Home / Horor / BA'DA MAGHRIB / Aku Menginginkannya

Share

Aku Menginginkannya

Author: d_rain
last update Last Updated: 2022-06-08 11:27:18

“Sama Jeny, Yah. Oh iya. Ayah belum tahu ya kalau aku punya teman baru? Ini teman aku, Yah. Namanya Jeny. Jeny, kenalin. Ini Ayah aku.” Kata Alea yang berusaha memperkenalkan mereka berdua.

Sontak Reihan terkejut mendengar perkataan puterinya. Reihan dan Jihan saling bertatapan. Mereka bingung dengan apa yang sedang terjadi kepada puterinya. Tidak ingin Alea lebih lama bermain. Akhirnya mereka mengajak Alea untuk makan malam.

  “Sayang. Kita makan dulu yuk. Nanti main lagi.” Ajak Reihan. Ia merasa bahwa ada hal tak kasat mata yang dilihat oleh anaknya.

  “Oke, Yah.”“Sama Jeny, Yah. Oh iya. Ayah belum tahu ya kalau aku punya teman baru? Ini teman aku, Yah. Namanya Jeny. Jeny, kenalin. Ini Ayah aku.” Kata Alea yang berusaha memperkenalkan mereka berdua.

Sontak Reihan terkejut mendengar perkataan puterinya. Reihan dan Jihan saling bertatapan. Mereka bingung dengan apa yang sedang terjadi kepada puterinya. Tidak ingin Alea lebih lama bermain. Akhirnya mereka mengajak Alea untuk makan malam.

  “Sayang. Kita makan dulu yuk. Nanti main lagi.” Ajak Reihan. Ia merasa bahwa ada hal tak kasat mata yang dilihat oleh anaknya.

  “Oke, Yah.”

***

Waktu maghrib telah tiba. Mereka bertiga bergegas untuk mengambil air wudhu dan selanjutnya melaksanakan sholat maghrib berjamaah. Ini kali pertama mereka sholat di rumah yang hawanya cukup mencekam itu. Reihan berada di baris depan untuk menjadi imam sholat. Sedangkan Jihan dan Alea berada di belakang menjadi makmum.

Ditengah kekhusyu’an mereka menjalankan ibadah, tiba-tiba seperti ada seseorang yang meniup telinga Jihan dari belakang. Kekhusyu’an itu seketika buyar menjadi takut. Namun ia berusaha tetap tenang, meskipun sekujur tubuhnya sebenarnya merasa merinding. Sampai di rokaat terakhir, tepatnya saat duduk tahiyat akhir, Jihan kembali menerima godaan. Kali ini bukan tiupan di telinga, melainkan bisikan.

  “Aku menginginkannya.” Entah siapa yang membisikkan kalimat itu di telinganya. Jihan merasa semakin takut. Karena tidak ada orang lain di rumah itu selain ia, suaminya dan juga anaknya. Jihan tidak mengerti apa yang dikatakan sosok itu. Apa yang ia inginkan? Ia merasa ada yang tidak beres semenjak kehadirannya di rumah ini. 

  “Assalamualaikum warohmatulloh. Assalamualaikum warohmatulloh.” Reihan menyudahi ibadah mereka dengan salam. Jihan dan Alea pun mengikuti apa yang dilakukan imam. Selesai sholat, wajah Jihan terlihat ketakutan. Ia menoleh ke belakang dan sekitarnya. Apa yang telah ia dengar barusan? Apakah hanya perasaannya saja? atau ada hal lain yang memang sengaja ingin meneror mereka.  Dilihatnya tidak ada siapapun di ruangan itu.

Melihat istrinya yang kebingungan dan cemas, Reihan pun bertanya.

  “Ada apa, Jihan?”

  “Tidak, Mas. Tidak apa-apa.”

  “Kok kamu cemas gitu?”

  “Mama lihat sesuatu?” Tanya puterinya kepada mamanya.

