Lagi-lagi ilmu dukunnya kambuh lagi. Setiap bercanda selalu saja menusuk hati karena kenyataan itu benar adanya. Membuatku jadi paranoid sendiri dan menganggap dia tahu segalanya tentang aku.Tapi mana mungkin. Aku dan dia sama-sama baru bertemu setelah tak tinggal sekampung lagi untuk sekian lama. Bahkan sebelum aku tamat SMA tak pernah lagi saling menyapa, hingga membuatku lupa bahwa dia pernah ada.Si cowok dekil yang kini sudah berubah jadi tampan dan rupawan."Kenapa sih, Mas Aryo godain Ayu terus soal Pak Fandi? Padahal Ayu nggak terlalu dekat sama dia." Aku mulai mengorek informasi. Siapa tahu suamiku memang benar curiga."Mas cuman bercanda kok, Yu," jawabnya penuh kelembutan. Bercanda kok kebetulan benar semua. Apa itu yang disebut insting seorang suami? Eh, bukannya seharusnya seorang istri yang punya insting seperti itu? Kan kebanyakan suami yang selingkuh."Kamu nggak marah atau ngambek lagi sama Mas, kan?"Dih, takut. Kalau takut aku marah, kenapa mengungkit-ungkit lagi
Fandi sedikit terdiam. Namun kemudian menarik napas kasar."Aku baru tau kalau ternyata suami kamu orang kaya, Yu. Aku jadi terbawa emosi karena terus berpikiran buruk. Menganggap kalau kamu menerima perjodohan itu karena laki-laki itu anak orang kaya." Dia memalingkan wajahnya yang tiba-tiba berubah sendu.Orang kaya? Apa Fandi tahu kalau suamiku adalah Mas Aryo?"Maksud kamu apa, Fan?" Aku masih berusaha untuk bersikap tenang."Malam itu aku nggak langsung pulang. Aku nungguin kamu karena khawatir ninggalin kamu sendiri. Tapi kenyataannya, baru saja aku menghentikan motor, mobil mewah itu sudah membawa kamu masuk ke dalamnya. Aku bahkan belum sempat melihat suami kamu."Huff... ternyata dia belum tahu. Untung malam itu Mas Aryo memakai mobil yang biasa dipakai pak sopir untuk menjemputku."Maaf ya, Fan. Aku pikir itu bukan hal yang penting. Mau orang kaya atau bukan, aku tetap harus mengikuti kemauan orang tua.""Iya, Yu. Aku juga paham. Semua orang tua pasti menginginkan yang terba
"Mas udah tau, Yu." Dia berucap tenang.Mataku membesar menatapnya. Wajah suamiku yang masih penuh dengan senyuman mengucapkan kata-kata yang mustahil seperti itu. Tidak mungkin. Apa kali ini dia juga sedang bercanda, atau hanya mengerjaiku saja? "Maafin Mas ya, Yu. Udah bohongin kamu selama ini," lanjutnya lagi."Maksud Mas Aryo apa? Ayu nggak ngerti." Aku semakin kebingungan. "Selama ini Mas tau kalau kamu dan Fandi pernah pacaran."Aku semakin terkejut mendengarnya. Hingga tangisku semakin menjadi. Entah marah karena masalah yang mana. Apakah aku marah karena selama ini Mas Aryo juga membohongiku, atau karena aku semakin merasa bersalah dibuatnya. Jelas-jelas dia tau apa yang aku sembunyikan. Tapi tak marah dan masih bersikap manis di hadapanku. Apa maksud Mas Aryo sebenarnya? "Sejak kapan Mas Aryo tau? Apa karena Mas percaya sama kata-kata Mbak super? Terus Mas Aryo mulai menyelidiki Ayu?" Aku menangis sesenggukan. "Enggak, Yu. Mas udah tau sejak awal. Jauh sebelum melangsung
Mulanya biasa saja. Ayu tetaplah Ayu yang aku kenal dulu saat di kampung. Tak ada yang berubah dari sikapnya. Tetap menjadi gadis yang baik dan tidak pernah keluyuran. Berteman dengan banyak laki-laki pun tak pernah. Hanya sesekali mengerjakan tugas kelompok. Kenapa aku bisa tahu semuanya? Uang yang mengatur segalanya. Ya, beberapa orang di kampus sana aku bayar untuk mengawasi Ayu. Baik mahasiswa, atau pun penjaga gedung. Berlebihan memang. Aku merasa menjadi seorang mafia yang begitu tergila-gila pada wanitanya. Hingga suatu hari aku mendengar kabar bahwa Ayu sedang didekati salah seorang seniornya. Ya, masih didekati. Bukan saling mendekat. Aku masih membiarkannya saja. Berharap Ayu sadar dan ingat, bahwa dia sudah memiliki seseorang yang akan menjadi suaminya nanti. Namun selang beberapa bulan, kurasa hati Ayu mulai luluh. Mungkin hatinya berangsur menerima kebaikan dan ketulusan laki-laki bernama Fandi itu. Dan akhirnya aku mengetahui bahwa mereka resmi berpacaran. Aku cembu
