu dengan mata yang membelalak menatap sosok yang muncul di hadapannya. Mimpi apa dia kemarin malam sampai sial begini.

Matanya rasanya tak percaya dengan sosok yang berdiri tegak dengan berani di hadapannya. Sekali lagi Vasya hanya bisa mematung lalu mengucek kedua matanya dan masih belum hilang. Dewa dari masalalunya masih berdiri tegak menjulang menatapnya dengan tatapan heran.

Parahnya tampilan Vasya sudah tak karuan bentuknya, soflensnya copot sebelah sehingga warna matanya jadi hitam dan biru. Rambutnya sudah tak tertata rapi serta kantung matanya benar benar menghitam membingkai wajahnya yang sayu.

"Kenapa masih disini?"

"Hah?"

Tentu gadis itu masih loading, ia masih belum terconect dengan situasi aneh macam ini. Setahunya lelaki ini tak bekerja di sini, dahulu ia jelas pamit akan keluar negeri. Dan entah kenapa perasaan takut menyeruak kembali. Perutnya kembali melilit tiba tiba padahal Vasya makan makanan normal.

"Ini kantor tempat aku bekerja dan aku sedang lembur."

"Ohh, sendirian?"

Vasya hanya mengangguk lalu menatap tangan serta penampilannya yang sungguh amat memalukan. Lalu kemudian terdengar beberapa langkah kaki yang terdengar menyeret sesuatu jadi kejauhan.

"Pak Jaden mau di taruh mana mejanya."

"Lurus saja pak taruh di ruangan itu."

Gadis itu terdiam memperhatikan tukang antar barang yang lalu lalang. Ia masih belum bisa memikirkan hal yang logis untuk situasi sekarang.

"Bagaimana kabarmu?"

Untuk pertanyaan itu kenapa terasa amat menyakiti hati Vasya. Mukanya muram dan mulai meratapi apa yang terjadi padanya dalam artian ia malu bertemu dengan Jaden di situasi mirip guk guk seperti ini.

"Kabarku baik."

Kata Vasya setelah mengumpulkan banyak energi sekitar. Setelahnya ia mencoba kembali berkutat dengan proposal yang ia buat, tentu ia takkan lengah karena Herry pasti akan kembali menerornya besok pagi. Sungguh ironi bukan.

"Sudah lama bekerja di sini?"

"Sudah 3 tahunan."

"Ohh berarti kita juga sudah tak bertemu selama itu ya Sya?"

Deg.

Mulai deh.

Kali ini Vasya berhenti mengetik, ia tertegun dengan perkataan Jaden barusan tapi akhirnya iapun mengangguk lemah lalu melanjutkan ketikannya.

"Sedang membuat apa?"

"Proposal untuk di serahkan besok."

Jaden terlihat sedikit kepo tapi Vasya mencoba menutupi kertas kertas yang sudah tersusun rapi di kanannya karena itu merupakan rahasia perusahaan.

"Ohh proposal tentang minuman kotak rasa rasa itu?"

Perkataan Jaden membuat Vasya mendongak. Ia tak percaya kalau Jaden mengetahuinya padahal kata pak Herry proposal itu belum matang dan belum di serahkan ke atasan otomatis belum keluar dari perusahaan tapi kenapa Jaden bisa tahu.

"Itu bahkan sudah dalam proses pembuatan Sya, kenapa kamu capek capek nulis lagi?"

"Hah? Kata siapa?"

"Akulah, memang kamu tak di beri tahu pak Herry?"

Wajah plongak plongok Vasya terlihat menyedihkan sekali. Gadis itu bahkan hampir manangis karena saking konyolnya. Dia hanya bisa memberikan gelengan untuk menjawab Jaden.

"Itu sudah hampir mau di pasarkan Sya produknya."

Tunggu.

"Kamu kerja dimana sih?"

"Disinilah, di devisi sebelah."

"Benarkah?"

Sungguh Vasya tak bisa berkata kata, ia jelas belum pernah bertemu Jaden sebelumnya. Mungkin lelaki itu berbohong. Tapi anehnya lelaki itu sekarang sedang menyuruh nyuruh tukang untuk merombak ruangan pak Herry. Aneh, apakah sekarang Jaden bekerja sebagai tukang interior.

