Senja mulai turun perlahan, mewarnai langit dengan semburat jingga keemasan yang menyatu indah dengan cahaya lampu-lampu gantung di venue resepsi mereka. Resepsi diadakan di sebuah ballroom hotel yang elegan, dengan lantai dansa kayu dikelilingi meja-meja bundar berhiaskan lilin dan bunga putih.
Tamu-tamu undangan mulai mengisi kursi, menikmati hidangan, dan bercengkerama dengan hangat dalam suasana romantis dan intim.Musik instrumental mulai terdengar, pelan dan syahdu. Seorang MC naik ke atas panggung kecil yang terhias elegan, lalu mengangkat mikrofon dengan senyum mengembang.“Hadirin sekalian, saat yang kita tunggu-tunggu telah tiba. Mari kita sambut pasangan pengantin yang tengah berbahagia saat ini, Galih dan Aster, untuk berdansa perdana sebagai suami istri.”Tepuk tangan menggema. Aster muncul dari balik tirai tenda, digandeng oleh Galih. Gaun malamnya yang berwarna champagne dengan kilau halus, berkilauan di bawah caJason melonjak kegirangan begitu kakinya menginjak lantai pesawat. Tatapan matanya yang berbinar penuh semangat menoleh ke segala arah. Ia tidak bisa menyembunyikan sukacita yang meledak sejak mendengar kabar keberangkatan mereka ke Jepang."Hore... Liburan ke Jepang!" serunya, mengangkat kedua tangannya seperti pemenang undian besar.Di kursi baris tengah kelas bisnis, Aster tersenyum melihat antusiasme putranya. Ia menyandarkan kepala lembut di bahu Galih, yang duduk di sampingnya. Jari-jari mereka saling bertaut erat di atas sandaran tangan kursi, menciptakan rasa tenang di tengah riuh kabin pesawat yang mulai terisi penumpang.Dea yang duduk berseberangan dengan mereka menoleh sambil melepas sabuk pengaman sebentar untuk berbicara. Wajahnya berseri-seri meskipun belum lama tadi sibuk membantu Jason merapikan isi tas ranselnya."Makasih banyak ya, Mas, udah ngajak aku sama Evan juga," ucapnya tulus, menatap Galih yang hanya
Jason melonjak kegirangan begitu kakinya menginjak lantai pesawat. Tatapan matanya yang berbinar penuh semangat menoleh ke segala arah. Ia tidak bisa menyembunyikan sukacita yang meledak sejak mendengar kabar keberangkatan mereka ke Jepang."Hore... Liburan ke Jepang!" serunya, mengangkat kedua tangannya seperti pemenang undian besar.Di kursi baris tengah kelas bisnis, Aster tersenyum melihat antusiasme putranya. Ia menyandarkan kepala lembut di bahu Galih, yang duduk di sampingnya. Jari-jari mereka saling bertaut erat di atas sandaran tangan kursi, menciptakan rasa tenang di tengah riuh kabin pesawat yang mulai terisi penumpang.Dea yang duduk berseberangan dengan mereka menoleh sambil melepas sabuk pengaman sebentar untuk berbicara. Wajahnya berseri-seri meskipun belum lama tadi sibuk membantu Jason merapikan isi tas ranselnya."Makasih banyak ya, Mas, udah ngajak aku sama Evan juga," ucapnya tulus, menatap Galih yang hanya
Saat itu siang hari, cahaya matahari menyusup lembut ke dalam restoran hotel tempat mereka menikmati makan siang. Meja mereka tertata rapi, lengkap dengan bunga kecil dan serbet linen. Aster duduk menyilang kaki, menatap suaminya yang tengah menyendok sup dengan tenang. Ia tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya bertanya.“Kita kapan pulang ke rumah kamu, Mas? Jason nggak akan nyariin?” tanya Aster sambil menusuk potongan salmon di piringnya.Galih menoleh padanya dengan senyum santai. “Jason udah bilang kok, kalau setelah pernikahan, kita harus cepat bulan madu biar dia cepet punya adik.”Aster mengangkat alis. “Bulan madu ke mana emangnya?”“Gimana kalau Jepang, sayang?” Galih menyebutkan destinasi itu sambil mencondongkan tubuh sedikit, penuh antusiasme.Mata Aster berbinar mendengar rencana itu. “Aku nggak masalah. Tapi... beneran nggak mau ngajak Jason juga? Kayaknya seru deh kalau rame-rame.”
