Share

Bab 7

Author: Haura
Keesokan paginya, begitu Wulan membuka mata, ia sudah mendengar tawa manis dari lantai dua.

Ia bangkit dan berjalan keluar kamar, dari kejauhan sudah bisa melihat Jordan sedang mengajari Maya merangkai bunga di aula lantai dua.

Keduanya berdiri sangat dekat, Jordan menjelaskan dengan lembut cara memangkas berbagai jenis bunga.

Melihat pemandangan hangat itu, Wulan mendadak merasa linglung.

Dulu, saat Jordan masih cacat, karena khawatir ia akan bosan, Wulan sempat inisiatif mengajarinya merangkai bunga.

Ingatan pria itu sangat baik. Cukup sekali diajari, langsung bisa.

Sejak itu, dia akan menyuruh asistennya memesan bunga, dan setiap pagi, hal pertama yang dia lakukan setelah bangun tidur adalah merangkai seikat bunga dan meletakkannya di samping ranjang Wulan.

Tapi sejak Maya pulang dari luar negeri, kebiasaan itu tak pernah terjadi lagi.

Bulu mata Wulan sedikit menunduk, menutupi kesepian yang mengambang di matanya.

Ia melangkah turun, berniat sarapan.

Namun baru berjalan beberapa langkah, sebuah vas bunga berat tiba-tiba jatuh menimpanya.

"Buukk!"

Tengkoraknya langsung retak, darah segar mengalir dari kepalanya, rasa sakit yang luar biasa membuat tubuhnya meringkuk di lantai.

Dalam pandangan yang mulai kabur, ia melihat Maya perlahan menuruni tangga dari lantai dua, wajahnya dipenuhi senyum.

“Aduh, Kakak Ipar, aku cuma mau nunjukin bunga yang baru aku rangkai, tapi tanganku nggak sengaja lepas, vasnya malah jatuh ke kepalamu.”

“Gimana, ya? Kepalamu penuh darah, serem banget deh lihatnya. Gimana kalau aku panggil ambulans? Tapi aku takut banget sampai nggak bisa angkat ponsel. Kau nggak marah, kan? Kakak Ipar, tahan sedikit lagi ya…”

Wulan belum sempat mendengar semua kata-kata Maya, sudah lebih dulu pingsan karena kesakitan.

Belakangan, seorang pembantu yang menemukannya. Saking terkejutnya, ia buru-buru membawa Wulan ke rumah sakit.

Saat Wulan sadar kembali, waktu sudah menunjukkan tengah hari.

Kepalanya dijahit hingga tiga puluh jahitan, tampak sangat mengerikan.

Dokter mengatakan ia mengalami gegar otak ringan, disertai kebutaan sementara pada mata kanannya.

Jordan berdiri di samping ranjang, membungkuk dengan wajah khawatir, menanyakan apakah Wulan merasa sakit, lalu dengan penuh perhatian membantunya duduk dan menyuapkan air.

Dari tindakannya, memang terlihat seperti sedang merawat istri yang terluka. Tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya, justru memihak Maya.

“Maya sudah sadar salah, dia juga sangat menyesal, barusan hampir pingsan karena terlalu merasa bersalah.”

“Saat pembantu mengantarmu ke rumah sakit, ada wartawan gosip yang memotret. Sekarang mereka semua menunggu kau memberi klarifikasi.”

“Wulan, nanti bilang saja pada publik kalau kamu jatuh sendiri dan kepalamu terbentur. Dengan begitu, Keluarga Hendrawan juga akan berterima kasih padamu. Kau tahu sendiri, Maya itu penyanyi bisu, dan dia pernah menyelamatkan nyawaku waktu itu…”

Wulan membalikkan badan, menarik selimut hingga menutupi kepalanya.

Entah rasa sakit dari luka di kepala, atau dari luka di hati, air matanya mulai mengalir diam-diam di balik selimut.

Ia teringat masa lalu, ketika kesehatannya memburuk dan sering demam ringan tanpa sebab. Saat itu, Jordan sampai menyewa tiga dokter pribadi untuk berjaga selama 24 jam secara bergantian, demi memastikan kondisinya selalu aman.

Dulu, setiap kali Wulan sakit perut saat datang bulan, Jordan akan memanjakannya seharian penuh. Ia tak membiarkan Wulan turun dari ranjang, bahkan makan dan minum pun semua disiapkan.