"Sejak kapan bekerja disini?"

"Sudah 6 bulan."

6 bulan?

"Sebagai?"

"Manager tim Devisi 3."

Gadis itu tak berhenti mengerjapkan matanya yang sama sekali tidak kelilipan. Ia hanya tak percaya dengan tipuan yang barusan terucap. Mana mungkin 6 bulan karena ia sama sekali tak pernah bertemu dengan Jaden.

"Bercanda ya kamu?"

Tapi uniknya Jaden tak bergeming, lelaki itu nampak serius dan sekarang Vasyapun berubah serius. Ia mematung setelah tersadar bahwa sering sekali ia mendengar celotehan anak lain Devisi yang mengatakan bahwa manager baru Devisi 3 itu tampannya luar biasa.

Dan sekarang sudah terkonfirmasi sendiri tapi kenapa ia sekarang ada di ruangan Devisi 1. Apa masalahnya dan kenapa ruangan pak Herry di rubah.

"Sudah tak usah di ketik lagi buang buang waktu."

"Tapi ini tugas dari pak Herry."

Kali ini tatapan Jaden terlihat menyelidik. Ia seolah sedang melihat alien yang tersesat di planet bumi dan sulit untuk berbaur. Tak sadarkah bahwa pak Herry brengsek itu hanya membuatnya mati konyol untuk proposal yang sudah dalam proses produksi. Setiap hari menyuruh revisi padahal produknyapun sudah siap di pasarkan. Setannya lagi sudah 2 bulan ia di kerjai begini.

Memang setan benar pak Herry!

"Kamu belum tahu?"

"Tahu apa?"

Jaden menghembuskan nafas, ia pasrah dengan ketidak uptodatetan teman lampaunya itu.

"Coba lihat di chat kantor."

Segera karena saking keponya ia menyalakan laman chat kantor yang dari tadi dia nonaktifkan karena sangat berisik dan beresiko mengganggu acara lemburnya. Seketika ia mengscroll grup yang sedang ramai dengan beratus ratus komen itu. Wajahnyapun menganga melihat video yang entah dari mana asalnya itu.

Dia jelas mengenali wanita yang di blur wajahnya itu, benar tidak lain dan tidak bukan adalah dirinya sendiri yang sedang di lecekan oleh atasannya sendiri. Wajahnya terasa dingin sekali, ia reflek menelan ludah. Tangannyapun bergetar sambil mengscroll keseluruhan berita mengejutkan tersebut.

Alangkah baiknya kabar itu tapi tetap saja ia merasa malu setengah mati walaupun wajahnya di blur. Satu sisi positifnya, akhirnya atasan sialan itu berhasil di depak dari sini.

"Kapan ini terjadi?"

"Mungkin hampir 2 jam yang lalu."

2 jam yang lalu tepat kedua gadis rekan kerjanya itu meninggalkan ruangan bukan. Mungkinkah mereka tahu saat itu juga dan memutuskan diam. Tapi lagi lagi suara Jaden membuat Vasya mematung.

"Sudah punya pacar?"

"Hah?"

Bukan saatnya bertanya demikian dan Vasyapun malas menjawab karena dia sedang dalam pikirannya sendiri. Kenapa tiba tiba semuanya seperti ini, siapa yang dendam dengan si Harry selain dirinya. Kenyataannya hanya ia yang di rundung pasalnya pak Herry orang yang baik kepada semuanya kecuali dia.

"Sudah punya pacar?"

Vasya terpaksa mendongak, ia heran kenapa hal itu ditanyakan kembali oleh Jaden. Dengan nafas berat Vasya mengatakan bahwa ia belum memiliki pacar.

"Oke, besok ayo kita kencan."

Matanya kembali membulat. Dia tak salah dengar kan. Orang gila itu kenapa gemar sekali mengajaknya berkencan.

"Jaden jangan bercanda!"

"Aku tak bercanda, kita bisa mulai kencan kapanpun."

Mendengarnya membuat Vasya makin menganggap bahwa Jaden sudah gila. Mereka jelas bekerja di beda Devisi.

Tunggu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status