Ia menarik selimut perlahan dan mengusap pipi Aster dengan ibu jarinya. "Pagi ini bukan tentang dunia luar. Cuma ada kamu dan aku."Tak lama kemudian, terdengar ketukan pelan di pintu kamar. "Room service," suara dari luar memberitahu.Galih bangkit, melangkah ke pintu untuk menerima nampan berisi sarapan. Pancake hangat, potongan buah segar, dua cangkir cappuccino, dan sebotol jus jeruk tertata cantik di atas nampan perak.Sambil meletakkan sarapan di meja kecil dekat jendela, Galih kembali menoleh ke arah Aster yang kini duduk bersandar dengan rambut sedikit kusut dan mata yang masih berat."Yuk, kita sarapan. Tapi makannya di sini," ajak Galih sambil menarik kursi. "Kamu duduk di pangkuanku, biar lebih romantis."Aster tertawa dan menggeleng. "Mas Gal makin manja ya pagi-pagi begini.""Karena kamu sekarang udah resmi milikku, dan aku nggak perlu nahan-nahan lagi buat manjain kamu sepuasnya."Aster pun berdiri, berjala
Kamar hotel itu terletak di lantai paling atas, dengan balkon yang langsung menghadap kerlap-kerlip lampu kota. Nuansa kamar didekorasi dengan lembut, warna-warna netral yang elegan, dan taburan kelopak bunga mawar di atas tempat tidur menambah suasana malam pertama mereka jadi lebih hangat dan berkesan.Begitu pintu tertutup di belakang mereka, Galih menaruh jaketnya di gantungan dan menghampiri Aster yang berdiri di depan cermin. Gaun pengantinnya masih tersemat sempurna, tetapi wajahnya memancarkan kelelahan dan kebahagiaan yang menyatu.“Malam ini, aku milik kamu, sayang,” bisik Galih di belakang leher Aster, napasnya hangat menyentuh kulit halus sang istri.Aster berusaha membuka kancing di bagian punggung gaunnya, namun jari-jarinya tak cukup luwes menjangkau. Dia mendengus pelan dan menoleh setengah ke arah Galih. “Tolongin, Mas. Aku susah bukanya,” ucapnya, nada manja terdengar jelas di sela tawa kecil.Galih tersenyum penuh cinta. “Dengan
Senja mulai turun perlahan, mewarnai langit dengan semburat jingga keemasan yang menyatu indah dengan cahaya lampu-lampu gantung di venue resepsi mereka. Resepsi diadakan di sebuah ballroom hotel yang elegan, dengan lantai dansa kayu dikelilingi meja-meja bundar berhiaskan lilin dan bunga putih.Tamu-tamu undangan mulai mengisi kursi, menikmati hidangan, dan bercengkerama dengan hangat dalam suasana romantis dan intim.Musik instrumental mulai terdengar, pelan dan syahdu. Seorang MC naik ke atas panggung kecil yang terhias elegan, lalu mengangkat mikrofon dengan senyum mengembang.“Hadirin sekalian, saat yang kita tunggu-tunggu telah tiba. Mari kita sambut pasangan pengantin yang tengah berbahagia saat ini, Galih dan Aster, untuk berdansa perdana sebagai suami istri.”Tepuk tangan menggema. Aster muncul dari balik tirai tenda, digandeng oleh Galih. Gaun malamnya yang berwarna champagne dengan kilau halus, berkilauan di bawah ca