  “Tidak, Sayang.” Jawab Jihan yang masih celingukan.

  “Kamu nyari apa sih?” Tanya Reihan yang kini mulai penasaran.

  “Mmm.. Tadi pas aku sholat ada yang niup telingaku, Mas. Terus pas mau salam, ada yang bisikin ditelingaku. Dia bilang ‘aku menginginkannya.’ Begitu.”

  “Mungkin itu perasaan kamu aja kali. Di rumah ini tidak ada orang lain selain kita bertiga. “

  “Iya sih, Mas. Tapi aku dengernya jelas kok. Suaranya seperti perempuan. Tapi serem banget. Mangkanya tadi sholatku jadi gak khusyu’. Aku takut, Mas.”

  “Kamu gak usah takut. Kan kamu gak sendiri. Ada aku, ada Alea. Kita juga punya tetangga. Kalau misalnya kamu takut di rumah pas aku kerja, kamu bisa kok main ke rumah tetangga sebelah. Kebetulan aku juga kenal orangnya. Nanti kamu aku kenalin sama mereka. Sudah. Jangan takut lagi ya.” Jelas Reihan yang berusaha menenangkan hati istrinya.

Meskipun begitu Jihan merasa was-was. Baru hari pertama, sudah ada saja kejadian aneh yang menimpa mereka. Cepat atau lambat ia harus mengetahui bagaimana seluk beluk rumah ini. Ia penasaran, apa alasannya penghuni sebelumnya mengosongkan rumah ini? Mungkin lewat informasi dari tetangga ia bisa menemukan teka-teki misteri rumah.

  “Ma. Alea ke kamar dulu ya. Mau ngambil boneka.”

  “Iya, Sayang.”

Gadis kecil itu pun berlari menuju kamarnya. Kini hanya ada Jihan dan sang suami sedang duduk santai di teras rumah sambil menikmati secangkir teh hangat.

  “Mas. Masalah sekolah Alea, bagaimana? Kapan kita akan mendaftarkan dia ke sekolah yang baru?” Tanya Jihan mengawali perbincangan.

  “Secepatnya. Aku akan carikan sekolah terbaik di sekitar sini. Aku ingin Alea merasa nyaman di sekolah barunya.”

  “Tapi di sini agak susah sinyal ya, Mas. Mas coba lihat, sinyal aku naik turun kan?” Ucap Jihan sambil menunjukkan grafik sinyal di handphone nya.

  “Ya maklum. Kan tempatnya agak jauh dari perkotaan. Kita punya tetangga juga gak terlalu berdempetan. Beda sama rumah kita yang sebelumnya. Penduduknya padat. Di sini banyak pepohonan juga. Apalagi penduduk sini banyak yang gaptek. Gak ngerti tentang teknologi informasi. Mereka kalau ingin berkirim kabar ke saudaranya, harus keluar dari permukiman ini untuk mendapatkan wartel. Di sana mereka baru bisa menghubungi keluarganya. Kamu yang sabar. Tinggal di sini memang gak semudah di kota. Tapi di pedesaan yang masih asri seperti ini, kamu bisa menghirup udara segar setiap hari. Orang-orang di sini juga ramah-ramah loh. Nanti lama kelamaan kamu akan terbiasa dan senang tinggal di sini.”

Mendengar penjelasan suaminya, Jihan merasa ragu. Apa benar yang dikatakan suaminya kalau hidup di pedesaan yang sekarag ia dan keluarganya akan mendapatkan kedamaian?

Tidak terasa teh milik Jihan sudah habis ia minum.

  “Mas. Tehku sudah habis. Aku mau ambil lagi di belakang. Kamu mau aku ambilin juga?”

  “Tidak. Punyaku masih ada separuh. Kamu ambil buat kamu sendiri aja.”

  “Ya sudah kalau begitu. Sebentar ya.”

