Share

Ayo Cerai Mas!
Ayo Cerai Mas!
Author: Vicka Villya

Ayo Cerai, Mas!

'Mas Diaz, bagaimana bisa kamu melakukan semua ini? Apa memang benar aku ini hanya istri pajanganmu saja? Atau hanya istri yang mendompleng kesuksesan bisnismu. Kenapa kamu sungguh kejam, Mas?'

Diana menghapus air matanya begitu melihat suaminya — Ardiaz Megantara keluar dari ruang ganti. Dengan cepat ia menyimpan ponselnya agar suaminya tidak curiga. Sebagai istri yang selama ini mengurus suaminya dengan baik, Diana langsung berdiri dan membantu memasangkan dasi suaminya.

"Di, kamu nangis?" tanya Diaz — sapaan untuk sang suami.

Diana langsung menyeka air matanya kemudian ia tersenyum manis. "Hanya kemasukan debu," kilahnya, ia kemudian kembali melanjutkan tugasnya.

Diaz menjadi tidak tenang setelah mendengar jawaban ambigu dari istrinya. Mana mungkin di kamar mereka yang super bersih ini — sebab Diaz sangat menerapkan kebersihan itu bisa memiliki debu.

Diana mengambil jarak dua langkah mundur dari Diaz setelah ia selesai merapikan penampilan suaminya. Ia tersenyum dan sangat jelas terlihat di mata Diaz kalau senyuman itu sangat dipaksakan.

"Kamu kenapa? Kalau ada masalah kamu harusnya cerita padaku, jangan dipendam sendiri. Kamu tahu aku sibuk dengan pekerjaan tapi aku pasti sempatin waktu untuk mendengarkan keluh kesahmu," ucap Diaz lagi. Hatinya menjadi tidak tenang karena melihat raut wajah penuh duka istrinya, wanita yang ia nikahi hampir lima tahun ini.

Mati-matian Diana menahan air mata dan bibirnya yang bergetar hendak menangis ia gigit sekuat mungkin agar tetap terlihat baik-baik saja.

'Haruskah aku mengatakan kepada mas Diaz? Aku takut tidak bisa membendung rasa kecewa dan amarahku. Aku sangat mencintainya, tapi aku juga sadar lima tahun pernikahan kami, disini hanya aku yang jatuh cinta. Sedangkan mas Diaz, cintanya ada dimana-mana. Aku harus bagaimana?'

Diana bermonolog dalam hati. Rasa cinta dan kecewa melebur jadi satu hingga ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk dirinya sendiri. Rasa sakit ketika tadi menemukan pesan dari seorang yang tidak dikenal dimana ia mengirimkan foto dirinya tengah tidur bersama dengan selimut sebagai penutup tubuh mereka, serta bagian dada suaminya yang terekspos sudah jelas menyiratkan bahwa mereka baru saja menghabiskan malam bersama.

"Diana, kamu cinta sama aku, 'kan?"

Lagi, pertanyaan itu selalu menjadi pertanyaan pamungkas Diaz saat melihat Diana tengah memendam masalah.

'Dan kamu bahkan tidak pernah memanggilku dengan panggilan sayang, Mas. Sebenarnya aku ini siapa bagimu, Mas? Istri atau hanya alat pemuas nafsumu saja jika kamu bosan dengan rasa para wanita diluar sana?'

Lagi dan lagi Diana hanya bisa membatin. Berbicara dengan Diaz yang manipulatif itu membutuhkan kecerdasan yang tinggi, sedangkan Diana saat ini tidak mampu walau hanya untuk sekadar berpikir jernih.

"Mas juga tahu apa jawabannya. Bukankah aku sudah membuktikannya selama ini? Bagaimana jika aku yang bertanya demikian, Mas Diaz cinta nggak sama aku?" Entah mendapat kekuatan dan keberanian dari mana, Diana mampu berkata demikian.

Diaz tersenyum, istri kecilnya yang ia nikahi ketika berusia dua puluh tahun sedangkan saat itu ia sudah berusia dua puluh delapan tahun kini sudah berani bertanya tentang perasaan terhadapnya. Sebuah kemajuan bagi Diaz yang selama ini selalu mengumbar kata cinta kepada Diana namun entah itu berasal dari hatinya atau tidak.

