Share

Chapter 8

Sesampainya di mansion, Sean merasa tidak enak hati kepada istri nya. Perlakuan Alice yang menjorokan kepala Aurora membuat lelaki itu geram. Aurora bukan gadis yang suka melawan, sudah tentu itu membuat Sean semakin merasa kesal. Sean tersadar jika Aurora belum makan apa pun di restoran tadi. 

"Tuan membutuhkan sesuatu?" tanya paman Smith ketika melihat raut wajah Sean yang berubah-ubah.

"Siapkan makan siang, Rora belum makan apa pun." perintah Sean seakan lelaki itu terlihat khawatir. 

"Baik tuan..." paman Smith langsung pergi ke dapur. Sean kembali ke kamarnya, namun lelaki itu terlihat gelisah dan dia sendiri tidak tahu penyebabnya. 

"Ah,...sial...!" umpat Sean kesal. 

Tak berapa lama, paman Smith memanggil Sean, "Makan siang sudah siap tuan.", lelaki paruh baya itu memberitahu.

"Hmmmm....aku akan segera turun." sahut lelaki itu dari dalam kamar. 

Sean kemudian keluar dari kamar dan langsung pergi ke ruang makan. Namun ia tidak melihat kehadiran Aurora. "Di mana Rora?" tanya Sean mencari.

"Sebentar, saya panggil dulu." ucap paman Smith kemudian pergi memanggil Rora. Paman Smith berjalan beriringan menuju meja makan bersama Rora. 

Aurora duduk saling berhadapan dengan suaminya, entah kenapa jantung ke dua nya berdetak seirama namun tak bisa di dengar. Rora memilirik ke arah Sean, lalu mulai memakan makanan nya dalam diam. 

"Apa kau bisa memasak?" tanya Sean membuka suara. 

Aurora mendongak, "Bisa...!" jawab nya singkat. 

"Kalau begitu, kau harus masak untuk makan malam ini." perintah Sean membuat paman Smith langsung melirik ke arah Rora yang sedang mengangguk.

Selesai makan, Aurora dan Sean langsung kembali ke kamar masing-masing. Aurora membuka paper bag yang berisi ponsel baru. Gadis itu mulai membuka nya, rasa nya sudah sangat lama ia tidak memegang benda pipih ini. 

Tiba-tiba ponsel berbunyi hingga membuat Aurora terkejut bahkan benda pipih itu terjatuh dari tangan nya. Aurora buru-buru memungut kembali dan melihat id penelpon. Gadis itu kemudian mengangkat nya. 

"Hallo......." sapa nya pada orang di sebrang sana. 

Lebih terkejut lagi ketika Sean tiba-tiba membuka pintu kamar gadis itu, "Lihat lagi, siapa nama penelpon itu?" perintah Sean dan langsung Aurora melihat ke layar ponsel nya.

"Suamiku...!" gumam Aurora bingung lalu menoleh ke arah Sean. 

"Kenapa? apa aku salah? aku kan suami mu sah di mata agama juga negara." sahut lelaki itu semakin membuat Aurora bingung. "Ingat, kau hanya boleh menyimpan nomor ku, paman Smith dan juga supir pribadi beserta dua anak buah ku." jelas Sean membuat Aurora hanya mengangguk. 

Ingin rasanya Aurora protes, namun tenggorokan nya seakan cekat tak bisa bicara. Sean kemudian keluar dari kamar Rora, lelaki itu lagi-lagi bingung ingin berbuat apa. 

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, di bantu paman Smith dan beberapa pelayan lain nya, Aurora mulai memasak untuk makan malam mereka. Sudah lama rasa nya Aurora tidak menggunakan kompor, gadis itu sangat senang sekarang. Bahkan Aurora bisa saling bertukar cerita dengan beberapa pelayan meski semua pelayan itu lelaki. 

Sean yang melihat dari kejauhan sedikit merasakan ketidak sukaannya ketika melihat istrinya tersenyum dan tertawa dengan orang lain. Setelah satu jam berkutat di dapur, makan malam sudah terhidang di atas meja makan. 