Jihan lalu pergi meningglkan suaminya sendiri di teras rumah. ia berjalan menuju dapur dan melewati kamar Alea. Niatnya memang sekalian melihat puterinya, apa yang sedang ia lakukan di kamar. Sesampainya di depan kamar Alea, ia membuka pintu dan memanggil

  “Alea. Kamu sedang...” Belum selesai ia berbicara, ia malah terkejut dengan keadaan sang puteri.

  “aaaaaaaaaaa” teriak Jihan ketakutan. Cangkir yang ia bawa pun reflek ia jatuhkan dan pecah. Dilihatnya sang puteri yang sangat menakutkan. Matanya merah. Wajahnya pucat. Bibirnya penuh darah. Semakin menakutkan saat Alea melihati Jihan dengan mata yang melotot.

Mendengar teriakan istrinya, Reihan langsung berlari menghampiri sang istri. Didapatinya Jihan yang ketakutan dan menutup matanya.

  “Ada apa, Jihan? Ada apa? Kenapa kamu ketakutan begitu?” Tanya Reihan panik.

  “Itu Alea. Kamu lihat puteri kita.” Jawab Jihan.

Reihan pun menoleh ke arah anaknya. Namun tidak terjadi apa-apa. Ia mendapati Alea sedang bermain bersama bonekanya.

  “Alea? Alea tidak kenapa-kenapa. Dia hanya sedang bermain bersama bonekanya.”

Mendengar ucapan suaminya itu, perlahan Jihan membuka kedua tangan yang menutupi matanya. Ia terkejut saat mendapati puterinya itu kembali seperti semula. 

  “Tapi tadi.... Tadi Alea berubah jadi serem banget, Mas. Aku takut melihatnya.” Ungkap Jihan yang masih ketakutan.

  “Ah. Mungkin itu perasaan kamu saja. lihat tuh. Anak kita gak kenapa-kenapa. Dia lagi asyik bermain boneka. Iya kan, Sayang?” Tanya Reihan kepada puterinya.

Gadis kecil itu mengangguk sambil tersenyum.

  “Ya sudah. Sekarang kamu ke dapur. Katanya mau ambil teh?" Bujuk Reihan agar Jihan melupakan ketakutannya tadi. Sebenarnya Reihan juga curiga. Kenapa Istrinya selalu merasa aneh. Namun ia berusaha bersikap tenang meskipun ia sendiri terlihat ketakutan.

  “Gak jadi, Mas. Aku bersihin pecahan gelas ini saja.” Jawab Jihan. wanita itu pergi mengambil sapu dan cikrak untuk membersihkan pecahan cangkirnya.

  “Alea. Kamu belum mengantuk, Nak?” Tanya Reihan menghampiri anaknya dan duduk di dekatnya.

  “Iya, Ayah. Alea mulai mengantuk.”

  “Ya sudah. Sekarang Alea bobok ya. Besok kita bangun pagi. Kita jalan-jalan keliling desa. Mau?” Tanya Reihan kepada Alea. Gadis itu mengangguk. Ia menaiki tempat tidurnya dan kemudian berbaring memeluk bonekanya. Alea memejamkan mata. Dibalutkannya selimut oleh sang ayah agar si anak tidak merasa kedinginan. Maklum. Hawa di kota dengan di desa sangat berbeda. Di kota, mereka harus menyalakan AC atau pun kipas angin agar mendapatkan udara yang dingin. Sedangkan di desa, udara dingin bisa mereka dapatkan secara alami. 

Reihan pergi meninggalkan Alea yg telah tertidur pulas sendiri. Namun saat Reihan keluar dari kamar Alea dan menutup pintu kamar tersebut, tiba2 Alea terbangun dan matanya melotot.

  "Ayah!" Begitu ucapnya.