"Kamu kok nanya gitu? Jelas aku cinta sama kamu. Kamu itu istri aku, mana mungkin aku nggak cinta sama kamu. Bahkan sekarang pun aku siap bercinta bersamamu," seloroh Diaz, ia kemudian menarik kembali Diana ke dalam pelukannya.

"Kalau ada masalah itu diomongin, jangan dipendam sendirian. Ada aku, bukankah kamu cinta sama aku, kamu pasti percaya padaku," lanjut Diaz.

Bukannya tenang, Diana justru tidak bisa lagi membendung tangisannya. Ia sedih dan sangat hancur mendengar ucapan cinta dari mulut Diaz, cinta yang hanya datang dari ucapan saja tapi bukan dari hatinya. Selama lima tahun ini ia berjuang mencintai suaminya, akan tetapi semuanya terasa sia-sia karena ternyata suaminya bermain dengan perempuan lain di luar sana.

Diaz melepaskan pelukannya, perasaannya yang sedari tadi tidak enak semakin tidak menentu saja. Untuk pertama kalinya ia melihat sang istri menangis, namun ini bukan pertama kalinya bagi Diana yang sudah sering kali menangis karena perilaku suaminya di luar sana.

"Di, kamu sebenarnya kenapa? Jangan nangis gini dong, aku nggak ngerti bahasa air mata, serius!" ucap Diaz dengan perasaan tak menentu. Jika istrinya yang selalu terlihat elegan dan dewasa dalam bersikap ini sudah sampai menangis di hadapannya, ia yakin ada hal yang tidak baik-baik saja.

"Sudahlah Mas, tidak perlu bermulut manis lagi padaku. Aku lelah menutupi setiap skandalmu, Mas. Berhenti mengucapkan kata cinta karena aku tahu itu tidak dari hatimu. Ada berapa banyak wanita yang datang padaku dan mengaku sebagai cintamu, puluhan Mas!" Nada suara Diana naik satu oktaf dengan air mata yang berderai di pipinya.

Mata Diaz terbelalak, bagaimana bisa istrinya berkata demikian sedangkan selama ini yang ia tahu istrinya itu terlihat tenang dan sangat bahagia bersamanya? Bagiamana bisa Diana mendadak tahu dengan kegilaannya diluar sana dengan meniduri banyak wanita cantik yang dijumpainya sedangkan ia begitu apik menyembunyikan semuanya? Dan bagaimana bisa semua itu sampai pada Diana yang hanya sibuk di rumah mengurus rumah tangga dan urusan yayasan keluarga mereka?

"Di, kamu tahu dari ma—"

"Cukup Mas! Nggak usah membuat cerita bohong lagi padaku. Aku bahkan sangsi jika diluar sana benih yang kamu buang sembarangan itu tidak membuahkan hasil!" sambar Diana hingga membuat Diaz terdiam.

"Di nggak gitu. Kamu salah paham, aku nggak mungkin kayak gitu. Aku cinta kamu dan istriku cuma kamu, tidak ada wanita lain Di. Dan bagaimana bisa kamu menuduhku sekejam itu sedangkan aku punya wanita cantik dan hebat untuk aku menyalurkan hasrat," bantah Diaz, wajahnya terlihat tenang, suaranya pun begitu lembut namun tidak dengan sorot matanya.

Diana tidak menanggapi ucapan Diaz yang menurutnya sangat manipulatif. Ia sibuk berjalan ke arah lemari dan mengambil koper tua miliknya yang dulu ia bawa ketika memasuki kediaman keluarga Megantara.

Diaz memperhatikan istrinya itu dan ternyata Diana sedang mengambil beberapa pakaiannya, secepat kilat Diaz mendekati dan melempar sembarang koper tersebut.

"Kamu apa-apaan sih, Di? Kamu mau kemana? Jangan aneh-aneh dan tetaplah berada di rumah. Aku tidak pernah mengkhianati kamu, Di. Aku cinta sama kamu, sangat cinta," pekik Diaz yang bukannya terlihat bagai orang yang marah karena mendapat tudingan melainkan terlihat seperti pria frustrasi yang begitu takut kehilangan.

Diana mengusap air matanya kemudian ia menatap lekat pada kedua manik mata suaminya. "Ayo kita bercerai, Mas."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status