Hola, enjoy this chapter!
Chapter 7StepbrotherKetika Ares tiba di ruang kepala sekolah, dia tidak mendapati keberadaan kepala sekolah di sana. Hanya ada Vanya yang duduk di atas meja dengan kaki menjuntai ke bawah dan bergoyang-goyang. Telinga gadis mengenakan earphone dan mulutnya terisi lolipop, sikapnya seperti bocah taman kanak-kanak yang sedang menunggu jemputan ayahnya.Ares diam-diam menghela napas, merasa jengkel karena sepertinya hari ini telah mengambil keputusan bodoh untuk mengurus gadis bandel yang mengharuskan dirinya belajar menahan emosi."Ayo, pulang," ucap Ares setelah berada tepat di depan Vanya."Apa?" tanya Vanya seraya mendongak dan melepaskan sebelah earphone-nya."Pulang," kata Ares dengan nada dingin.Vanya menggeleng dan tatapannya polos seperti tidak pernah melakukan kesalahan. "Tapi, tadi kau bilang hari ini tidak boleh membolos.""Kau diskors mulai hari ini," ujar Ares."Wow, ini rekor baru," ujar Vanya dengan mata terbelalak seraya melompat turun dari meja."Seharusnya kau tidak perlu melemparkan tongkat bisbol ke kaca."Vanya mengedikkan bahunya dan mengeluarkan lolipop dari mulutnya. "Ada laba-laba di jendela, dia mengejutkanku. Sungguh, aku tidak sengaja melakukan itu!"Ares tahu jika itu hanya dalih saja. Ares diam-diam menghela napasnya dan berucap, "Hanya tiga hari, jangan khawatir.""Tapi, apa salahku?" tanya Vanya seraya menyambar tas punggungnya yang berada di atas sofa. "Seharusnya laba-laba itu yang disalahkan kenapa dia mengejutkanku!""Kau seharusnya tidak melakukan tindakan pengerusakan, Vanya."Vanya kembali memasukkan lolipop ke dalam mulutnya. "Ah, apa kau tidak bisa mengganti kaca itu sehingga aku harus di skors? Kau pelit sekali!""Aku sudah bicara dengan wali kelasmu, aku akan mengganti rugi."Vanya mengernyit. "Hanya itu?""Memang seharusnya begitu."Vanya tersenyum mengejek. "Ternyata kau tidak begitu memiliki pengaruh, ya?""Apa maksudmu?""Asal kau tahu saja jika ibuku yang menangani masalah ini seharusnya aku tidak perlu diskors karena sudah mengganti rugi. Itu menandakan ibuku lebih baik darimu dalam mengurusku dan pengaruh ibuku di negara ini lebih besar dibandingkan dirimu."Sialan! Harga diri Ares benar-benar seperti dijatuhkan ke jurang oleh Vanya.Rahang Ares mengeras, tidak seharusnya Vanya dengan entengnya membandingkannya dengan Tania. Jelas Tania bukan tandingan, bahkan hingga seribu tahun sekali pun, Tania akan tetap jauh di bawahnya karena meskipun Tania lebih berpengaruh, itu karena orang-orang memandang ayahnya, bukan karena kemampuannya.Namun, Ares berusaha agar emosinya tidak terpancing. "Ayo, pulang.""Dan jika aku pulang, apa yang akan kau katakan nanti jika ibuku tahu aku diskors?" tanya Vanya dan kedua alisnya terangkat.Tentunya itu juga tidak terpikirkan oleh Ares karena dia belum memiliki pengalaman mengurus anak remaja yang nakal."Kau ikut ke kantorku," ucap Ares kemudian melangkah keluar disusul Vanya."Dengar, kakak tiriku yang baik. Dari pada kau pusing mengurusku lebih baik kau tidak usah lagi mengurusiku karena aku masih banyak sekali memiliki rencana di otakku. Kusarankan kau lebih baik mengurus dirimu sendiri dari pada kau terkena serangan darah tinggi," ucap Vanya seraya berusaha menyeimbangkan langkahnya dengan Ares.Ares tersenyum dan memasang kacamata hitamnya. "Jadi, ini baru sebagian kecil rencanamu untuk membuatku menyerah?""Tentu saja.""Apa setiap hari kau membuat ulah yang merepotkan Tania?"Sebenarnya Vanya hanya melakukan jika ibunya mengajaknya berdebat atau suasana hatinya memburuk. "Mmm... kau lihat sendiri saja nanti. Kuharap kau tidak menyerah dengan cepat karena itu sama saja kau lemah!"Siapa yang lemah? Ares benar-benar