Apa gadis ini tengah kerasukan? 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BA'DA MAGHRIB   Niat Terselubung

    ### "Kamu pakai ini aja." Reihan menyerahkan gaun putih kepada Sekar untuk dipakai. "Kok gaunnya tipis banget, Mas? Pasti terawang." Sekar membolak-balikkan gaun yang ia pegang. Ia tak yakin kalau harus memakai gaun pemberian dari Reihan. "Kamu gak usah khawatir. Aku gak akan ngapa-ngapain kamu kok. Justru gaun seperti ini lah yang biasanya dipakai sama para model," bujuk Reihan dengan senyum menyeringai. "Baik deh, Mas. Aku akan memakainya. Tapi janji ya, lukisannya harus bagus." "Iya. Pasti. Tenang aja. Aku akan buat lukisan yang cantik seperti dirimu."Dengan wajah malu-malu, Sekar mulai berganti pakaian di kamarnya. Kebetulan hari ini ayah dan ibunya Sekar sedang tidak ada di rumah. Mereka sedang bekerja di kebun tetangga. Maka dari itu Reihan menggunakan kesempatan ini untuk bisa mendekati Sekar.Tak lama kemudian, gadis cantik tersebut keluar dari kamarnya. Dengan mengenakan gaun putih tembus pandang. Tentu saja dal*aman yang dikenakan Sekar terlihat jelas. Reihan yan

  • BA'DA MAGHRIB   Awal Mula Kejadian

    "Aku? K-kenapa denganku?" tanya Reihan gugup dan terbata-bata. Gelagatnya menampakkan seperti orang salah tingkah. Nasi sudah menjadi bubur. Jika benar pelakunya adalah Reihan, maka ia harus bersiap menanggung akibatnya. Jihan berjalan menghampiri suaminya secara perlahan. Dengan tatapan yang tajam, wanita tersebut meminta penjelasan kepada pria yang digadang-gadang sudah menghancurkan hidup Sekar di masa lalu. "Apa benar kamu yang menghamilinya, Mas?" tanyanya dengan suara lirih. Akan tetapi, Reihan semakin gugup dan merasa tersudutkan saat itu. "Itu tidak benar! J-jangan percaya! Apa kamu lebih percaya dengannya dari pada suamimu sendiri?" Reihan semakin memundurkann langkahnya. "Jangan bohong kamu, Mas! Kalau kamu tidak melakukannya, kenapa dia selalu meneror keluarga kita?" Nada bicara Jihan semakin meninggi, membuat Reihan merasa semakin tersudutkan. "Apa aku harus mengingatkan kembali kelakuan bejatmu saat itu, Reihan!" Tiba-tiba suara seorang wanita menggema begi

  • BA'DA MAGHRIB   Mengungkap Kebenaran

    Entah kenapa saat ustadz Zein menanyakan hal tersebut, raut wajah Reihan tampak panik. Pria tersebut sesekali menoleh ke arah sang istri. "Tidak, Ustadz. Ada tetangga kami yang rumahnya agak berjauhan," jawab Reihan berdalih dengan raut wajah cemas. Ustadz Zein membacakan ayat-ayat suci dan berusaha menetralkan suasana rumah yang sejak awal terkesan sangat horror. Di tengah-tengah kekhusyukannya, tiba-tiba ustadz Zein merasa jika ada yang menghantam dadanya dari depan. Hingga beliau terpental beberapa meter ke belakang. "Astaghfirullahal'adzim." Suaranya sedikit parau lantaran menahan sakit di dadanya. Kedua matanya menatap sengit siapa yang sedng berdiri di hadapannya. "Siapa kamu?" tanya ustadz Zein secara lantang sambil memegangi dadanya yang sakit. Jihan langsung menarik Alea dan menyembunyikannya di belakangnya. Meskipun ia dan suaminya tidak bisa melihat, siapa sosok yang sedang berinteraksi dan berusaha menyerang ustadz Zein. "Kalau kau mau selamat, jangan iku