Tapi kini, lelaki yang berdiri di hadapannya, sudah bukan lagi pria yang dulu.

Jordan menyadari Wulan sedang menangis pelan di ranjang, dadanya ikut terasa sesak. Baru saja ia ingin membujuknya, seorang perawat tiba-tiba masuk dengan panik.

“Tuan Jordan, gadis yang tadi pagi datang bersama Anda tiba-tiba pingsan karena menangis. Anda mau melihatnya sekarang?”

Begitu mendengar bahwa Maya pingsan karena menangis, Jordan langsung mengabaikan Wulan dan buru-buru melangkah keluar menuju lorong.

Tak lama, suasana kamar kembali sunyi.

Hening dan sepi, hanya menyisakan Wulan seorang diri.

Sepuluh menit kemudian, ponselnya bergetar.

Sebuah pesan masuk dari akun bernama “Maya Happy”.

[Meski kepalamu dijahit tiga puluh jahitan, dan mata kananmu buta… lalu kenapa? Aku bahkan nggak perlu menangis, dia sudah langsung lari mencariku.]

[Wulan, aku pergi beberapa tahun, lalu kembali dan hanya bilang aku ingin mengandung anaknya, dan dia langsung setuju. Kau pikir, mungkin nggak sih dia nggak mencintaiku?]

Tak lama berselang, Wulan kembali menerima kiriman, kali ini berupa video.

Dalam video itu, Jordan sedang membujuk Maya yang menangis pelan, kedua matanya memerah karena cemas.

“Sayang, jangan salahkan dirimu sendiri. Aku ‘kan sudah bilang, aku akan selalu melindungimu.”

“Wulan cuma luka di kepala, bukan masalah besar. Dia nggak akan bilang ke publik kalau kau yang melempar vas itu. Sekarang kau sedang hamil, fokus jaga kesehatan. Hal-hal sepele begini nggak perlu kamu pikirkan.”

Setelah menonton video itu, jari-jari Wulan menggenggam telapak tangannya erat-erat hingga hampir menancap ke kulit.

Ia memaksakan diri bangkit dari ranjang, lalu pergi meninggalkan rumah sakit seorang diri.

Masih tersisa enam jam sebelum waktu keberangkatannya.

Wulan pergi ke Kuil Sentosa, tempat ia dulu menuliskan harapan dengan tangannya sendiri.

[Ingin menikah dengan Jordan, menjadi istrinya.]

Ia menggunting pita harapan itu dengan tangannya sendiri.

Angin dingin berhembus kencang di halaman kuil.

Dua pita harapan yang dulu ditulis Jordan ikut terbang tertiup angin dan jatuh tepat ke telapak tangan Wulan.

Ia mengambilnya dan melihat sekilas.

Pita pertama bertuliskan:

[Menikahi Wulan sebagai pengantin lima tahun dari sekarang.]

Pita kedua bertuliskan:

[Asal kamu kembali, kapan pun itu, aku akan tetap memilihmu.]

Wulan menatap dua harapan itu, lalu tertawa kecil, penuh ironi.

“Selamat ya, Jordan. Harapanmu tercapai.”

Tak lama, Wulan kembali ke vila.

Ponselnya terus bergetar, penuh dengan pesan-pesan provokatif dari Maya.

Wulan hanya melirik sekilas, lalu duduk di depan meja tulis dan mulai menulis sebuah surat perpisahan.

Di dalamnya, ia juga menyelipkan foto Weldy, sang penyanyi bisu.

Setelah selesai, ia mengambil koper dan turun ke lantai bawah.

Cincin pertunangan yang dulu Jordan berikan saat melamarnya di rumah sakit, ia masukkan ke dalam kotak beludru abu-abu.

Kemudian, ia menyerahkannya pada kepala pelayan.

“Nanti kalau Jordan pulang, tolong berikan ini padanya. Sampaikan juga, ada surat yang aku tinggalkan di atas meja kerja.”

Kepala pelayan melihat dengan jelas bahwa Wulan baru saja melepas cincin pertunangannya.

Ia tampak terkejut, mulai bisa menebak apa yang sedang terjadi.

“Nyonya, Anda ini mau...”

“Terima kasih, Paman Arthur, atas semua bantuanmu selama ini. Semoga kita bisa bertemu lagi di lain waktu.”