Sean melirik ke arah istri nya lalu mulai mencicip masakan Rora. Ada kegelisahan dari wajah Rora karena ia takut jika masakan nya tidak sesuai dengan selera Sean. 

"Emmm....enak!" puji Sean "Kenapa kau tidak makan?" tanya nya pada Rora. 

"Iya, ini makan..." jawab Rora gugup.

Hanya ada keheningan di antara ke dua nya, bunyi dentingan sendok menjadi alunan nada mengusir kecanggungan di antara ke dua nya. Paman Smith bergantian menoleh ke arah Sean dan Aurora. "Aku akan mempercayai pepatah dari perut turun ke hati jika tuan Sean akan luluh dengan masakan Aurora." batin paman Smith dengan senyum di kulum.

Makan malam selesai, ke dua nya kembali ke kamar masing-masing, Aurora langsung pergi tidur karena ia merasa lelah untuk hari ini. Sedangkan Sean memilih mengerjakan pekerjaan kantor nya di kamar. 

Malam berganti pagi, lagi-lagi Sean merasa malas untuk pergi ke kantor.Mondar mandir atas anak tangga membuat Aurora pusing melihat nya. 

"Tidak capek naik turun?" Rora memberanikan diri untuk menegur Sean. 

Langkah Sean terhenti lalu memandang lekat gadis yang ada di depan nya. "Ganti pakaian mu." perintah Sean membuat Rora mengernyitkan dahi nya."Cepat, ganti pakaian mu dan ikut aku." perintah nya sekali lagi. 

Aurora bergegas berganti pakaian, dress berwarna putih dengan panjang selutut  senada dengan warna kulit nya. Mengikat rambut dengan kuncir kuda hingga terlihat leher jenjang nya. 

Sean menghela nafas dalam, otak nya akan kacau setiap kali melihat gadis itu sedikit berias diri. Mereka kemudian pergi,  Aurora tidak berani bertanya kemana mereka akan pergi. Ternyata, Sean membawa istri nya pergi ke kantor. 

Semua karyawan memandang iri kepada Aurora ketika gadis itu berjalan mengekor di belakang Sean. Bahkan, para karyawan perempuan semakin kepanasan ketika melihat Aurora masuk ke dalam lift pribadi milik Sean. 

Tiba-tiba Sean menarik ikat rambut milik Aurora lalu menyimpan nya di dalam saku celana nya. Rora terkejut lalu bertanya,"kenapa?" tanya nya bingung. 

"Jika sedang di luar, jangan menguncir rambut mu. Aku tidak suka melihat mata buaya melihat diri mu." jawab nya membuat Aurora langsung deg-degan. 

Gadis itu hanya mengikuti, tak berani membantah. Sesampainya di ruangan, Julian terkejut dengan kehadiran Aurora. 

"Hii... apa kabar?" sapa Julian dengan senyum penuh semangat. 

Sean menatap tajam ke arah Julian lalu menarik istrinya masuk ke dalam ruangan pribadi yang ada di ruangan kerja nya. "Ini kamar pribadi ku, kau bisa istirahat atau menonton drama seperti yang kau tono bersama Allena. Aku harus bekerja, makan siang nanti aku kembali." ujar Sean menjelaskan. 

"Iya,...emmm...boleh aku meminta sesuatu?" sejak hidup berdua dengan Sean, baru kali ini Aurora memberanikan diri untuk meminta sesuatu. 

"Katakanlah!" seru Sean. 

"Apa boleh aku meminta nomor ponsel adik mu?" gadis itu langsung menunduk takut. 

"Kemarikan ponsel mu." ujar Sean lalu memasukan nomor adik nya di ponsel Aurora. "Hubungi aku jika kau butuh sesuatu. Jika kau butuh camilan atau minuman, kau bisa ambil di kulkas sana." ucap Sean sambil menunjuk kulkas dua pintu yang berukuran besar. 

"Iya,...terimakasih." sahut Aurora. 

Sean kemudian keluar, lelaki itu mulai melakukan pekerjaan nya dengan tenang bersama Julian. Sedangkan Aurora memilih menonton drama untuk mengusir rasa bosan nya menunggu Sean. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status