Share

Ayah Untuk Anakku
Ayah Untuk Anakku
Penulis: MeilyyanaM

Kehilangan Semuanya

Jika saja malam itu Clarita lebih mendengarkan ucapan dari sang ibu tentu saja hal ini tak akan terjadi. Ia tak harus kehilangan semua kemewahan di hidupnya, masa depan dan juga cita-citanya. Sayang nasi sudah menjadi bubur, ia tak mungkin bisa kembali ke 8 bulan lalu saat ia tanpa sadar telah dijebak teman sekampusnya dulu. Seharusnya ia tak menuruti ucapan temannya untuk berbohong pada ibunya.

Clarita menghela nafas lelah, ia sudah berkeliling dari satu parbik ke pabrik lain. Dan pabrik garment ini merupakan pabrik terakhir yang masuk ke dalam list kujungannya hari ini. Perut membuncit, wajah lesu belum lagi kemeja putih yang warnanya telah pudar tentu saja tak ada yang mau menerima Clarita sebagai karyawan.

“Aku harus ke mana lagi? Uang pesangonku hanya tersisa dua ratus ribu. Uang kost sudah jatuh tempo. Oh Tuhan, ayolah berbaik hati sedikit padaku. Aku tengah mengandung anak dari lelaki kurang ajar itu, ayolah. Bantulah aku kali ini, aku harus segera bekerja,” keluh wanita seraya menatap langit yang tampak mulai murung.

Ia semakin mendesah lirih kala kandungannya bergerak seakan meminta dirinya untuk tetap bersemangat. “Iya oke sayang, kita coba lagi ya? Kau berodalah, agar aku segera mendapat pekerjaan. Oke?” Jemari lentik Clarita bergerak mengusap perutnya yang semakin membuncit.

Tak pernah terpikirkan oleh Clarita hidupnya akan berubah drastis begini. Ia yang selalu hidup serba berkecukupan mendadak menjadi wanita kekurangan dan harus bekerja keras hanya untuk membeli sebungkus nasi rames di warung makan pinggir jalan. Ia yang terbiasa keluar masuk mobil mewah kini harus berganti dengan angkutan umum, membiasakan diri berdesak-desakan dengan penumpang lain belum lagi ia harus rela berdiri dengan membawa 2 nyawa di dalam perutnya.

Bisa saja Clarita menghubungi teman-temannya hanya saja, ia tak mau melakukannya. “Tak ada lagi yang bisa ia percaya kini.” Itulah ucapnya kala ia mengingat kejadian yang merusak masa depan dan semua rencana indahnya.

Langkah kaki Clarita semakin lama semakin melemah, ia berhenti sejenak di sebuah halte mini, menghirup udara dalam-dalam lantas membuangnya perlahan. “Perasaan aku berjalan pelan, tetapi kenapa aku merasa begitu lelah? Apa karena mereka?” tanya Clarita pada perutnya sendiri. Ia menggeleng dan tertawa, ia bak wanita gila yang berbicara dan tertawa sendiri di siang hari bolong.

“Come on Clarita kau bukan wanita lemah, bukan karena mereka membuangku lantas aku kehilangan hidupku. Ayo kita berjalan lebih jauh!” ujar Clarita menyemangati dirinya sendiri. Kini tawa Clarita berganti menjadi senyuman miris, hidupnya sangat amat miris. Tak ada pakaian mewah, tak ada tas branded, tak ada perawatan diri mewah lagi, semua sirna karena malam petaka itu.

Wanita berumur 22 tahun itu masih mencoba menyemangati dirinya sendiri. Ia kini benar-benar hidup sebatang kara, ucapannya beberapa tahun lalu telah dikabulkan Tuhan lengkap dengan segala penderitaan yang datang bersamaan. Clarita membenarkan ikatan rambutnya lantas memakai cardigan rajut yang selalu berada di dalam tas jinjingnya. Sekali lagi ia mengusap perut buncitnya seraya mengucapkan kata maaf berulang kali. “Maaf jika nanti ibu tak bisa memberikanmu kehidupan yang mewah, Nak. Tetaplah tumbuh dengan baik, meski seluruh dunia menolak kehadiranmu.” Setelah itu Clarita bangkit dan kembali menyusuri trotoar dengan keringat yang menetes silih berganti.