Wulan melambaikan tangan, lalu menarik koper dan naik taksi menuju bandara.

Satu jam kemudian, di gerbang bandara, sahabatnya, Angel Sunarta, memeluk Wulan erat-erat dengan enggan berpisah.

“Wulan, kalau kau udah pergi, jangan pernah kembali lagi.”

“Hiduplah dengan baik di luar negeri. Jangan pernah pedulikan si bajingan Jordan itu seumur hidupmu!”

Mata Wulan memerah. Ia memeluk Angel erat, lalu menatap kota Linkin yang berdiri di kejauhan. Perlahan, dagunya terangkat sedikit, sorot matanya penuh keteguhan.

Selamat tinggal, Linkin.

Dan untukmu, Jordan, biarlah kita tak pernah bertemu lagi.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Awan Tenang, Angin Membawa Cinta   Bab 20

    Menyadari tatapan iri Maya, Wulan mengeluarkan laporan keuangan terbaru milik Grup Wicaksono dan memperlihatkannya dari balik kaca pembatas.“Apa kau lihat? Setelah satu tahun kerja keras, Grup Wicaksono sudah berhasil keluar dari masa merugi dan balik untung.”Ia berhenti sejenak, lalu mengeluarkan ponselnya dan membuka foto pernikahannya dengan Hengky seminggu lalu.“Aku dan Hengky sudah menikah. Ngomong-ngomong, aku harus terima kasih sama kau juga. Kalau bukan karena kau rajin banget bikin konten di TikTok, terus-menerus pamer soal hal-hal yang Jordan lakukan buat kau, mungkin aku nggak akan secepat ini ambil keputusan buat ninggalin dia.”“Eh, siapa sangka ya, aku malah nikah sama cowok yang dulu jadi idola masa kecilku. Waktu netizen tahu kita nikah, semua komentar isinya doa dan ucapan selamat.”Nada suara Wulan terdengar penuh percaya diri dan sedikit manja.Hengky yang ada di sebelahnya melirik istrinya dan tersenyum lembut.Wajah tampannya penuh dengan rasa sayang.Ia baru ta

  • Awan Tenang, Angin Membawa Cinta   Bab 19

    Di rumah sakit swasta, dalam sebuah kamar rawat.Wulan berdiri menatap Jordan yang terbaring lemah di ranjang.Tubuhnya tampak seperti batang pohon kering, pucat, tanpa warna sedikit pun di wajah.Bahkan napasnya nyaris tak terdengar.Saat melihat Wulan, Jordan tiba-tiba tersenyum. Itu adalah senyum pertamanya selama beberapa hari terakhir.Ia memberi isyarat agar Wulan mendekat, lalu menepuk pelan tangannya. Suaranya lemah sekali.“Wulan, jangan nangis.”“Maaf ya, dulu aku salah. Aku sungguh-sungguh minta maaf sekarang.”“Jangan merasa bersalah kalau aku pergi nanti. Kalau boleh, bisa nggak kau peluk aku sekali lagi?”Wulan membungkuk pelan, memeluknya dengan hati-hati. Suaranya serak tertahan tangis.“Jangan mati, Kakek Setyabudi masih butuh kau…”Jordan tersenyum tipis. Ia melirik ke luar jendela, menatap Hengky yang menunggu di sana.Kemudian kembali memandangi Wulan dengan tatapan berat yang enggan berpisah.“Selamat menikah ya, Wulan-ku. Aku sungguh berharap kau selalu bahagia.”

  • Awan Tenang, Angin Membawa Cinta   Bab 18

    Wulan hanya melirik sekilas kertas tulisan tangan Jordan. Ia mengambilnya, lalu merobeknya tanpa ragu.Matanya menatap dingin ke arah Jordan."Kertas ini sudah kau lihat dan kini sudah hancur. Lalu, bisakah semuanya kembali seperti dulu?"Jordan mengepalkan tangan, suaranya bergetar saat membuka mulut.“Semua orang pasti pernah berbuat salah… apa kau nggak bisa memberiku satu kesempatan untuk memperbaiki semuanya?”“Tak ingin lagi. Kau tak layak mendapatkannya.”Suara Wulan tenang, seakan tak berniat menyisakan ruang untuk harapan.Mengingat apa yang terjadi sebulan lalu, ia berkata datar.“Jordan, aku benar-benar pernah mencintaimu. Tapi sekarang, aku juga benar-benar sudah nggak mencintaimu.”Dari luar, dia memang terlihat lembut, seolah mudah diajak berdamai.Tapi sekali sudah membuat keputusan, dia tidak akan mengubahnya.Bahkan kalau setelah meninggalkan Jordan dia tak bertemu Hengky, dia tetap akan memilih hidup sendiri.Wajah Jordan makin lama makin pucat.Wulan melanjutkan,“Ak

