"Kenapa uncle malah mengizinkan perempuan itu menikah dengan Sean?" Alice bertanya dengan nada tingggi, emosi gadis itu sudah menjulang di atas kepala nya.
"Turunkan sedikit nada bicara mu!" tegur Andreson memandang tidak suka dengan ketidaksopanan Alice.
Alice mengerutkan kening nya, gadis itu sejenak terdiam sambil mencerna perkataan Andreson. "Uncle membela nya?" Alice bertanya dengan suara datarnya.
Awalnya Andreson tidak menyetujui pernikahan Sean dan Aurora, namun ketika Andreson melihat jauh lebih dalam ke dua bola mata Aurora, ada sesuatu yang harus dirinya pikirkan. "Menikah dengan siapa pun, itu hak Sean. Aku tidak bisa melarang nya." gumam Andreson kemudian beranjak pergi meninggalkan Alice yang sudah menahan emosi nya sejak tadi.
Gadis itu mengepalkan ke dua tangannya, mata nya memerah tidak terima atas penghina yang telah di berikan Sean. "Aku harus menyingkirkan perempuan!" ucap Alice dengan menggerakkan gigi nya. Alice kemudian meninggalkan ke kediaman keluarga Egalia karena ia tidak mendapati Sean di sana. Alice mencoba pergi ke kantor Sean.
Alice melangkahkan kaki nya dengan gaya angkuh, menuju lift khusus yang biasa di gunakan oleh Sean. Namun ketika ia hendak masuk, ia mendapati Sean dan Julian di dalam lift tersebut."Sean....!" seru Alice lalu bergelayut manja di lengan Sean. Sean yang sangat muak langsung mendorong kasar Alice.
"Jaga sikap mu, ini kantor!" tegur Sean membuat Alice kesal namun tertahan. Beberapa karyawan yang melihat kejadian itu hanya menunduk menahan tawa mereka.
Sesampainya di dalam ruangan, Alice langsung mengeluarkan unek-uneknya tentang pernikahan Sean. Gadis itu terus mengumpat tidak sopan. Dengan emosi yang menggebu-gebu di tambah bumbu cinta sebagai dasar dan tumbuh besar bersama sebagai alasan.
"Justru menikah dengan nya aku menolak menikah dengan mu." ucap Sean ketika ia mendapatkan waktu untuk berbicara. Alice terperangah bingung dengan ucapan Sean.
"Apa maksud mu Sean?" tanya gadis itu tidak paham.
"Aku menikahi istri ku hanya agar aku tidak menikah dengan mu." Sean berkata dengan lantang dan tegas membuat Alice syok.
"K-kau,..kenapa kau sejahat ini pada ku Sean?" tanya Alice dengan mengeluarkan jurus sedihnya.
Sean menaikan bibir lalu berkata, "Menurut mu, siapa yang lebih jahat di sini? jangan kau pikir aku tidak tahu semua belang keluarga mu." kata-kata Sean membuat Alice mati ucap. Julian yang mendengar perdebatan itu hanya bisa diam, tidak di pungkiri jika diri nya tahu siapa keluarga Alice yang sebenarnya. "Jika kau sudah selesai, silahkan pergi...!" usir Sean secara kasar.
Alice mengepalkan ke dua tinju nya erat, kuku panjang nya menekan telapak tangannya sendiri. Merasa terhina, Alice memutuskan untuk pergi. Sean memijat pelipis nya sakit, lelaki itu bingung akan melakukan apa sekarang.
"Kau sudah lihat bukan, ini asalan ku menikahi Aurora." ucap nya pada Julian.
"Aku hanya takut jika perempuan itu akan menyakiti Rora, biar bagaimana pun Rora tidak ada hubungan nya dengan masalah mu ini." sahut Julian kemudian pria itu keluar dari ruangan Sean.
Sean merogoh ponselnya, membuka kiriman foto pernikahan nya yang sengaja di kirim oleh Allena. Aurora nampak cantik, jejeran gigi putih dan rapi menambah kesan tersendiri jika melihat senyum itu. Tangan Sean menggandeng tangan Aurora, berdiri berdampingan saat menerima ucapan selamat. Tanpa di sadari oleh Sean, pria itu menjadikan foto tersebut sebagai walpaper ponsel nya.