dibuat geram oleh semua ucapan yang dilontarkan Vanya. Lagi pula, membuat Vanya membuat Vanya menjadi gadis yang patuh terhadapnya hanya butuh waktu, dan setelah Vanya berada di genggamannya, Ares yakin dapat mengendalikan gadis itu untuk menghancurkan Tania."Omong-omong, berapa lama kau akan tinggal di rumah kami?" lanjut Vanya.Tentunya sampai target tercapai. "Aku belum tahu.""Ayahmu sangat kaya, kenapa kau jadi sangat miskin? Masa rumah saja tidak punya sampai harus menumpang," gerutu Vanya.Ares tinggal di apartemen yang berada di lingkungan paling strategis di Madrid dan tentunya sangat mewah, ia memang tidak berniat membeli rumah di Madrid karena pertimbangan tertentu. Dirinya lebih tertarik memiliki beberapa rumah pribadi di beberapa kota salah satunya di Valencia dan Barcelona. Berani sekali Vanya menyebutnya miskin.Mereka keluar dari area ruangan guru dan berbelok menuju tempat parkir yang mengharuskan melewati koridor yang terhubung dengan halaman sekolah yang lumayan luas. Beberapa orang siswi yang berpapasan dengan keduanya menatap Ares seolah terpesona kemudian saat mendapati Vanya adalah orang yang berada di samping pria tampan itu, tatapan mereka berubah menjadi sinis.Vanya setengah berlari agar dapat berjalan di samping Ares dan menggamit lengan Ares. "Aku pasti akan menjadi gosip di sini.""Gosip?" tanya Ares."Pastinya. Mereka akan mengira jika aku seperti ibuku," jawab Vanya."Kau bisa beritahu mereka jika aku kakak tirimu."Vanya pura-pura berpikir, tetapi matanya berkilat licik. "Apa kau tidak masalah?""Kenapa memangnya?" tanya Ares."Kau ini bodoh atau apa?" tanya Vanya dengan nada jengkel.Sekarang bertambah lagi, setelah kalah pengaruh dibandingkan Tania dan lemah, Vanya kini mengatainya bodoh. "Tentu saja aku sadar kalau teman-temanmu itu menyadari ketampananku."Vanya mendongak agar dapat menatap Ares yang memiliki tinggi 185 cm. "Kuakui iya. Tetapi, guru olah raga kami lebih tampan dan memiliki otot sempurna di perutnya."Ares juga memilikinya dan tidak seorang pun tahu, kecuali wanita-wanita yang pernah tidur dengannya. "Jadi?""Aku yakin, gadis-gadis penjilat di sekolah ini akan berusaha menjadi temanku setelah tahu jika kau adalah kakak tiriku," kata Vanya.Ares terkekeh. "Itu sebabnya tadi pagi kau ingin aku berhenti jauh dari gerbang sekolah?""Ternyata kau agak lumayan cerdas juga, ya?" Vanya melepaskan tangannya dari lengan Ares karena mereka telah tiba di samping mobil Ares."Kau bisa memanfaatkan itu. Kemarin malam kudengar kau tidak memiliki teman perempuan," kata Ares."Aku tidak suka berteman dengan perempuan, bukan tidak ada yang mau berteman denganku," ucap Vanya seraya menarik pintu mobil tetapi Ares menahan pintunya."Duduk di depan, aku bukan sopirmu."Vanya mengejawantahkan perintah Ares, ia duduk di samping Ares mengemudi mobil dan kembali memasang earphone-nya kemudian tidak sepatah kata pun terucap hingga mereka tiba di ruang kerja Ares.Vanya melemparkan tas punggungnya ke sofa dan bertelentang di sofa sementara Ares kembali ke kursi kerjanya. Membiarkan Vanya melakukan apa pun yang ingin dilakukan gadis itu, bahkan ketika Vanya bermain Mobile Legends dengan suara nyaring dan berbicara dengan lawan bermainnya di dalam game sekali pun Ares tidak melayangkan protes karena dirinya tahu jika yang dilakukan Vanya adalah upaya untuk memancing emosinya.Pukul dua belas, Vanya memesan makanan dengan jumlah cukup banyak dan mereka makan berdua di ruangan itu kemudian Ares dapat bernapas dengan lega karena setelah makan dengan porsi yang mencengangkan, Vanya meringkuk tertidur pulas di sofa.Ares akhirnya dapat bekerja dengan tenang, tidak ada suara game, tidak ada suara