  • Awan Tenang, Angin Membawa Cinta   Bab 17

    Kakek Setyabudi menatap cucunya yang selama ini penuh kebanggaan, kini untuk pertama kalinya berlutut di hadapannya. Matanya yang keruh memancarkan warna perasaan yang rumit.“Kalau aku mengajak Wulan keluar dengan syarat kau harus melepaskan posisi sebagai pewaris Keluarga Setyabudi, apakah kau rela?”Jordan tak ragu sedikit pun, mengangguk mantap.“Aku rela.”Kakek Setyabudi menarik napas dalam-dalam, di bawah tatapan penuh harap dari Jordan, ia mengangguk.“Baik.”Jordan lalu sujud tiga kali. Baru saja ia berdiri, mungkin karena begadang terus-menerus dan pukulan yang diterima, tubuhnya langsung ambruk.Padahal dulu tubuh Jordan sangat kuat, tidak mungkin langsung pingsan hanya karena beberapa pukulan.Kakek Setyabudi akhirnya merasa iba, ia melambaikan tangan memberi isyarat pada pengurus rumah untuk segera membawa Jordan ke rumah sakit.Saat pingsan, Jordan merasa seolah sedang bermimpi.Dalam mimpinya, dia kembali ke lima tahun lalu, saat Wulan menemaninya pergi ke Kuil Sentosa u

  • Awan Tenang, Angin Membawa Cinta   Bab 16

    Selama setengah bulan penuh berikutnya, Jordan tidak melakukan siaran langsung sama sekali.Awalnya, netizen mengira keinginan Jordan untuk rujuk hanya sekadar hasrat sesaat, tapi setelah lewat setengah bulan, Jordan kembali mengudara.Ketika kamera menyorot wajahnya, semua yang menonton langsung terkejut.Kepalanya terbalut perban, wajahnya pucat tanpa setitik darah, seolah baru saja melewati penderitaan yang luar biasa berat.Ternyata, selama dua minggu menghilang itu, dia benar-benar menjalani semua penderitaan yang pernah dialami Wulan.Setelah melewati semuanya, Jordan tampak sangat menyesal. Matanya memerah menatap kamera dan berkata dengan suara bergetar.“Akhirnya aku mengerti, kenapa Wulan sampai segigih itu ingin meninggalkanku”“Aku sungguh-sungguh minta maaf padanya…”Perilakunya ini membuat sebagian netizen yang sebelumnya memandang sinis kepadanya mulai sedikit merasa hormat.Nuansa komentar pun berubah drastis, meski masih ada beberapa yang tak sepakat.“Ngomong-ngomong,

  • Awan Tenang, Angin Membawa Cinta   Bab 15

    Wulan menatap pria di hadapannya yang terlihat sedikit terluka itu, lalu menyunggingkan senyum sinis.“Karena aku sudah bilang, aku nggak mau melihatmu lagi, jadi tentu aku juga nggak mau menerima pemberianmu.”“Jordan, bukankah kau selalu ingin menikah dan punya anak dengan Maya? Sekarang aku sudah memberi ruang untuk Maya, kenapa kau nggak buru-buru menikah dengannya saja?”Baru sadar, selama ini saat dia merawat Jordan yang cacat, Jordan ternyata tetap mengirim uang ke Maya yang sedang di luar negeri.Rasa kasih sayang semacam itu, bahkan membuat Wulan merasa terharu sekaligus pahit!Mata Jordan yang biasanya hitam dan berkilau kini redup seperti kehilangan cahaya. Dia maju mendekat dan mencoba memeluk Wulan:“Wulan, semua ini salah Maya. Dia menipuku dengan mengatakan dia bukan Weldy, sehingga aku salah kira dia adalah kau. Selama ini aku hanya berbuat baik padanya.”“Sekarang aku sudah tahu kebenarannya. Dari dulu sampai sekarang, yang aku cintai memang hanya kau. Beberapa hari la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status