Hari itu, matahari bersinar terang di langit biru. Calista tersenyum cerah sambil memeriksa pakaian yang dipilihnya. Dia ingin membuat kesan yang baik pada ibu Gabriel, sebelum dirinya kembali ke Singapore untuk kembali menjalani hari-harinya menjadi dokter anak di sana.Sebenarnya dirinya belum ingin kembali sebelum keinginannya tercapai, yaitu mempersatukan keluarga kecil yang belum menjadi sebuah keluarga, siapa lagi kalau bukan Reksa, Aneta dan Gabriel. Entah mengapa Calista mempunyai keyakinan atas apa yang ada di dalam pikirannya.Namun semalam daddy Calista menelpon dan menyuruh dirinya kembali ke Singapore, karena memang beliau pikir Calista sudah selesai dengan pekerjaannya di Indonesia.Setelah memastikan semuanya rapi, Calista berangkat menuju sekolah. Ketika tiba di sekolah, Calista melihat Gabriel sudah menunggunya dengan antusias. Mereka bertemu dengan senyuman hangat dan pelukan singkat. Gabriel terlihat begitu bahagia melihat Calista datang."Aunty …." Gabriel memeluk
Setelah insiden drama Gabriel yang ngambek karena gagal makan siang bersama dua wanita kesayangannya itu, Gabriel masih enggan mengeluarkan sepatah kata pun untuk menjawab semua pertanyaan yang diberikan oleh Calista.Seperti waktu Calista menanyakan kemana tujuan mereka makan kali ini ketika di mobil, Gabriel hanya bersedekap tangan dan hanya fokus pada jalanan yang ada di depannya.Karena tidak mendapat pencerahan dari pertanyaan yang diberikannya pada Gabriel, akhirnya Calista memilih untuk membelokkan mobilnya ke restoran yang berada didekat sebuah mall terbesar di kota itu, dengan menu spesial ayam goreng kesukaan Gabriel. Dan Gabriel tidak menanggapi apa-apa saja yang dilakukan oleh Calista."Kau tidak mau turun juga?" Tidak ada tanggapan apapun dari Gabriel, dirinya masih saja bersedekap seperti tadi."Baiklah, aku turun sendiri." Akhirnya Calista turun dari mobil dan memasuki restaurant itu seorang diri.Calista masuk dan mencari tempat yang masih kosong disana. Namun pandanga
"Karina tadi menemuiku.""Lalu?""Dia memintaku untuk menjadi ayah bagi anaknya—Fellicia."Aneta tidak mengerti kemana arah pembicaraannya dengan Reksa kali ini. Karina? Menjadi ayah? Dan juga Fellicia? Apa sebenarnya yang terjadi? Bukankah memang Fellicia itu anaknya Reksa dan Karina? Lalu untuk apa Karina meminta Reksa untuk jadi ayah untuk anaknya?"Kenapa kau diam?" tanya Reksa pada Aneta ketika Aneta tidak memberikan respon seperti apa yang diinginkannya."Lalu aku harus seperti apa? Bukankah Fellicia anak kalian, jadi untuk apa juga kau menceritakan semua ini padaku?" sulut Aneta karena dia sedikit terbawa suasana ketika terbayang perkataan Karina bahwa Fellicia adalah anak Reksa."Aku…." Reksa ingin mengelak, ingin sekali mengatakan kalau Gabriel lah anaknya, tapi lidahnya kelu, karena ia sendiri kurang yakin kalau Gabriel lah anak kandungnya."Sudahlah, Sa. Itu urusan pribadi kalian, aku tidak mau ikut campur." Aneta berbalik dan akan melangkah keluar ruangan CEO."Apa kau tid
Seketika Calista berlari keluar, dan benar saja, Gabriel menangis dan disampingnya ada seorang wanita paruh baya yang sedang menenangkan Gabriel."Briel, maaf Aunty lama…." Calista langsung membuka antiseptik dan mengoleskan antiseptik itu pada luka Gabriel.Dan semua ketelatenan Calista mengobati Gabriel tak luput dari perhatian wanita paruh baya di samping Gabriel."Dia berumur berapa tahun?" tanya ibu Vina pada Calista.Calista mendongak dan tersenyum. "Enam tahun, Bu."Mendengar jawaban Calista membuat ibu Vina menjadi sedih, kalau saja putrinya masih di sini, mungkin cucunya sudah sebesar anak kecil yang berada di depannya saat ini. Selesai mengobati luka di lutut Gabriel, Calista yang mendengar isakan tangis ibu Vina langsung mendongak, ia tampak khawatir. Calista lalu duduk di samping ibu Vina dan memegang tangannya."Ibu kenapa? Apa Ibu sakit? Aku seorang dokter, jadi tolong bicaralah keluhan Ibu," Calista berkata dengan pelan takut wanita itu tambah menangis.Namun bukan jaw