umpatan Vanya. Tetapi, ketenangan itu hanya berlangsung kurang dari satu jam karena Vanya terjaga dan langsung berdiri di depan meja kerjanya."Ares, aku harus kembali ke sekolah," ucap Vanya seraya menguap.Ares mendengus. "Kau diskors, Vanya.""Tapi, aku harus pergi ke sekolah."Ares menekan pelipis kanannya. "Vanya, apa kau tidak mendengarku? Kau diskors tiga hari."Vanya duduk di depan meja Ares dan membuka grup obrolan di sekolah, ia tersenyum licik dan menyentuh sebuah foto di mana dirinya menggamit lengan Ares di koridor sekolah."Lihat, foto kita ada di grup obrolan sekolah," kata Vanya seraya mengarahkan layar ponselnya kepada Ares.Pria itu hanya melirik dengan enggan. "Mereka sudah menggosipkanmu?""Aku sangat terkenal di sekolah," ucap Vanya dengan nada bangga.Ares yakin jika Vanya memiliki rencana licik dan Ares merasakan firasat buruk. "Lalu?"Vanya tersenyum manis. "Batalkan skors itu dan izinkan aku pergi ke pertandingan renang karena ini menyangkut hidup dan matiku. Atau jika tidak, nomor ponselmu akan kusebar di obrolan grup ini!"Bersambung....Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan Rate.Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.♥️🍒🥰*Btw... Sekolah di Spanyol itu rata-rata masuk jam 9 pagi istirahat jam 12 sampai jam 3 dan masuk lagi jam 3 sampe jam 5 atau 6.Chapter 90(end)Berita Julio melamar Alana yang selama dua Minggu menghiasi berbagai halaman media sosial dan pencarian internet seketika tenggelam ketika foto cincin di jemari Vanya dan Ares yang diunggah oleh Vanya di media sosialnya satu hari sebelum pernikahan mereka digelar.Berita itu benar-benar menjadi berita yang paling sensasional di tahun ini, bahkan Leandro pun merasa sangat terkejut karena selama ini ia hanya tahu jika Vanya dan Ares tinggal bersama karena Ares-lah yang mengurus karier Vanya di dunia entertainment.Apa lagi Vanya memberikan keterangan bahwa mereka telah saling jatuh cinta sejak Vanya masih duduk di bangku sekolah SMA, hal itu semakin membuat orang-orang membicarakan mereka dengan memberikan komentar miring di kolom komentar. Tetapi, Vanya tidak ingin menggubrisnya karena baginya siapa saja berhak memberikan komentar baik maupun buruk.Pesta pernikahan yang dipersiapkan hanya dalam waktu dua Minggu berjalan sesuai keinginan Vanya dan Ares. Awalnya mereka h
Chapter 89Empat tahun kemudian Vanya sedang menjalani syuting, pengambilan adegan kebanyakan diadakan di dalam ruangan yang telah dirancang khusus. Beberapa adegan yang Vanya mainkan adalah adegan perkelahian yang menggunakan senjata tajam dan juga gerakan-gerakan berbahaya yang melibatkan fisik karena ia membintangi film kolosal bergenre Fantasi. Hari itu Vanya telah selesai berdandan, tetapi ia masih mengenakan kemejanya. Belum mengenakan kostum yang akan digunakan dalam pengambilan adegan. Ia berdiri seraya memegangi buku naskah di tangan kirinya dan sebilah pedang palsu di tangan kanannya, di depannya seorang pria bernama Isac Jules juga memegangi buku naskah. Isac adalah pemeran pria utama dan dia merupakan aktor yang sudah cukup lama bergelut di dunia akting, Vanya merasa beruntung karena dapat beradu akting dengan Isac. Isac pria yang sopan dan tidak pernah membeda-bedakan siapa pun, meskipun pengalaman Vanya di dunia akting masih sangat sedikit, Isac tidak segan membantu Va
