หน้าหลัก / Horor / BA'DA MAGHRIB / Jalan-jalan Pagi di Desa Tua

แชร์

Jalan-jalan Pagi di Desa Tua

ผู้เขียน: d_rain
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2022-06-08 13:21:41

Udara begitu sejuk. Banyak pepohonan yang memayungi desa tua itu. Reihan, Jihan dan Alea sangat menikmati kesegaran yang mereka hirup. Maklum, di kota mana sempat menghirup udara sesegar ini? Banyak polusi udara yang disebabkan oleh asap kendaraan bermotor dan juga asap pabrik.

  “Haaaahh. Sejuknya.” Kata Jihan sambil merentangkan kedua tangannya.

  “Apa aku bilang? Kamu suka kan?” Tanya Reihan. Jihan menjawab dengan hanya menganggukkan kepalanya.

  “Itu. Bu Rah lagi duduk-duduk di teras rumahnya. Yuk kita kesana.”  Ajak Reihan kepada istri dan juga anaknya.

  “Assalamualaikum, Bu Rah.” Ucap Reihan.

  “Waalaikumsalam.” Jawab wanita tua tersebut. 

  “Gimana kabarnya, Bu Rah? Baik?” Tanya Reihan sambil mencium punggung tangan wanita tua yang ada di hadapannya itu.

  “Baik.” Jawabnya singkat. Wanita tua bernama Rah itu memang tidak banyak bicara. Ia hanya akan bicara jika ada hal penting yang harus dijawab.

  “Perkenalkan. Ini istri saya. Namanya Jihan.” Kata Reihan yang memperkenalkan Jihan. Jihan pun mencium tangan Bu Rah.

  “Dan ini puteri saya. Namanya Alea.” Lanjutnya. Alea juga mencium tangan sang nenek.

  “Hallo, Nek.” Sapa Alea. Namun Bu Rah hanya diam dan menatap Alea. Jihan merasa aneh dengan wanita tua ini. Kenapa ia diam saja? Kenapa tidak seperti orang-orang lainnya yang stiap pagi menjalankan aktifitasnya? Namun pikiran buruk telah ia buang jauh-jauh. Ia berharap dengan diperkenalkannya dengan Bu Rah, Jihan bisa mendapatkan teman untuk mengobrol di desa itu. Terlebih ia juga ingin mendapatkan informasi tentang rumah tua yang ia huni sekarang.

  “Reihan. Jaga keluargamu baik-baik. Lindungi mereka dari bahaya apa saja yang akan menimpa keluargamu.” Pesan si nenek.

  “Bahaya apa, Bu Rah?”Tanya Reihan penasaran.

  “Apa saja yang bisa merusak keluargamu. Kita gak tahu hal apa yang akan menimpa keluarga kita.” Tutur Bu Rah.

  “Baik, Bu Rah. Akan saya jalankan pesan dari Bu Rah.” Jawab Reihan.

Jihan semakin penasaran. Apakah Bu Rah sudah mengetahui bahwa keluarganya akan ditimpa masalah besar? Sehingga beliau sudah mewanti-wanti suaminya untuk berjaga-jaga melindunginya dan juga anaknya.

  “Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Bu Rah berbicara seperti itu? Ya Alloh. lindugiLah keluarga kecilku.” Gumam Jihan dalam hati. Ia sangat takut sekali dengan apa yang akan terjadi. Semuanya terasa seperti misteri. Tidak ada yang bisa menebak. Saat ini Jihan hanya bisa pasrah kepada Tuhan agar selalu menjaga keluarga kecilnya.

  “Bu Rah. Saya boleh minta tolong?” Tanya Reihan kepada Bu Rah.

  “Minta tolong apa?” Bu Rah bertanya kembali.

  “Kalau misalkan saya lagi kerja, boleh saya nitip anak dan istri saya? Barang kali mereka kesepian. Mereka kan baru di sini. Jadi biar Jihan dan Alea lain kali bisa main ke sini.”

Bu Rah tidak menjawab dengan sepatah kata. Beliau hanya menganggukkan kepalanya. wanita tua itu wajahnya sangat putih. Rambutnya juga putih. Memakai pakaian kebaya dan memakai sewek. Rumahnya juga masih berupa gubuk reot. Beliau hanya tinggal sendiri di kediamannya. 

  “Ya sudah. Kalau begitu, kami pamit dulu ya, Bu Rah. Mau lanjutin jalan-jalan keliling desa ini.” Ucap Reihan kepada Bu Rah. Ia pun mencium kembali tangan wanita tua itu. Disusul oleh Jihan dan juga Alea. Namun Bu Rah lagi-lagi hanya menganggukkan kepalanya.

