Share

Ayah & Bunda, Ayo Baikan!
Ayah & Bunda, Ayo Baikan!
Penulis: Riffi

BAB 1 Suamiku dan Sekertarisnya?

Air mata mengalir deras di pipi mulus seorang wanita berusia 25 tahun, kini netra indahnya nampak tertuju pada sebuah adegan mesra di depannya.

Wanita cantik itu bernama Zeta, semua bermula saat ia datang ke sebuah kafe untuk bertemu kangen dengan sahabat-sahabatnya, ternyata dirinya datang lebih awal beberapa menit dari seharusnya.

Setelah mengantar putranya ke sekolah TK, ia langsung menuju ke tempat janjiannya bersama Anni dan Sofia, sahabatnya. Kafe itu memiliki kaca yang besar dan tembus pandang, hingga Zeta bisa leluasa melihat pemandangan luar.

Sembari menunggu Anni dan Sofia, ia meminum teh lemon favoritnya. Sesekali ia melihat ke arah luar jendela kaca, nampak ramai suasana kota hari ini, hingga manik matanya menangkap dua sosok yang ia sangat kenali.

Di sebrang kafe yang tengah Zeta singgahi, terlihat sepasang pria dan wanita tengah asik mengobrol ria. Terlihat jelas jika sosok itu adalah Bima, suami Zeta.

Sedangkan wanita yang tengah berbincang akrab dengan suaminya itu ada Melda, wanita yang pernah setahun lalu dikenalkan oleh Bima sebagai sekertaris pribadinya di kantor.

Mereka tengah berjalan berdua memasuki sebuah hotel, yang memang letak hotel tersebut berseberangan dengan tempat Zeta saat ini.

Keningnya berkerut, mencoba untuk berpikiran positif, tapi keakraban keduanya membuat Zeta tak bisa berfikiran yang bukan-bukan. Kini perasaannya mulai tak tenang.

"Zeta! udah sam-" ucapan sapa dari Anni terputus, di kala Zeta malah berlari melewati Anni dan Sofia tanpa menyapa seperti orang asing.

Tampak Zeta berjalan dengan tergesa-gesa, membuat kedua sahabatnya bingung. Nafas Zeta memburu kencang, jantungnya pun tampak berdetak tak beraturan.

Ia keluar dari kafe dan menuju ke hotel yang terletak berseberangan dengannya saat ini, wanita cantik dengan blazer berwarna coklat itu melangkahkan kaki jenjangnya untuk menyebrang melewati jalan yang tengah padat oleh kendaraan.

Zeta menyebrang seakan tak sabaran, dirinya bahkan hampir saja tertabrak sebuah truk. Kedua sahabat Zeta mengikutinya keluar dari kafe sampai berlarian dengan panik.

Ada sebuah mobil truk yang melaju cukup kencang ke arah Zeta, namun sang empu tak menyadari hal itu karena terlalu fokus dengan gedung hotel di seberangnya.

"Zeta! lo mau mati apa gimana sih?" tanya Sofia dengan penuh emosi.

Untungnya Sofia sempat menarik lengan Zeta sebelum sahabatnya itu terserempet oleh mobil truk yang melaju dengan cukup kencang.

Tangis Zeta pecah, tak kuasa lagi ia membendung air matanya. Kini Anni dan Sofia lah yang tampak bingung dengan kondisi sahabat mereka ini.

"Ta? kamu kenapa sih? kamu ada masalah?" tanya Anni begitu khawatir, ia mengelus-elus punggung Zeta untuk memberikan ketenangan.

Dengan tersengal-sengal, ia menunjuk gedung hotel di depannya saat ini, Anni dan Sofia pun dengan kompak menoleh ke arah yang Zeta tunjuk.

Mereka berdua mengernyitkan dahinya, dan menatap satu sama lain. Apa maksud sahabatnya ini?

"Mas Bima ... hiks," ucap Zeta, suaranya bahkan sampai bergetar.

"Suami lo? kenapa Ta?" tanya Sofia dengan panik dan bingung.

"Gini aja, kita masuk dulu ke kafe lagi, gimana? gak enak diliatin orang-orang gini," bujuk Anni, memanglah benar jika saat ini mereka tengah menjadi objek perhatian dari beberapa orang di sekitar.

Namun Zeta tak peduli, rasa penasaran di hatinya harus diobati. Jika yang ia takuti memanglah terjadi, ia harus melihatnya secara langsung, ia tak ingin hanya menerka-nerka lewat pikiran negatifnya.