Sean melirik jam yang melingkar di tangannya, lelaki itu memutuskan untuk pulang. Entah kenapa hati dan pikiran nya tertuju pada mansion nya sekarang. Sesampainya di mansion, Sean bingung ingin melakukan apa.
"Apa tuan mencari nona Rora?" tanya paman Smith.
"Di mana istriku?" tanpa di sadari oleh Sean, lelaki itu mengakui Aurora sebagai istri nya. Paman Smith yang mendengar panggilan tersebut hanya bisa mengulum senyumnya.
"Nona Rora sedang memberi makan ikan di kolam belakang." jawab paman Smith kemudian kaki Sean melangkah ke arah belakang mansion.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Sean membuat Aurora terkejut bukan main.
"M-memberi makan ikan!" jawab nya gugup, gadis itu tak berani menatap ke dua mata Sean yang seperti nya mencurigakan.
"Kenapa kau tidak menelpon ku?" tanya Sean membuat Aurora dan paman Smith saling pandang kebingungan.
"Menelpon?" Aurora mengulai kata-kata Sean, "Aku tidak punya ponsel, bagaimana bisa aku menelpon?"
Sean lupa jika dulu ia pernah menyita ponsel Aurora karena ia takut jika gadis itu melakukan hal yang macam-macam. "Ganti pakaian mu, aku akan mengajak mu pergi." perintah Sean langsung di iyakan oleh Aurora. Setelah menunggu beberapa saat, mata Sean sakit ketika melihat Aurora hanya menggunakan pakaian itu-itu saja. "Apa tidak ada pakaian yang lain?" tanya pria itu namun Aurora hanya menggelengkan kepala nya.
Sean membuang nafas kasar, lalu pria itu mengajak istrinya pergi. Aurora tak berani membuka suara, ke dua mata indahnya hanya sibuk memandang ke luar jendela. Sejak hidup bersama Sean, ini sudah ke tiga kali nya Aurora keluar dari mansion. "Sungguh indah dunia luar." batin Aurora berharap waktu cepat berlalu.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Sean membuka suara.
Aurora menoleh, memandang sejenak wajah suaminya dari samping. "Aku tidak sabar untuk bebas dari mu." jawab Aurora membuat Sean terdiam tidak suka dengan jawaban gadis itu.
Selebihnya, hanya ada keheningan sepanjang perjalanan. Mobil Sean akhirnya berhenti tepat di sebuah butik ternama yang ada di kota itu. "Pilih lah pakaian sebanyak mungkin. Aku sudah bosan melihat mu dengan pakaian yang sama." perintah Sean lalu memanggil dua orang pelayan untuk melayani istri nya.
Sean hanya duduk, memandang punggung istrinya yang sejak tadi terus di atur oleh ke dua pelayan butik. Aurora yang penurut hanya mengiyakan apa pun yang di ucapkan oleh ke dua pelayan. Setelah memborong pakaian, Sean langsung mengajak Aurora pergi. Kali ini Sean membelikan gadis itu sebuah ponsel lengkap dengan kartu sim nya. "Lihatlah ketika sampai mansion nanti." ujar Sean lalu mengajak gadis itu pergi kembali.
Kali ini Sean mengajak nya makan siang di sebuah restoran ternama, Aurora bahkan memandang kagum dengan dekorasi restoran tersebut. "Makanlah, kau pasti sudah lapar." perhatian Sean membuat hati Aurora menjadi hangat, gadis itu tidak ingin menaruh hati pada Sean.
"Terimakasih." ucap Aurora dengan senyum tipis nya. Namun, senyum itu hilang ketika seorang datang dengan menjorokan kepala Aurora hingga wajah gadis itu nyaris menghantam piring. Sean langsung berdiri, membentak Alice yang sudah bersikap sangat kelewatan.
"Kau membentak ku demi membela perempuan ini?" tanya Alice dengan tawa kesal nya.
