Share

Ayah Untuk Anakku
Ayah Untuk Anakku
Author: Desti Angraeni

Bab 1. Hadir di Waktu yang Salah

“Kau berat sekali!” Amelia sedang melangkah tertatih kala memapah seorang pria tinggi besar yang memiliki napas berbau alkohol.

“Kau yang terlalu ringan, sayang!” Kerlingan serta senyuman nakal si pria.

“Kita tidak saling mengenal. Jangan panggil aku sayang!” kesal Amelia bersama napas terengah. Segera, tubuh si pria dijatuhkan ke atas ranjang di dalam hotel karena Amelia menemukan si pria sempoyongan di bar tidak jauh dari hotel mewah ini. “Menyebalkan sekali. Anehnya aku yang harus bertanggung jawab membawamu kesini!” ocehan Amelia saat menggunakan apron bar karena sedang dalam penyamaran memata-matai wanita yang dicurigai memiliki hubungan gelap dengan kekasihnya.

“Kau adalah pelayan di bar, tidak ada salahnya mengantarku.” Senyuman genit si pria yang setengah sadar.

“Sebenarnya aku sedang menyamar, kamu harus tahu itu!” Kedua lengan Amelia dilipat di depan dada bersama tampilan wajah sedikit kacau. Tiba-tiba saja pria ini memiliki tenaga untuk bangkit hanya untuk menarik tangan Amelia hingga terjatuh sempurna dan sensual di atas dada bidangnya.

“Ayo kita bersenang-senang, untuk apa menyamar menjadi pelayan,” bisikan setan dari si pria yang tidak digubris Amelia. Namun, karena perbedaan tenaga akhirnya wanita ini jatuh ke dalam jebakan dewa jalang. Ini pengalaman pertamanya, tetapi yang kata orang sangat menyiksa, justru yang dirasakannya sangat berlainan. Nikmat. Hanya itu!

***

Amelia mengambil sebuah kartu identitas dari dompet si pria yang masih tidak sadarkan diri. “Erland, nama yang bagus, seperti cara bermainmu.” Pipi Amelia merona, kemudian berlalu tanpa jejak. Satu jam kemudian, dirinya tiba di sebuah rumah mewah atau mungkin bisa juga disebut istana, di sini dirinya tinggal. “Bad sekali!” rutuknya seiring menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur.

Semalam, wanita yang dicurigai berselingkuh dengan kekasihnya adalah wanita murahan, tetapi sangat berkelas dan salah satu anggota mafia. Amelia tidak dapat berbuat apapun selain mencari informasi instan lewat obrolan kaum berkelas yang berada dalam lingkaran organisai hitam. “Pantas Tio mengkhiantiku, dia menemukan wanita lebih berani dari pada aku yang cupu.”

Amelia pasrah pada keadaan tidak adil ini karena dirinya merasa amat kecil jika dibandingkan dengan wanita semalam. Namun, di sela-sela memikirkan wanita itu, Erland-pria yang semalam dengannya menelusup begitu saja ke dalam kepalanya. “Siapa pria itu. Dia berada di dalam bar ekslusif, sepertinya dia juga bukan pria sembarangan.”

Tok tok tok

“Mei ...,” panggilan sayang Sopia-ibunya.

“Iya, Ma.” Amelia segera bangkit untuk membukakan pintu.

“Semalam Mama dengar kamu tidak di rumah. Kemana kamu semalaman!” teguran Sopia yang adalah wanita berkelas-istri pejabat.

“Amei habis mengerjakan tugas Ma, di rumah temen.” Senyuman lebar Amelia.

“Sebentar lagi kamu meninggalkan status sebagai mahasiswi dan berubah propesi menjadi orang kantoran, atur waktu kamu mulai dari sekarang!” nasihat tegas Sopia seiring mengendus pakaian putrinya.

“Iya Ma ..., Amei tahu kok.” Amelia menatap ibunya yang berkeliling melingkari tubuhnya.

“Samar-samar Mama mencium bau alkohol!” Indera penciuman Sopia sudah di level teratas maka bau mencurigakan sedikitpun akan segera diolah dalam rongga-rongga hidung hingga menggelitik tidak nyaman.

“Masa sih, Ma.” Lagi, senyuman lebar Amelia.

“Mama juga mencium farfum pria. Apa yang kamu lakukan dengan seorang pria!” Kedua mata Sopia memicing tajam.

“Ma ..., dosa tahu curigaan sama anak,” kekeh Amelia untuk mencairkan suasana yang mulai menegangkan ini.

“Katakan dengan jujur!” Sopia adalah wanita berkelas yang sangat elegand, semua harus sempurna, tertata rapih dan tentu saja aturan-aturan itu juga berlaku untuk Amelia.