  “Assalamualaikum.” 

  “Waalaikumsalam.” Jawb Bu Rah.

Reihan, Jihan dan Alea melanjutkan jalan-jalan paginya. Mereka merasa bebas menikmati kesejukan di pagi itu. Rumah di desa itu memang tidak berdempetan seperti di kota. Setiap rumah pasti terhalang oleh pepohonan dan juga tanaman liar lainnya. Di desa itu juga banyak rumah yang sebenarnya tidak layak untuk di huni. Terlihat seperti mau roboh karena termakan usia. Apalagi hanya terbuat dari anyaman bambu. Gedeg sesek. Begitu kata orang Jawa. Setiap mereka bertiga melewati rumah para warga, mereka bertiga berusaha ramah dan menyapa dengan menundukkan kepalanya sambil tersenyum. Namun orang-orang yang mereka jumpai hanya melihati mereka dengan tatapan tajam dan tidak ada ekspresi sama sekali. Jihan merasa aneh dengan semua penduduk di desa ini. Selain tidak ada respond saat di ajak bicara, mereka juga adalah seorang manula (manusia lanjut usia). Sungguuh desa yang aneh.

  “Di sini kalau pagi berkabut ya, Mas.” Kata Jihan yang merasa dingin dan diselimuti oleh kabut yang tebal.

  “Iya. Asri banget kan?” Tanya Reihan kepada Jihan.

Jihan hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Alea juga menikmati hari pertamanya jalan-jalan pagi di desa itu.

  “Sepertinya kita harus jalan-jalan pagi setiap hari deh, Yah, Ma. Alea suka banget.” Kata gadis cantik tersebut.

  “Iya. Kalau di kota, boro-boro bisa menghirup udara segar seperti ini. Pagi-pagi aja sudah disuguhi sama asap pabrik.” Ucap Jihan. 

Reihan hanya tersenyum mendengar perkataan dari kedua wanitanya itu.

  “Tapi, Mas. Kenapa warga di sini jarang ngomong? Disapapun mereka hanya diam. mereka tidak seasik tetangga kita yang ada di kota.” Tanya Jihan kepada suaminya. Namun ketika Jihan menanyakan hal tersebut, tiba-tiba seorang kakek yang mendengar pertanyaannya melotot ke arah Jihan. Jihan sangat terkejut. Ia takut dengan pandangan kakek yang membawa arit tersebut. Sepertinya kakek tua itu akan pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar.

  “Mungkin baru pertama kali. Jadi mereka canggung dengan kedatangan kita. Nanti lama-kelamaan akan terbiasa juga kok. mereka semua sebenarnya ramah.” Jawab Reihan.

Jihan masih melihat kakek yang menatapnya dengan seram sembai berjalan. Begitu juga dengan kakek tersebut. Ia masih menatap Jihan secara tajam sampai pada akhirnya beliau tiba-tiba menghilang.

  “Ayah. Bunga ini bagus banget deh. Aku petik ya.” Kata Alea yang menyentuh bunga kamboja yang ada di hadapannya.

  “Jangan!” Kata Reihan yang menahan anaknya yang hampir saja memetik bunga tersebut.

  “Loh? Kenapa, Yah?” Tanya gadis itu penasaran.

  “Jangan, Sayang. Kan itu bukan milik kita. Kita tidak boleh mengambil apa yang bukan milik kita. Jadi jangan dipetik ya.” Tutur Reihan kepada sang anak.

Alea berusaha mengerti. Ia menuruti apa yang dikatakan oleh Ayahnya.

  “Mas. Mata hari sudah makin tinggi tuh. Ayo kita pulang. Aku juga belum siapin sarapan buat kamu sama Alea.” Ajak Jihan.

  “Iya. Aku juga mau istirahat bentar terus siap-siap berangkat kerja.” Kata Reihan.

  “Alea. Yuk, Nak. Kita pulang. Besok pagi kita jalan-jalan lagi.” Ajak Jihan kepada Alea yang dari tadi berjalan mendahului orang tuanya.

  “Oke, Ma. Gadis itu memang penurut. Jihan dan Reihan merasa beruntung memiliki Alea.

Mereka bertiga pun kembali ke rumahnya untuk melakukan aktifitas lainnya. Namun di tengah perjalanan, Alea terjatuh.

  “Aduh.” Kata Alea merintih.