Lagi-lagi aku memancing Ayu agar berusaha jujur. Mengakui Fandi sebagai lelaki yang dulu pernah dekat dengannya. Tak apa sakit, asal Ayu tak bilang bahwa masih ada dia di hatinya. Namun lagi-lagi Ayu menyangkal. Dan aku tak lagi ingin memaksa. Hingga pada suatu malam saat hendak menjemputnya usai pulang kerja, kulihat mereka berdua sedang asyik mengobrol di depan kampus. Aku yang saat itu merasa begitu cemburu hanya bisa menatap dari dalam mobil. Namun lagi-lagi bibir ini kembali tersenyum, saat kulihat mereka terlibat perselisihan, dan Ayu seperti tak suka dan ingin Fandi segera menjauh darinya. Usai laki-laki itu menjauh, aku langsung mendekatinya. .Hari itu sebuah insiden terjadi. Aku yang selama ini selalu mengawasi gerak-gerik Ayu dari layar komputer cctv melihat kejadian yang membuat darahku semakin mendidih. Tentu saja aku langsung menyaksikan bagaimana tiba-tiba Fandi memegang tangan istriku di kantornya.Lalu tiba-tiba muncul Sinta, dan aku tak bisa terima dengan semua pe
Siang ini aku mengunjungi Sari di rumahnya. Meminta maaf dan mengatakan kejadian sebenarnya hingga tak ada lagi yang aku sembunyikan. Aku tak mau lagi ada rahasia yang membuat hubungan kami kelak menjadi tidak sehat, seperti hubunganku dengan Mas Aryo saat ini. Sari tampak sangat syok. Entah di bagian mana ceritaku yang membuatnya merasa seperti itu. Entah kecewa karena aku berbohong dan menyuruhnya pulang saat itu, atau kah karena Mas Aryo yang selama ini bersandiwara bersama kedua orang tuaku. "Kamu pasti marah dan benci banget sama aku kan, Sar?" rengekku manja pada sahabatku sedari ingusan itu. "Udahlah, Yu. Emang udah jalannya begitu, mau gimana lagi?""Aku memang pantas disebut cewek matre kan, Sar? Ninggalin Fandi gitu aja hanya demi Mas Aryo. Padahal laki-laki yang aku pilih ternyata seorang pembohong.""Hush! Nggak boleh gitu, Yu. Dosa lho. Mas Aryo kan bilang, kalau dia ngelakuin itu karena cinta sama kamu.""Kalau cinta kan nggak berbohong sampai sejauh itu, Sar.""Ya, m
"Kamu ngomong apa, Yu?" Wajahnya terlihat cemas. "Maafin Ayu, Mas. Ayu udah mikirin semuanya. Hubungan kita ini nggak sehat. Banyak kebohongan, dan sandiwara. Ayu dan Mas Aryo dari awal udah sama-sama nggak jujur. Apa lagi yang mau kita pertahankan?""Mas cinta sama kamu, Yu. Mas kangen sama kamu. Setelah beberapa hari nggak ketemu dan saling ngobrol, kamu tiba-tiba pengen ninggalin Mas gitu aja?""Ayu nggak sanggup, Mas. Ayu nggak tau apa yang Ayu rasain saat ini. Entah itu marah atau pun rasa bersalah. Ayu sekarang jadi merasa canggung ketemu sama Mas Aryo.""Bapak dan Ibuk tau masalah ini?" tanyanya cemas. Aku menggeleng. "Mas Aryo aja yang ngomong. Kan waktu mau nikah, Mas Aryo yang datang melamar. Sekarang kalau mau balikin anak orang, dipulangin baik-baik dong, Mas.""Sampai hati kamu ngomong seperti itu sama Mas, Yu? Hanya karena masalah seperti ini?"Hanya masalah seperti ini katanya? Dia menganggap sepele semua kebohongan itu? Aku kembali memalingkan wajah. Tak mau lagi me
"Duh, maaf, Mas. Ayu nggak sengaja," ucapku pada Mas Aryo, begitu tahu kalau dia merasa kesal atau marah."Hem...." sahutnya begitu saja, lantas mengabaikanku dan melanjutkan langkahnya.Aku tak peduli. Dia berhak marah dan bersikap seperti ini. Aku tak perlu mengharap sapaan hangat darinya lagi, atau memperhatikanku seperti biasa.Aku bergegas turun meninggalkan area kantor yang semuanya terletak di lantai tiga. Baik ruangan Mas Aryo, Fandi, atau pun ruang rapat. Usai mengganti pakaian dengan seragam, aku berdiri di samping kasir. Kebetulan jam makan siang sudah terlewati saat Mbak super menceramahi aku tadi. Jadi, saat turun dan bertugas sudah agak sepi."Ke mana aja kamu, Yu? Kok nggak balas wa aku sih?" tanya Wina. "Aku kan khawatir.""Lagi ada masalah, Win. Maaf, ya," sahutku."Iya, aku maafin," godanya. "Tapi kayaknya ada yang lagi uring-uringan lho. Tiap hari nanyakin aku, udah ada kabar dari kamu apa belum.""Dih, apaan sih," sahutku cuek. Pastilah yang dia maksudkan itu adal