"Dia istri ku, apa mu melarang ku?" kali ini Sean sudah menarik Aurora hingga gadis itu berada di belakang tubuh Suami nya. Bukan Sean nama nya jika ia tidak membalas perbuatan Alice. Pria itu mengambil minuman milik nya lalu menyiramkan nya kepada Alice hingga membuat gadis itu berteriak histeris tidak terima. Semua orang yang melihat kejadian itu hanya bisa menonton dan memandang hina Alice.
"Kau sudah mengacau makan siang ku bersama dengan istri ku. Kau harus membayar nya dengan harga yang mahal." ucap Sean membuat Alice ketakutan. Sean kemudian mengajak istri nya untuk pergi, selera makan ke dua nya sudah hilang sejak tadi. Sean malah megajak Aurora untuk pulang ke mansion.
"Cepat katakan pada ku, Jhon. Apa tujuan mu yang ingin menghabisi keluarga ku?" Sekali lagi Andreson bertanya pada Jhon yang sampai saat ini masih tidak mau membuka suara. "Papi,.....!!" Lirih Alice memalingkan wajahnya saat melihat tuan Andreson menginjak bekas luka tempak di kaki Jhon. Cuiiiiih............Jhon yang tidak memiliki rasa takut meludahi sepatu milik Andreson. Anderson menoleh ke atas bawah, pria ini merasa jijik lalu mengusapkan sepatunya ke arah wajah Jhon. Emosi Andreson telah memuncak, pria paruh baya ini dengan bringas menembaki tubuh Jhon. Dor.....Dor.....Dor.....Dor......Empat peluru bersarang tepat di dada Jhon, Alice yang melihat hal tersebut tentu saja histeris. Jhon di tembak mati tepat di depan mata anaknya. "Papi,....papi......papi.....!!" Alice berteriak histeris, ingin rasanya wanita ini menghampiri tubuh Jhon tapi apa daya ia sendiri di kurung di kurungan yang berbeda. "Kedua anak ku telah merasakan kehilangan salah satu orang tua. Bagaimana A
"Oh, badan ku sakit semua. Apa ini yang di rasakan Aurora saat aku menyuruhnya menguras kolam renang?" Batin Sean. Sean memijat sendiri tangan dan kakinya yang terasa lelah. "Pegal ya?" Tanya Aurora yang sebenarnya sudah tahu jawabannya."Aku minta maaf karena aku pernah menyuruh mu menguras kolam renang waktu itu," ucap Sean merasa bersalah. "Makanya, kalau mau melakukan sesuatu itu di pikir dulu. Tidak semua orang memiliki tenaga yang kuat." Sean menggesekkan kepalanya di pundak Aurora. "Aku benar-benar lelah. Tangan dan kaki ku sakit sekali, aku tidak bisa tidur!" Keluhnya. "Berbaringlah, aku akan memijat mu!" "Tapi sudah malam, kau harus segara tidur!" "Tidak apa-apa. Baru jam sepuluh malam,aku akan memijat mu setengah jam!" "Seriusan?" Tanya Sean memastikan. "Tapi tidak gratis!" Ujar Aurora yang mencari kesempatan. "Katakan, berapa yang harus aku bayar?" "Tidak mahal, cukup ajak aku pantai. Aku rindu suasana laut!" "Hanya itu?" "Ya," jawab Aurora singkat. "Baiklah,
"Di mana Daddy dan kak Sean?" Tanya Allena penasaran. "A-ada,...!" jawab Rora gugup. "Mereka sedang ada pekerjaan!" Allena mengerutkan keningnya heran dengan sikap Aurora yang terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. "Kak, apa kakak sakit?" Tanya Allena penasaran. "Aku baik-baik aja. Allena, apa aku boleh bertanya sesuatu pada mu?" "Katakanlah, apa kak?" "Tentang kakak mu, apa dia tidak memiliki kekasih?" Tanya Aurora membuat Allena tertawa. "Kulkas delapan pintu seperti kak Sean tidak akan ada perempuan yang bisa meluluhkan hatinya. Percayalah!" "Kulkas delapan pintu, apa dia sedingin itu?" "Kak, lihatlah kehidupan kak Sean. Hidup menyendiri di tengah hutan, kakak saja yang mau jadi istrinya!" Allena mengupas menertawakan kakaknya sendiri. Menurut Allena, Sean sangat aneh yang tidak mau tinggal di tengah keramaian. "Jangan takut untuk jatuh cinta dengan kak Sean. Dia adalah tipe laki-laki setia," ucap Allena. "Dia pernah menyiksa ku," adu Aurora. "Hah? menyiksa bagaimana
