Keesokan harinya, Galih menjemput Aster pagi-pagi. Mereka menuju klinik kecantikan langganan Galih, sebuah tempat eksklusif yang tersembunyi di kawasan elit kota, dikelilingi taman rimbun dan aroma aromaterapi yang menenangkan.
“Selamat datang kembali, Pak Galih,” sapa salah satu terapis begitu mereka masuk. “Terima kasih. Ini Aster, calon istri saya. Hari ini kami ambil paket couple spa dan full body treatment.” “Baik, Pak.” Terapis itu lalu tersenyum ramah pada Aster. “Selamat datang, Mbak Aster. Kami sudah menyiapkan ruangan khusus untuk Anda berdua. Mari.” Mereka dipandu menuju ruangan spa pribadi, dengan dua ranjang perawatan, musik instrumental yang mengalun lembut, dan cahaya lilin aromaterapi yang temaram. Aster sempat menggenggam tangan Galih erat, sedikit gugup namun juga antusias. Setelah berganti ke jubah spa, mereka memulai sesi perawatan dari ujung kepala hingga kaki. FaMatahari pagi menyambut mereka di tepi Danau Kawaguchi. Kabut tipis masih menggantung di atas permukaan air, menciptakan suasana magis yang seolah datang dari lukisan musim semi. Gunung Fuji berdiri megah di kejauhan, puncaknya diselimuti salju seperti mahkota putih yang abadi.Aster menarik napas dalam-dalam sambil merangkul lengan Galih. "Mas, aku nggak nyangka kita bisa lihat Gunung Fuji yang seindah ini."Galih menatap ke arah puncak gunung, kemudian memandangi istrinya yang sedang tersenyum. "Gunung Fuji memang indah. Tapi senyum kamu lebih indah dari pemandangan mana pun."Aster memukul lengan Galih pelan, “gombal, deh! Lama-lama jadi kayak Jamal.”Galih tertawa. “Ya dia memang aku, kok!”Jason yang sibuk melempar kerikil ke danau menoleh dan berseru, “Papa! Foto aku dong di sini! Aku mau bikin wallpaper buat tablet aku!”Dea tertawa kecil. “Sini, Mama aja yang fotoin. Biar Papa kamu bisa berdu
Aster bersandar di sandaran kepala tempat tidur hotel dengan piyama satin warna krem yang lembut membalut tubuhnya. Lampu kuning hangat di sisi tempat tidur menciptakan bayangan lembut di pipinya. Di tangannya, remote TV masih menyala, tapi pandangannya sesekali mencuri-curi arah Galih yang duduk di sisi ranjang, menatapnya penuh makna.Galih tersenyum simpul. Matanya menari di wajah Aster, seolah sedang menghafalkan setiap detailnya untuk disimpan di sudut terdalam ingatan.“Kasih aku satu ciuman, sayang,” bisik Galih, suaranya rendah dan dalam, penuh nada rayuan.Aster memutar bola matanya sambil tertawa pelan. “Mas, jangan genit, ah! Aku lagi nonton ini...” katanya sambil menunjuk layar TV, padahal pikirannya sudah tak lagi berada di sana.Galih tak menjawab. Ia hanya mencondongkan tubuh, jemarinya menyentuh lembut pipi istrinya. “Kita udah suami istri, sayang. Nggak usah malu,” ucapnya lirih.Lelaki itu berkata lirih, seakan setiap ka
Jason melonjak kegirangan begitu kakinya menginjak lantai pesawat. Tatapan matanya yang berbinar penuh semangat menoleh ke segala arah. Ia tidak bisa menyembunyikan sukacita yang meledak sejak mendengar kabar keberangkatan mereka ke Jepang."Hore... Liburan ke Jepang!" serunya, mengangkat kedua tangannya seperti pemenang undian besar.Di kursi baris tengah kelas bisnis, Aster tersenyum melihat antusiasme putranya. Ia menyandarkan kepala lembut di bahu Galih, yang duduk di sampingnya. Jari-jari mereka saling bertaut erat di atas sandaran tangan kursi, menciptakan rasa tenang di tengah riuh kabin pesawat yang mulai terisi penumpang.Dea yang duduk berseberangan dengan mereka menoleh sambil melepas sabuk pengaman sebentar untuk berbicara. Wajahnya berseri-seri meskipun belum lama tadi sibuk membantu Jason merapikan isi tas ranselnya."Makasih banyak ya, Mas, udah ngajak aku sama Evan juga," ucapnya tulus, menatap Galih yang hanya