  “Alea.” Jihan dan Reihan membalikkan badannya. Mendapati sang anak yang sudah duduk terjatuh sambil memegangi kakinya.

  “Kamu gak apa-apa, Sayang?” Tanya sang ayah kepada puteriya.

  “Gak apa-apa, Yah. Cuma sakit sedikit aja.”

  “Mau Ayah gendong?” Tawar Reihan.

  “Gak usah, Yah. Alea gak apa-apa kok. alea masih bisa jalan sendiri.” 

  “Oke. Kalau begitu ayo kita pulang.” Kata Reihan.

Reihan dan Jihan berjalan terlebih dahulu. Sedangkan Alea, ia menemukan jepitan rambut yang ia rasa bagus di depan kakinya. Ia pun mengambil jepitan rambut tersebut dan menyimpannya. Tiba-tiba matanya memerah dan memandang jahat ke arah Ayahnya. sebenarnya jepitan rambut siapakah itu? Kenapa setelah Alea menyimpannya ia berubah menjadi seperti bukan dirinya?

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • BA'DA MAGHRIB   Niat Terselubung

    ### "Kamu pakai ini aja." Reihan menyerahkan gaun putih kepada Sekar untuk dipakai. "Kok gaunnya tipis banget, Mas? Pasti terawang." Sekar membolak-balikkan gaun yang ia pegang. Ia tak yakin kalau harus memakai gaun pemberian dari Reihan. "Kamu gak usah khawatir. Aku gak akan ngapa-ngapain kamu kok. Justru gaun seperti ini lah yang biasanya dipakai sama para model," bujuk Reihan dengan senyum menyeringai. "Baik deh, Mas. Aku akan memakainya. Tapi janji ya, lukisannya harus bagus." "Iya. Pasti. Tenang aja. Aku akan buat lukisan yang cantik seperti dirimu."Dengan wajah malu-malu, Sekar mulai berganti pakaian di kamarnya. Kebetulan hari ini ayah dan ibunya Sekar sedang tidak ada di rumah. Mereka sedang bekerja di kebun tetangga. Maka dari itu Reihan menggunakan kesempatan ini untuk bisa mendekati Sekar.Tak lama kemudian, gadis cantik tersebut keluar dari kamarnya. Dengan mengenakan gaun putih tembus pandang. Tentu saja dal*aman yang dikenakan Sekar terlihat jelas. Reihan yan

  • BA'DA MAGHRIB   Awal Mula Kejadian

    "Aku? K-kenapa denganku?" tanya Reihan gugup dan terbata-bata. Gelagatnya menampakkan seperti orang salah tingkah. Nasi sudah menjadi bubur. Jika benar pelakunya adalah Reihan, maka ia harus bersiap menanggung akibatnya. Jihan berjalan menghampiri suaminya secara perlahan. Dengan tatapan yang tajam, wanita tersebut meminta penjelasan kepada pria yang digadang-gadang sudah menghancurkan hidup Sekar di masa lalu. "Apa benar kamu yang menghamilinya, Mas?" tanyanya dengan suara lirih. Akan tetapi, Reihan semakin gugup dan merasa tersudutkan saat itu. "Itu tidak benar! J-jangan percaya! Apa kamu lebih percaya dengannya dari pada suamimu sendiri?" Reihan semakin memundurkann langkahnya. "Jangan bohong kamu, Mas! Kalau kamu tidak melakukannya, kenapa dia selalu meneror keluarga kita?" Nada bicara Jihan semakin meninggi, membuat Reihan merasa semakin tersudutkan. "Apa aku harus mengingatkan kembali kelakuan bejatmu saat itu, Reihan!" Tiba-tiba suara seorang wanita menggema begi

  • BA'DA MAGHRIB   Mengungkap Kebenaran

    Entah kenapa saat ustadz Zein menanyakan hal tersebut, raut wajah Reihan tampak panik. Pria tersebut sesekali menoleh ke arah sang istri. "Tidak, Ustadz. Ada tetangga kami yang rumahnya agak berjauhan," jawab Reihan berdalih dengan raut wajah cemas. Ustadz Zein membacakan ayat-ayat suci dan berusaha menetralkan suasana rumah yang sejak awal terkesan sangat horror. Di tengah-tengah kekhusyukannya, tiba-tiba ustadz Zein merasa jika ada yang menghantam dadanya dari depan. Hingga beliau terpental beberapa meter ke belakang. "Astaghfirullahal'adzim." Suaranya sedikit parau lantaran menahan sakit di dadanya. Kedua matanya menatap sengit siapa yang sedng berdiri di hadapannya. "Siapa kamu?" tanya ustadz Zein secara lantang sambil memegangi dadanya yang sakit. Jihan langsung menarik Alea dan menyembunyikannya di belakangnya. Meskipun ia dan suaminya tidak bisa melihat, siapa sosok yang sedang berinteraksi dan berusaha menyerang ustadz Zein. "Kalau kau mau selamat, jangan iku