Aurota langsung menutup matanya saat Sean menunjukan keadaan Alice yang sudah tak beraturan. Wajahnya yang memar bahkan luka ada di mana-mana. Rambut Alice di potong acak-acakan, Aurora merasa kasihan pada wanita yang sudah menculiknya ini. "Aku tidak mau melihat dia,"ucap Aurora yang masih menutup kedua matanya. "Siapa pun yang berani menyentuh mu, akan ku buat dia jauh lebih menderita." Ujar Sean yang menatap tajam ke arah Alice. "Kau sudah melewati batasan mu Sean!" Ucap Alice yang masih memiliki tenaga. "Batasan mana yang aku lewati?" Tanya Sean dengan wajah dinginnya. "Bisa-bisa kau lebih memilih perempuan yang baru kau kenal di banding aku yang sudah mengenal mu sejak kecil. Kau benar-benar keterlaluan Sean!" "Kau lupa di saat keluarga mu sedang berduka aku dan anakku lah yang sudah menghibur mu dulu," ucap Jhon mengingatkan. "Dan kau pasti masih ingat yang sudah membuat aku dan anak ku berduka?" Suara berat Andreson mengejutkan mereka yang ada di dalam ruangan tersebut
Kembali pulang ke mansion, Aurora langsung masuk ke dalam kamar nga sedangkan Sean pergi ke salah satu tempat yang ada di mansion nya. Wajah nya dingin, bahkan paman Smith tidak berani untuk menyapa pria yang terlihat sedang marah sekarang. Langkah Sean yang lebar, membuat nya sedikit cepat dalam berjalan. Dua orang pria bertubuh besar membukakan pintu untuk pria itu, Sean masuk lalu pintu tersebut di tutup kembali. Yang ada dalam pikiran Sean, wajah memar Aurora yang sampai sekarang belum memudar. Benarkah laki-laki ini telah jatuh cinta pada Aurora? sedangkan pernikahan nya hanya tinggal beberapa bulan saja. "Sean, lepaskan aku!" teriak Alice ketika wanita itu melihat Sean dari balik jeruji besi. Sean tak bergeming, wajah pria itu semakin dingin. Sean memandang lekat rambut panjang Alice, bibir Sean langsung tersungging. "Apa Jhon Charles sudah mati?" tanya Sean dengan suara berat nya. "Lepaskan aku Sean, bagaimana bisa kau memperlakukan teman masa kecil mu seperti ini?" lagi-l
Alice memainkan gunting di tangan nya, wanita itu tersenyum licik memandang Aurora yang sedang ketakutan. Jhon melipat ke dua tangan nya, pria itu sangat mendukung apa yang di lakukan oleh anak nya. Alice maju selangkah, membuat Aurora mundur dengan sisa tenaga nya. "Jangan sakiti aku!" mohon Aurora namun nyata nya Alice masih mencoba menakuti Aurora. "Kau sudah menghalangi ku untuk mendapatkan Sean. Jadi, kau harus lenyap agar aku bisa menjadi satu-satu nya ratu dalam hidup Sean." ucap Alice dengan bangga nya. Sementara itu, Sean dan Julian cukup kesulitan untuk mencari Aurora. Sudah berapa kali Sean berusaha melacak keberadaan istri nya namun tidak bisa. "Seharusnya, menurut pelacakan ku Aurora ada di sekitar sini." ujar Sean bingung. "Apa kau yakin, apa chip itu bekerja dengan baik?" tanya Julian memastikan. Sean kemudian menunjukkan ponsel nya pada Julian, seharusnya Aurora ada di lorong ini namun mereka tidak menemukan siapa pun di sini. Sean kemudian melanjutkan pencarian n