Turun naik kendaran angkutan umum merupakan kebiasaan baru Clarita terlebih sejak ia dipecat dari tempat kerjanya terdahulu. Dan lagi-lagi karena ulah teman kerjanya yang tak suka jika Clarita menjadi pegawai terbaik. Kini ia kembali turun dari angkutan jurusan 34, netra Clarita menatap gerbang yang menjulang tinggi melindungi seisi pabrik. Ia memejamkan mata rapat-rapat, ia berharap kali ini Tuhan membantunya. Jika saja kali ini ia kembali di tolak maka ia akan secara resmi menyandang status sebagai seorang “Wanita hamil gelandangan.”

“Permisi mba ada yang bisa kami bantu?” tanya seorang pria dengan seragam security.

Clarita terperanjat sejenak setelah itu ia tersenyum tipis dan berkata, “Permisi pak, apa saya bisa melamar pekerjaan di sini? Saya melihat iklan lowongan pekerjaan dari media cetak yang terbit hari kemarin.”

Satpam itu hanya diam menatap penampilan wanita di depannya dari ujung rambut hingga ke ujung sepatu flat shoes murah Clarita. Ia tampak berbisik dengan rekan seprofesinya, tak lama pria lain mengulang apa yang satpam tadi lakukan.

Kejadian selanjutnya membuat Clarita menatapnya nyalang. Bagaimana tidak dua pria gadun itu berkata yang menyakitkan hati setiap wanita. “Kau? Mau bekerja di sini?” tanyanya dengan nada merendahkan.

“Bermimpi saja kau tak berhak. Kau tahu di sini tempatnya wanita cantik dan molek. Kau sendiri?” tanyanya seraya tertawa merendahkan. “Kau lihat kau ini tengah mengandung, pakaian lusuh, wajah tanpa make up, kau hamil nganggur ya? Ke mana suamimu?” imbuhnya.

“Sudahlah pergi saja di sini tidak menerima karyawan sepertimu.” Keduanya berlalu begitu saja membiarkan Clarita dengan segala kegondokan dan emosinya.

“Apa dia bilang? Aku hamil nganggur? Enak saja kalau bicara! Dasar! Pria gadun! Kau itu hanya satpam kau juga karyawan di sini tak usah belagu! Lihat saja jika nanti aku menjadi pekerja di sini dan bisa dapat jabatan lebih tinggi kupastikan kau akan menderita‼” pekik Clarita menggebu-gebu, sedangkan 2 pria gadun itu hanya mengibaskan tangan tak peduli seolah ucapan wanita hamil di depannya hanyalah bualan mimpi.

Clarita berbalik meninggalkan pabrik dengan perasaan tak menentu, ia kesal dan marah atas sikap kedua satpam itu, namun ia tak menampik dengan fakta yang diucapkan mereka. Fakta tentang ‘Hamil nganggur’ karena memang itu yang sebenarnya terjadi dan ia tak berhak marah akan fakta itu.

Clarita memilih untuk kembali ke kostnya, baru separuh hari mencari pekerjaan sudah menguras tenaganya lebih banyak. Apalagi kini kandunganya telah memasuki usia 34 minggu, sebentar lagi ia akan resmi menjadi seorang ibu tanpa suami.

Langkah kaki Clarita mulai tak seimbang terlebih pagi tadi ia hanya sarapan dengan beberapa helai roti tawar karena ia tak mampu membeli beras dan keperluan rumah, ia benar-benar harus mengikat pinggang kencang-kencang jika tak mau semakin menumpuk hutang. Lampu traffic light telah berganti warna dengan segera ia melangkahkan kaki bersama penyebrang lainnya. Sayang tubuhnya terlalu lemah untuk berjalan cepat, ia melangkah sesuai kemampuannya, terlalu berisiko jika ia berlari di tengah keadaannya yang sedang berbadan dua.

Pandangan mata Clarita mulai mengabur namun ia tak selemah itu, ia tetap mencoba berjalan sebisa mungkin dengan pandangan seadaannya. Langkah kaki Clarita semakin tak tentu arah ia berjalan tak stabil, hingga terdengar bunyi klakson begitu panjang, ia menoleh dan membulatkan bola mata sempurna.

“Aaaaa‼‼”

MeilyyanaM

Hai readersnya thothor, terima kasih sudah mampir yahh. Thothor punya info nihh, kalau thothot juga terbit buku baru yang gak kalah serunya dengan cerita Clarita loh. Yuk mampir ke "Kuceraikan Suamiku, Kenikahi Pengacaraku" ramaikan bukunya biar Thothor makin semangat up babnya!! DIjamin gak nyesel deh baca "Bekas Tangan Suamiku"

| 1
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Husna Nurul
apa yang akan terjadi dengan Clarita dan kasihan sekali Clarita sudah kehilangan semuanya... bab awalnya sudah menyentuh hati
goodnovel comment avatar
Juniarth
semangat updatenya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status