Jantung Aneta terasa ingin copot dari tempatnya. Apa yang diucapkan Calista tadi?Reksa ternyata ingat kejadian itu.Bagaimana jika Reksa tau itu adalah dirinya. Aneta hanya diam. Diam antara dua hal, yang pertama diam karena ia berpikir mungkin Reksa sudah mengetahui semuanya. Dan yang kedua diam karena ingin mendengar lanjutan cerita dari Calista."Reksa menjadi dokter anak karena ingin menemukan anaknya. Pasti dalam hatimu bertanya 'kan?! Kenapa harus menjadi dokter anak, sedangkan Reksa saja takut pada jarum suntik." Calista menghela napas."Ketahuilah, Ta. Reksa mati-matian melawan rasa takutnya pada jarum suntik sejak ia tahu dari salah seorang detektif yang ia sewa, kalau wanita yang ditidurinya itu melarikan diri ke Singapore, walaupun detektif itu masih ragu, namun Reksa tidak memberikan kesempatan detektif itu untuk memberikan keterangan berikutnya hanya karena Reksa takut kecewa. Dia berpikir dengan menjadi dokter anak pasti akan bertemu anak yang berbeda setiap harinya,
Gabriel mendongak melihat wajah uncle baik hatinya itu. Dan disana ia melihat tidak ada penolakan atas ucapan gadis kecil yang baru datang tersebut, lantas Gabriel melepas pelukan itu. Sungguh demi apapun, Reksa sangat tidak tega dengan Gabriel. Raut wajah itu begitu sedih mendapati kenyataan kalau sebenarnya Reksa sudah mempunyai anak.Aneta meraih pundak Gabriel dari belakang dan menariknya pelan."Mm, Briel … ini sudah malam dan kita sudah selesai makan. Sebaiknya kita pulang saja." Calista mengambil alih suasana yang tadinya hangat tiba-tiba berubah menjadi panas.Calista sangat ingin bicara dengan Reksa, tapi melihat wajah Gabriel, sepertinya ini bukanlah waktu yang tepat. Gabriel hanya bisa menundukkan kepala, sementara Reksa yang ingin sekali membuka mulut untuk menjelaskan kesalahpahaman ini hanya bisa terdiam karena ia pikir menjaga hati seorang anak yang menderita penyakit kanker darah stadium lanjut lebih penting daripada menjaga perasaan yang ia duga anaknya sendiri. Bukan
"Boleh aku bertanya sesuatu tentang kalian berdua?"Karina langsung memandang lelaki yang mulai ia kagumi itu."Siapa sebenarnya ayah Fellicia?"Reksa langsung menanyakan hal yang sejak kemarin bercokol di pikirannya. Karina diam, ia bingung harus menceritakan yang sebenarnya atau harus mengarang cerita supaya Reksa tidak salah paham akan apa yang sebenarnya terjadi."Apakah jika aku jujur padamu, kau akan percaya pada ceritaku ini?""Tentu, katakan siapa orangnya, kalau aku kenal, aku akan membawanya datang padamu dan memperlihatkan keadaan Fellicia yang sebenarnya."Karina terus memandangi Reksa, melihat kedua mata itu, mata yang dulu tidak seberani itu menatapnya dengan sangat tegas seperti sekarang ini. Ia terharu karena ternyata Reksa masih peduli padanya, masih sama seperti yang dulu, dan ia sangat yakin kalau Reksa masih mencintainya seperti dulu juga. Tapi bukan ini yang dia harapkan, bukan tanggung jawab dari lelaki b*jingan itu yang ia harapkan. Dulu Reksa memang tidak mena
Reksa mengantar Karina dan Fellicia sampai depan rumah mereka. Wajah Fellicia masih murung karena ia selalu mengingat betapa bahagianya teman Fellicia yang selalu menceritakan tentang kebersamaan dengan ayahnya, tapi mengapa dirinya tidak bisa melakukan hal yang sama?Karina dan Reksa yang sadar akan ekspresi wajah Fellicia itu pun saling pandang. Mereka lalu mendekati Fellicia dan menggandengnya masuk menuju rumah. Ketika sampai di depan teras, Reksa berjongkok mensejajarkan tinggi badannya dengan gadis kecil di depannya itu."Fell, saya pergi dulu, kamu baik-baik ya dirumah, segeralah cuci kaki dan tanganmu, lalu lekas istirahat." Setelah berkata seperti itu, Reksa kemudian berdiri dan mengusap puncak kepala gadis kecil itu, lalu beranjak dari sana.Namun baru akan masuk ke mobil, Reksa dikagetkan oleh suara teriakan Karina. Reksa kemudian menutup pintu mobilnya kembali, lalu segera menghampiri Karina dan Fellicia."Ada apa dengan Fellicia?" tanya Reksa ketika melihat Fellicia sudah