LOGIN“Aku tidak tahu dengan kematian ibumu. Jadi tolong jangan membentakku.”
“Kedatanganku berkaitan dengan perintah dari nyonya Margaret, yang hanya ingin memastikan bahwa kamu dalam keadaan baik-baik saja.”
Setelah ucapannya barusan, Lidya langsung memberikan amplop berisi uang sebesar sepuluh juta untuk Veren. Lidya turut mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya ibu dari Veren.
Veren yang menerima amplop itu, hanya bisa duduk terdiam di temani kedua sahabatnya. Pikirannya benar-benar kacau, merasa tak sanggup menghadapi cobaan yang terus berganti menghampiri dirinya.
Apa lagi saat ini, Velove tidak mau berbincang dan seakan memandang Veren bukan lagi kakaknya.
“Kalau gak ada hukum di dunia ini, aku sudah menampar wanita tadi demi kamu Veren! Aku benar-benar kesal melihat wajah orang itu, yang seakan tak memiliki kepeduliaan dengan masalah yang menimpa dirimu.”
“Peluk sayang untuk kamu ya … aku dan Ella gak bakalan ninggalin kamu kok.” Seiring dengan ucapannya barusan, Prilly langsung memeluk Veren menunjukan kepedulian terhadap sahabatnya itu.
Tak mau ketinggalan, Ella turut larut dalam pelukan yang sama. Mereka berdua tahu betul, betapa sakitnya perasaan Veren saat ini. Sehingga tak sedikitpun terbesit niat untuk meninggalkan Veren.
Sedangkan Lidya yang kini berada di parkiran rumah sakit, segera melaporkan kepada nyonya Margaret mengenai Veren yang sedang berduka.
“Jadi ibunya meninggal setelah mengetahui kehamilan Veren?” tanya nyonya Margaret yang ingin kembali memastikan informasi yang disampaikan oleh Lidya.
Dan sekali lagi, Lidya membenarkan hal tersebut. “Benar nyonya … aku mendapatkan informasi dari pihak rumah sakit, jika ibunya Veren mengalami serangan jantung setelah tahu jika Veren hamil.”
“Dan setelah mendapatkan perawatan medis beberapa saat, ibunya Veren pada akhirnya meninggal akibat gagal jantung.”
Nyonya Margareth yang mendengar kabar tentang kematian ibunya Veren dari Lidya, sejenak terkejut dengan mata yang melebar. Namun, eskpresinya segera berubah dingin, tak ada sedikitpun kerutan dahi atau lirikan belasungkawa.
Tangannya yang semula menggenggam gelas berhenti sejenak, lalu perlahan ia letakan kembali tanpa suara. Di balik bibirnya yang tertutup rapat, ia menyembunyikan niat lain.
Dimana fokus nyonya Margareth saat ini tetap sama, yakni menekan Veren agar memilih mengguggurkan bayi yang dikandungnya. Wajahnya kaku, menandakan tekad yang tak akan goyah meski badai duka sedang menerpa Veren.
“Kematian ibumu adalah urusanmu, dan urusanku adalah menjamin nama baik keluargaku agar tidak dipandang buruk oleh masyarakat.” Gumam nyonya Margaret.
…
Beberapa setelah pemakaman ibunya, Veren masih tenggelam dalam duka yang pekat. Namun, kesedihannya tak sempat berlama-lama.
Di tengah duka itu, tekanan dari nyonya Margareth kembali menghiasi pikiran Veren. Masih dengan tekanan yang sama, nyonya Margareth meminta Veren untuk mengguggurkan anak dalam kandungannya, tanpa ada sedikitupun empati di tengah-tengah suasana duka yang Veren alami.
Veren menggigit bibir, napasnya tersengal. Tatapannya kosong, namun dadanya berdeba tak henti. Rasa tertekan yang tak berkesudahan menyergap, membuat air mata menggenang di ujung matanya.
“Aku harus kuat untuk menghadapi hal ini. Aku harus bertemu dengan tuan ayahnya Luke!” gumam Veren, yang memiliki tekad untuk tidak lagi mendapatkan tekanan dari keluarga Perez-Giani.