Wanita berusia dua puluh empat tahun ini menghembus udara cukup panjang. “Semalam Amei sama temen-temen cewek mengerjakan tugas, lalu kedatangan temen-temen cowok yang ternyata sedang mabuk. Salah satunya ambruk di tubuh Amei. Wajar bau alkohol dan farfum lelaki.” Senyuman lebar kembali ditarik. Namun, tatapan Sopia tetap memicing curiga.

“Mama ingin mencium napas kamu!”

Amelia segera membuang udara dari mulutnya. “Mama percaya kan, Amei tidak mabuk kok.” Dengan ini Sopia merasa tenang karena mulut putrinya tidak mencurigakan seperti yang ada di pikirkannya.

“Iya sudah, ganti pakaian. Sebentar lagi kita kedatangan tamunya papa!”

“Emangnya kalau ada tamunya papa, itu artinya Amei juga harus bersama papa menemui orang-orang penting itu?” tanya Amelia bersama ragu karena mungkin ibunya tidak akan menerima pertanyaan yang menurutnya sangat konyol, pun senyuman kembali ditarik.

“Seisi rumah ini harus memenuhi standar kebersihan, kerapihan, kenyamanan, keindahan, keselarasan, ke ....”

Amelia memotong, “Iya Ma, Amei akan mandi dan pakai baju bagus yang rapih dan sopan. Begitu kan, Ma.”

“Iya. Setelah selesai jangan lupa sarapan!” Sopia berlalu bersama kipas tangan bermotif selaras dengan dekorasi ruangan favoritnya.

“Nasib punya mama sempurna. Semua harus sempurna!” gerutu Amelia hampir setiap hari. Identisas Erland disimpan di dalam dompet karena lain kali dia akan menemuinya lagi sebagai alat untuk memanasi Tio.

Beberapa hari berlalu, Amelia menjalani kebiasaannya, tetapi kini dirinya sudah kehilangan minat pada Tio, hubungan mereka sudah diakhiri. Kehidupannya baik-baik saja sebagaimana mahasiswi yang sedang menyongsong masa depan. Namun, dua bulan kemudian semuanya berubah.

“Apa ini, kenapa bisa garis dua!” Seketika wajah Amelia memucat serta keringat dingin bercucuran dari dahinya, “mana bisa satu kali melakukan hubungan bisa hamil!” Wanita ini tidak yakin dengan penglihatannya. Maka, dokter kandungan menjadi jalan terakhirnya.

“Selamat, nyonya positif hamil.”

“Apa!” Wajah Amelia semakin kehilangan warna segarnya hingga hanya menyisakan warna pucat pasih, “Dok, apa tidak salah?”

“Selama saya menjadi dokter kandungan, saya tidak pernah salah sama sekali.”

Tubuh Amelia lemas, deretan kehidupan yang indah hilang bahkan masa depannya sirna ditelan kenyataan. “Kenapa harus hamil, bagaimana ini?”

Kalimat Amelia itu membuat dokter segera mengerti. “Saya sarankan agar nyonya tetap membiarkan bayinya hidup, janinnya sangat sehat” Senyuman melengkung ramah.

“Tapi masalahnya bayi ini ....” Hendak mengatakan jika dirinya mendapatkan si bayi dari hasil hubungan dengan pria asing, tapi itu adalah aib maka kalimatnya kembali ditelan, “Dok, apa saya bisa melakukan aborsi?” Suara Amelia sedikit berbisik.

“Maaf Nyonya. Aborsi tidak bisa dilakukan dengan sembarang, apalagi atas dasar tidak menginginkan bayinya.”

“Tapi saya memang tidak bisa melahirkannya. Saya mohon, Dok ....”

“Aborsi di luar tugas saya, Nyonya. Jika Nyonya tetap memaksa, silakan cari dokter lain, tapi saya yakin akan sulit menemukan doter yang menyetujui permintaan Nyonya.”

Saat ini jalan Amelia buntu, tetapi tidak bisa meminta bantuan pada si pria karena dia hanyalah orang asing. “Bayi ini hadir di waktu yang salah. Setidaknya dua kali melakukan baru hadir, kenapa baru saja sekali melakukan sudah hadir, memangnya pria itu akan percaya apa!”

Ketika kembali ke rumah mewahnya, Amelia mengatakan sesuatu yang berasal dari keputusan terbaik versinya, “Ma, Pa, Amei akan melanjutkan kuliah di luar negeri saja seperti keinginan Mama sama Papa tahun lalu.”

‘Maaf, sebenarnya Amei mau melahirkan anak ini tanpa harus mama dan papa tahu!’

Bersambung ....

Desti Angraeni

Akun ig _authordestiangraeni # Kalau Kakak" liat akun ig di bab, itu yang lama ya, udah nggak dipakai. Sekarang pakainya yang ini. ^^

| Like
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Indah Nurhayati
semoga seru cerita. selanjutnya
goodnovel comment avatar
Sri Lestari
baru mo baca, semoga seru cerita nya
goodnovel comment avatar
Indra Zastela
ok mantap..seru ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status