Jason melonjak kegirangan begitu kakinya menginjak lantai pesawat. Tatapan matanya yang berbinar penuh semangat menoleh ke segala arah. Ia tidak bisa menyembunyikan sukacita yang meledak sejak mendengar kabar keberangkatan mereka ke Jepang."Hore... Liburan ke Jepang!" serunya, mengangkat kedua tangannya seperti pemenang undian besar.Di kursi baris tengah kelas bisnis, Aster tersenyum melihat antusiasme putranya. Ia menyandarkan kepala lembut di bahu Galih, yang duduk di sampingnya. Jari-jari mereka saling bertaut erat di atas sandaran tangan kursi, menciptakan rasa tenang di tengah riuh kabin pesawat yang mulai terisi penumpang.Dea yang duduk berseberangan dengan mereka menoleh sambil melepas sabuk pengaman sebentar untuk berbicara. Wajahnya berseri-seri meskipun belum lama tadi sibuk membantu Jason merapikan isi tas ranselnya."Makasih banyak ya, Mas, udah ngajak aku sama Evan juga," ucapnya tulus, menatap Galih yang hanya
Saat itu siang hari, cahaya matahari menyusup lembut ke dalam restoran hotel tempat mereka menikmati makan siang. Meja mereka tertata rapi, lengkap dengan bunga kecil dan serbet linen. Aster duduk menyilang kaki, menatap suaminya yang tengah menyendok sup dengan tenang. Ia tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya bertanya.“Kita kapan pulang ke rumah kamu, Mas? Jason nggak akan nyariin?” tanya Aster sambil menusuk potongan salmon di piringnya.Galih menoleh padanya dengan senyum santai. “Jason udah bilang kok, kalau setelah pernikahan, kita harus cepat bulan madu biar dia cepet punya adik.”Aster mengangkat alis. “Bulan madu ke mana emangnya?”“Gimana kalau Jepang, sayang?” Galih menyebutkan destinasi itu sambil mencondongkan tubuh sedikit, penuh antusiasme.Mata Aster berbinar mendengar rencana itu. “Aku nggak masalah. Tapi... beneran nggak mau ngajak Jason juga? Kayaknya seru deh kalau rame-rame.”
Ia menarik selimut perlahan dan mengusap pipi Aster dengan ibu jarinya. "Pagi ini bukan tentang dunia luar. Cuma ada kamu dan aku."Tak lama kemudian, terdengar ketukan pelan di pintu kamar. "Room service," suara dari luar memberitahu.Galih bangkit, melangkah ke pintu untuk menerima nampan berisi sarapan. Pancake hangat, potongan buah segar, dua cangkir cappuccino, dan sebotol jus jeruk tertata cantik di atas nampan perak.Sambil meletakkan sarapan di meja kecil dekat jendela, Galih kembali menoleh ke arah Aster yang kini duduk bersandar dengan rambut sedikit kusut dan mata yang masih berat."Yuk, kita sarapan. Tapi makannya di sini," ajak Galih sambil menarik kursi. "Kamu duduk di pangkuanku, biar lebih romantis."Aster tertawa dan menggeleng. "Mas Gal makin manja ya pagi-pagi begini.""Karena kamu sekarang udah resmi milikku, dan aku nggak perlu nahan-nahan lagi buat manjain kamu sepuasnya."Aster pun berdiri, berjala