Veren berencana untuk berbincang dengan tuan Robin, meminta kepada tuan Robin agar isterinya tidak lagi menganggu. Bahkan Veren akan menjelaskan keinginannya yang tidak akan menggugurkan anak dalam kandungan, dan akan tetap mengurus anak itu saat lahir nanti meski tanpa campur tangan Luke maupun keluarga Perez-Giani.
Keinginannya saat ini, hanyalah ingin hidup tenang tanpa bayang-bayang nyonya Margareth.
Veren segera bergegas untuk menuju ke kantor walikota, tak lupa dia menghubungi kedua sahabatnya untuk menemani perjalanannya yang kemungkinan besar akan menghadapi tekanan yang berat, jika sampai nyonya Margaret turut berada di kantor walikota.
Beberapa saat kemudian, Veren dan kedua sahabatnya telah berada di depan kantor walikota.
Veren memberanikan diri untuk bertemu dengan tuan Robin, dimana keinginannya utnuk bertemu harus melalui satpam yang berjaga. Dan beberapa menit berlalu, akhirnya Veren diizinkan untuk masuk ke dalam kantor untuk bertemu dengan tuan Robin.
Namun, saat Veren melangkah masuk ke ruang kerja tuan Robin, dada berdebar begitu matanya menangkap sosok nyonya Margareth yang tengah duduk tenang di sana. Ia tak menyangka menemukan mereka berdua bersama, padahal rencanannya hanya ingin bicara langsung dengan tuan Robin.
Napasnya tertahan sesaat, tapi ia menelan gugup itu, menguatkan hati. Meski tatapan nyonya Margareth bak seekor singa yang sewaktu-waktu hendak menerkam sang mangsa.
Sedangkan tuan Robin dengan senyum kecil segera mempersilahkan Veren untuk duduk. “Veren, kebetulan kamu memang sudah datang sendiri kesini. Karena aku memang berencana untuk bertemu langsung denganmu, hendak membicarakan mengenai hubungan kamu dengan putraku Luke.”
“Silahkan disampaikan apa yang ingin kamu sampaikan.” Ucap tuan Robin yang terlihat lebih lembut, ketimbang nyonya Margareth saat menghadapi Veren.
Dengan helaan napas yang panjang, dan suara yang sedikit gemetar, Veren segera menyampaikan maksud kedatangannya dengan berkata, “aku mohon, agar keluarga Perez-Giani tidak lagi memintaku menggugurkan anak dalam kandunganku ini.”
“Aku tidak masalah meski harus mengurus anak ini sendiri nantinya, tanpa ada campur tangan dari Luke. Aku benar-benar gak mau jadi seorang pembunuh, jadi aku mohon permintaanku ini dipertimbangkan oleh tuan walikota dan nyonya Margaret.”
“Aku mohon …” wajah Veren menahan segala rasa takut dan malu, namun tekadnya terpancar jelas dalam kata-katanya.
Meyakini, jika tuan Robin akan memiliki kepedulian yang lebih besar ketimbang nyonya Margareth.