Chapter 88Vanya memasuki tempat tinggal Julio dan langsung menuju ruang di mana Julio biasanya berkutat dengan mainannya yang berupa mesin motor yang telah terpisah-pisah dari rangkanya dan mungkin hanya Julio yang memahaminya."Julio, kurasa kita perlu bicara," ucap Vanya tanpa berbasa-basi, ia sudah muak mencoba menghubungi Julio melalui telepon dan pesan teks tetapi pria itu sama sekali tidak menggubrisnya.Julio menatap Vanya beberapa saat. "Bagaimana keadaanmu?" "Sangat buruk," jawab Vanya dengan ketus. "Kenapa kau ke sini kalau belum sembuh?" tanya Julio dengan nada acuh lalu kembali menatap benda-benda yang mungkin di mata orang lain menyerupai rongsokan. Vanya mendekati Julio dan mengambil obeng di tangan pria itu. "Apa yang terjadi padamu? Kau mengabaikanku sepanjang waktu, kau bahkan tidak menjengukku di rumah sakit." "Aku sangat sibuk, Vanya. Aku harus mempersiapkan diri untuk menghadapi musim panas kali ini dan ini adalah pertandingan terakhirku di timku saat ini." V
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 87Paginya Vanya meminta Ares membawanya keluar dari kamar inapnya karena merasa bosan di dalam kamar meskipun baru satu malam, ia ingin menghirup udara segar pagi hari di taman rumah sakit. Tetapi, baru saja beberapa langkah berjalan meninggalkan kamar mereka bertemu Rico. Ares berhenti mendorong kursi roda yang diduduki Vanya dan segera menghampiri Rico. "Setelah apa yang kau lakukan, kau masih berani menunjukkan wajahmu di depan Vanya?" ucapnya dan tatapannya sangat mengerikan seolah hendak mematahkan leher Rico saat itu juga. Rico tersenyum. "Aku ingin bicara dengan putriku," sahutnya dengan nada sangat tenang. "Vanya tidak sudi bertemu denganmu." Rico menatap Ares dengan sinis. "Kau tidak berhak melarangku, kau bukan apa-apa baginya." Bukan apa-apa baginya? Jika Rico tahu siapa dirinya bagi Vanya, akankah Rico bisa mengucapkan kalimat sinis itu atau mungkin malah akan menjilat di depannya, pikir Ares.Ares tersenyum miring lalu berkata,
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 86Mobil Vanya mengalami kerusakan parah, sementara Vanya mengalami beberapa luka ringan dan beberapa jahit di bagian lengannya, beberapa memar di bahu dan jidatnya tidak terlalu serius begitu juga dengan luka akibat serpihan kaca di wajahnya juga tidak ada yang terlalu dalam. Tetapi, ia masih harus dirawat di rumah sakit untuk memastikan adanya luka di dalam tubuhnya yang diakibatkan oleh benturan yang keras. Vanya duduk bersandar di ranjang pasien dan menatap jendela rumah sakit, ia tidak memedulikan Ares yang berada di sana. Ia bahkan tidak menatap mata Ares sedikit pun sejak pria itu tiba di Instalasi Gawat Darurat dengan terburu-buru dan sangat mengkhawatirkan kondisinya saat dokter menjahit luka di lengan Vanya. Ares duduk di sofa yang ia seret mendekat ranjang pasien seraya terus menggenggam telapak tangan Vanya. "Apa ada yang terasa sakit?" Pertanyaan itu sudah Ares lontarkan untuk ke sekian kalinya. Namun, Vanya masih saja tidak mengg
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 85"Pa, kau di sini?" seru Vanya dan Leandro perlahan bangkit dari kursinya. "Ya. Papa bertemu kenalan lama Papa di sini," ujar Leandro seraya tersenyum canggung. "Tidak menyangka bertemu kau di sini." "Pa, bagaimana kabarmu?" tanya Vanya lalu bergelayut dengan manja di pinggang Leandro."Papa sedikit sibuk dan sangat merindukanmu," ucap Leandro. "Aku juga merindukanmu," kata Vanya seraya menatap Leandro dan tersenyum manja. "Sudah lama kau tidak mengunjungi Papa," kata Leandro seraya membelai rambut di kepala Vanya."Jadwalku sedikit padat akhir-akhir ini. Bagaimana kabar Vanesa?" "Dia merindukanmu dan sering menanyakanmu." Vanya menyeringai. "Aku akan mengunjungi kalian nanti." "Dia pasti akan senang sekali kalau kau datang dan akan menyiapkan banyak makanan untukmu," kata Leandro. Vanya justru menatap Leandro dengan tatapan menggoda. "Kau atau Vanesa? Seingatku, kau yang selalu heboh berbelanja setiap aku mau datang ke rumah kalian."