Saat Sofia dan Anni hendak menggaet tangan Zeta untuk membawanya masuk ke dalam kafe, sang empu menolak dengan keras kepala, ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Engga! aku mau ke hotel itu, sekarang!" ucap Zeta dengan tegas, kini dirinya mulai bisa mengontrol emosinya.

"Kalo gitu kasih tau apa masalahnya Ta! jangan gegabah kaya tadi, Lo hampir ketabrak mobil tau gak sih?!" Sofia mengomeli Zeta, sepertinya ia sangat geregetan dengan sahabatnya yang satu ini.

"A-aku ... liat Mas Bima ke hotel itu, dan bersama seorang perempuan," ucap Zeta dengan suara yang kembali bergetar, Anni dan Sofia yang mendengar jelas lontaran kalimat mengejutkan itu pun ternganga tak percaya.

"Ta? lo ga halu kan?" tanya Sofia, ia benar-benar tak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh Zeta.

Yang Anni dan Sofia tau, pernikahan sahabatnya ini telah berlangsung selama 6 tahun lebih dengan segala keharmonisan dan keromantisan.

Tak pernah terbayangkan sekalipun jika Zeta sang sahabat mereka bisa merasakan cobaan pernikahan yang semacam ini.

"Aku beneran liat pake mata kepalaku sendiri!" ucap Zeta dengan menggebu-gebu, membuat kedua sahabatnya tak bisa berkata-kata lagi.

"Kalo gitu, ayo kita ke hotel itu untuk memastikan!" seru Anni, ia mencoba untuk tidak ikut emosional dan tetap berpikir jernih.

Hingga ke tiga wanita sebaya itu pun akhirnya bersama-sama melangkahkan kakinya menuju hotel yang terletak tepat di sebrang mereka.

Kedua tangan kanan dan kiri Zeta, digenggam erat oleh Anni dan Sofia, mereka mencoba untuk menguatkan sang sahabat yang tengah rapuh.

Sesampainya di meja resepsionis, Zeta langsung bertanya dengan seorang wanita berseragam, yang sepertinya ia merupakan seorang resepsionis di hotel ini. Tanpa basa-basi Zeta langsung menyuarakan apa yang ia ingin tanyakan.

"Mbak, boleh saya tanya? beberapa saat tadi, ada sepasang pria dan wanita masuk ke hotel ini, atas nama Bima dan Melda, boleh saya tau mereka kesini itu untuk check-in kamar atau bukan?" tanya Zeta dengan tak sabar.

"Maaf Nona, kami tidak bisa dengan sembarangan memberitahukan informasi personal milik tamu kami," ucap Resepsionis itu dengan sopan, dan memang begitulah aturan dari hotel tersebut.

"Mbak! teman saya ini istri sah laki-laki itu! kalo Mbak gak mau ngasih tau, artinya Mbak mendukung pelakor dong? Mbak mendukung perzinahan?" sergah Sofia dengan penuh emosi, bahkan ia lebih agresif dari Zeta.

Wajar saja, karena memang sedari dulu, di antara mereka bertiga, yang paling bar-bar adalah Sofia, sedangkan yang paling kalem adalah Anni, dan Zeta ditengah-tengah, kadang penuh emosi dan kadang juga bisa kalem.

"Maaf Mbak, sekali ini saja, teman saya benar-benar butuh informasi itu Mbak, tolonglah," ujar Anni dengan memelas, juga dengan bahasa yang sopan.

Hingga akhirnya sang resepsionis mau tak mau memberi izin, karena ia juga seorang wanita dan seorang istri, tentu hatinya terketuk untuk menolong Zeta.

"Baiklah, atas nama siapa tadi?" tanya sang Resepsionis, Anni dan Sofia menghembuskan napasnya dengan lega.

"Bima Siregar dan Melda, Mbak," ucap Zeta dengan mata berbinar penuh harapan, ia berharap jika suaminya di sini tidak untuk check-in di kamar hotel bersama Melda.

Semoga saja suaminya memesan sebuah ruangan atau semacamnya untuk rapat, meeting, atau semacamnya. Beberapa saat setelah mengetik beberapa kata di layar komputer, kini akhirnya sang resepsionis membuka suara.

"Klien atas nama tersebut memang ada, baru beberapa saat lalu check-in sebuah kamar di lantai lima, lebih tepatnya kamar nomor 30," ucap resepsionis wanita itu.

"Hanya berdua?" tanya Zeta, kini air matanya tengah membendung di pelupuk matanya. Awalnya resepsionis itu sedikit ragu untuk memberi tahu, namun akhirnya ia menganggukan kepalanya.

"Iya," jawab resepsionis wanita itu, satu kata jawaban singkat yang mampu memporak porandakan hati Zeta saat ini.

Brugh!

"Zeta!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status