  • BA'DA MAGHRIB   Ruqyah

    Aku tengah meratapi masa mudaku yang hancur karena dirusak oleh dirinya. Ku kira dia adalah pria yang baik. Tidak ada gelagat yang mencurigakan sama sekali yang ada padanya. Aku tertipu akan sikap santun yang dimiliki pria yang telah merusak hidupku. “Pria itu? Siapa dia?” gumam Jihan bertanya kepada dirinya setelah membaca sepenggal isi dari buku diary milik ibunya Jeny yang malang.Dibukanya lagi lembar selanjutnya. Berharap dari buku diary itu ia menemukan sebuah titik terang yang menjadi penyebab dirinya selalu diteror oleh sosok wanita yang tak diketahui dia siapa.Apa yang bisa aku harapkan sekarang? Aku tidak akan membiarkan bayi yang ada di dalam kandunganku ini mati, sedangkan aku masih hidup. “Jadi dia tidak bermaksud untuk menggugurkan Jeny?” Satu persatu curahan hati Sekar ia baca dengan penuh penghayatan. Jihan bisa meraskan bagaimana rapuhnya Sekar kala itu. Hingga akhirnya ia tiba di lembar ketiga. Dimana di lembar tersebut Sekar menuliskan sebuah kalimat terakhir

  • BA'DA MAGHRIB   Perbincangan Jihan dan Gadis tak Kasat Mata

    "Huft. Ternyata cuma cicak," Jihan mendengkus kesal. Ia segera menuju ke dapur untuk membuatkan makanan untuk puterinya. Ruangannya yang sedikit lembab membuat Jihan merasa tidak nyaman berlama-lama di tempat khusus memasak itu. Dengan cepat ia segera menyelesaikan tugasnya dan kembali menuju ke kamar Alea.Makanan sudah matang. Hanya sepiring nasi bertopingkan telur dadar di atasnya. Jihan keluar dari dapur dan berjalan menuju kamar Alea. Dilihatnya sang suami yang sudah nampak bersih dan wangi. Sepertinya Reihan sudah membersihkan dirinya."Kok sudah rapi, Mas? Tumben? Mau kemana?" Tanya Jihan saat mencium bau parfum dari pakaian yang dikenakan oleh sang suami. Rambutnya pun tersisir rapi. "Mau keluar sebentar. Nitip Alea ya," jawab Reihan dengan mimik datar. Karena pria itu masih kesal dengan ajakan Jihan untuk meninggalkan rumah horor tersebut. "Kemana, Mas?" tanya Jihan penasaran. "Mau ke rumah Pak Ustadz buat jemput ke sini. Katanya suruh meruqyah rumah ini?" jawab Rei

  • BA'DA MAGHRIB   Mereka Semua Menghitam

    Siang berganti sore. Sinar matahari yang tadinya sangat menyengat mulai bergeser ke arah barat. Jihan segera membangunkan kedua orang tercintanya yang masih tertidur lelap.Pertama, ia menuju ke kamarnya untuk membangunkan Reihan. "Mas. Bangun. Sudah sore nih. Gak baik kalau tidur sore hari. Nanti kepala kamu juga pusing loh," ucap Jihan sambil menggoyang-goyangkan badan suaminya yang masih terbaring di atas ranjang. Reihan menggeliat. "Jam berapa sih, Sayang? Aku masih ngantuk," tanyanya dengan suara yang parau. "Jam tiga sore, Mas. Jangan tidur sore ah. Nanti saja tidurnya kalau sudah jam sembilan malam," ucap Jihan. "Hmm. Iya deh. Sayangku. Memangnya kamu siang ini gak tidur?" tanya Reihan yang belum kunjung merubah posisinya menjadi duduk. "Aku gak bisa tidur, Mas. Aku takut," jawab Jihan cemas. "Apa yang kamu takutkan? Kalau kamu mengantuk, tidur saja. Jangan memaksakan untuk terjaga. Nanti kesehatan kamu malah terganggu karena kurang istirahat," tutur Reihan yang perl

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status