  • BA'DA MAGHRIB   Ruqyah

    Aku tengah meratapi masa mudaku yang hancur karena dirusak oleh dirinya. Ku kira dia adalah pria yang baik. Tidak ada gelagat yang mencurigakan sama sekali yang ada padanya. Aku tertipu akan sikap santun yang dimiliki pria yang telah merusak hidupku. “Pria itu? Siapa dia?” gumam Jihan bertanya kepada dirinya setelah membaca sepenggal isi dari buku diary milik ibunya Jeny yang malang.Dibukanya lagi lembar selanjutnya. Berharap dari buku diary itu ia menemukan sebuah titik terang yang menjadi penyebab dirinya selalu diteror oleh sosok wanita yang tak diketahui dia siapa.Apa yang bisa aku harapkan sekarang? Aku tidak akan membiarkan bayi yang ada di dalam kandunganku ini mati, sedangkan aku masih hidup. “Jadi dia tidak bermaksud untuk menggugurkan Jeny?” Satu persatu curahan hati Sekar ia baca dengan penuh penghayatan. Jihan bisa meraskan bagaimana rapuhnya Sekar kala itu. Hingga akhirnya ia tiba di lembar ketiga. Dimana di lembar tersebut Sekar menuliskan sebuah kalimat terakhir

  • BA'DA MAGHRIB   Perbincangan Jihan dan Gadis tak Kasat Mata

    "Huft. Ternyata cuma cicak," Jihan mendengkus kesal. Ia segera menuju ke dapur untuk membuatkan makanan untuk puterinya. Ruangannya yang sedikit lembab membuat Jihan merasa tidak nyaman berlama-lama di tempat khusus memasak itu. Dengan cepat ia segera menyelesaikan tugasnya dan kembali menuju ke kamar Alea.Makanan sudah matang. Hanya sepiring nasi bertopingkan telur dadar di atasnya. Jihan keluar dari dapur dan berjalan menuju kamar Alea. Dilihatnya sang suami yang sudah nampak bersih dan wangi. Sepertinya Reihan sudah membersihkan dirinya."Kok sudah rapi, Mas? Tumben? Mau kemana?" Tanya Jihan saat mencium bau parfum dari pakaian yang dikenakan oleh sang suami. Rambutnya pun tersisir rapi. "Mau keluar sebentar. Nitip Alea ya," jawab Reihan dengan mimik datar. Karena pria itu masih kesal dengan ajakan Jihan untuk meninggalkan rumah horor tersebut. "Kemana, Mas?" tanya Jihan penasaran. "Mau ke rumah Pak Ustadz buat jemput ke sini. Katanya suruh meruqyah rumah ini?" jawab Rei

  • BA'DA MAGHRIB   Mereka Semua Menghitam

    Siang berganti sore. Sinar matahari yang tadinya sangat menyengat mulai bergeser ke arah barat. Jihan segera membangunkan kedua orang tercintanya yang masih tertidur lelap.Pertama, ia menuju ke kamarnya untuk membangunkan Reihan. "Mas. Bangun. Sudah sore nih. Gak baik kalau tidur sore hari. Nanti kepala kamu juga pusing loh," ucap Jihan sambil menggoyang-goyangkan badan suaminya yang masih terbaring di atas ranjang. Reihan menggeliat. "Jam berapa sih, Sayang? Aku masih ngantuk," tanyanya dengan suara yang parau. "Jam tiga sore, Mas. Jangan tidur sore ah. Nanti saja tidurnya kalau sudah jam sembilan malam," ucap Jihan. "Hmm. Iya deh. Sayangku. Memangnya kamu siang ini gak tidur?" tanya Reihan yang belum kunjung merubah posisinya menjadi duduk. "Aku gak bisa tidur, Mas. Aku takut," jawab Jihan cemas. "Apa yang kamu takutkan? Kalau kamu mengantuk, tidur saja. Jangan memaksakan untuk terjaga. Nanti kesehatan kamu malah terganggu karena kurang istirahat," tutur Reihan yang perl

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status