“Cari tau wanita yang bernama Bianca ini, apakah dia sudah menikah atau belum. Jika belum, maka atur dia bekerja dibawah pengawasanku langsung. Kamu pasti tau yang kumaksud.”Ucapan itu datang dari Luke, memberikan perintah tegas kepada sang asisten.Semakin dia mengingat wajah Veren barusan, wajah itu semakin merasuk dalam pikirannya memberikan kesan yang luar biasa. Dimana kecantikan yang dimiliki oleh Veren yang kini dengan identitas barunya sebagai Bianca Lopez, telah membuat Luke tersenyum sendiri.Sementara itu, Veren yang kita sebut sebagai Bianca saat ini, tengah menjelaskan arahan dari seniornya mengenai pekerjaan yang harus dia lakukan.Dia dan dua karyawan baru yang akan ditempatkan di posisi yang sama, nampak begitu serius mendengarkan arahan dari senior perempuran di depan mereka saat ini.“Terima kasih atas arahannya kak. Kami pasti akan melakukan yang terbaik untuk pekerjaan ini.” ucap Bianca.Dua karyawan barunya turut berkata demikian, lalu kemudian langsung melakukan
“Siapa wanita itu? dia cantik sekali loh.”Beberapa karyawan pria yang melihat sosok Veren melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan, tentu dibuat terperangah dengan kecantikan yang dia miliki.Bahkan dua satpam pria yang tengah berjaga, turut dibuat berliur menatap kecantikan Veren. Setelan kemeja dan rok ketat yang sangat pas dengan tubuhnya, membuat Veren semakin nampak menarik dimata semua pria yang melayangkan pandangan ke arahnya.“Cantik sekali wanita ini. Aku benar-benar iri loh.” Ucapan itu datang dari seorang karyawan wanita, yang turut mengakui kecantikan yang dimiliki oleh Veren.Veren segera diarahkan oleh seorang staf, menuju ke ruangan dimana dia bersama beberapa orang yang terpilih untuk bekerja di perusahaan keluaga Perez Giani akan melakukan pertemuan dengan salah satu sosok penting dari perusahaan tersebut.Beberapa menit berlalu, Veren dan sembilan orang lainnya tengah duduk dan menunggu di dalam ruangan.“Aku dengar, yang akan memberikan arahan kepada kita adalah
Dokter Antoni segera mengedipkan mata kepada bibi Mina dan Sandra, sebagai isyarat bagi keduanya untuk membuka perban ditubuh Veren.Lalu disaat itu juga, keduanya langsung maju ke arah Veren untuk membantu Veren melepaskan perban yang melilih tubuhnya.Satu-persatu perban dilepas dengan hati-hati, membuat nafas Veren memacu tak karuan karena merasa gugup akan hasil operasi terhadap dirinya. Veren sangat berharap, agar hasil operasi yang dilakukan oleh dokter Antoni terhadap dirinya benar-benar memberikan hasil yang memuaskan.Karena aksi balas dendamnya terhadap keluarga Perez Giani, akan sangat berpatokan dari hasil operasi.Beberapa menit berlalu, bibi Mina dan bibi Sandra langsung melebarkan mata saat semua perban terlepas dari tubuh Veren. Keduany langsung menatap erat ke arah Veren, lalu kemudian melayangkan pandangan ke arah dokter Antoni.Sedangkan dokter Antoni, dia hanya terperangah sembari melangkah secara perlahan mendekat ke arah Veren.Mulutnya menganga, lalu kemudian me
Hari-hari terus berlalu setelah janji yang terucap dari bibir pak Antoni untuk membantu Veren balas dendam.Pak Antoni yang merupakan dokter ahli bedah, berencana untuk melakukan operasi besar-besaran terhadap Veren.Dia bahkan meminta kepada salah satu pembantu rumah, agar tidak mengganggu dirinya selama proses operai yang akan dia lakukan kepada Veren.“Dalam beberapa jam ke depan, aku tidak mau diganggu meskipun ada relasi yang menghubungi atau datang untuk bertemu langsung. Katakan saja pada mereka, jika aku sedang berada diluar dengan melakukan kegiatan memancing.” Ucap dokter Antoni dengan tatapan yang serius.Pembantu rumah itu mengangguk, mengiyakan permintaan dari dokter Antoni. “Baik dok, aku akan menutup gerbang depan agar tidak ada satu pun tetangga yang datang.”Dia melangkah dengan tergesa-gesa, mengingat proses operasi terhadap Veren akan segera dilakukan.Di dalam ruangan khusus di rumah itu, Veren terbaring dengan tubuh yang ditutup kain berwarna hijau. Hanya bagian w
Satu bulan terlewati, evakuasi terhadap kendaraan yang dibawa oleh Veren telah berhasil dilakukan. Mobil itu ditemukan pinggir sungai dengan tertahan batu besar.Namun, tubuh Veren tidak berhasil ditemukan meski beberapa tim telah dikerahkan oleh ayahnya Ella.Banyak yang berspekulasi jika tubuh Veren telah terbakar sewaktu mobilnya mengalami kebaran. Namun, ada juga yang berspekulasi jika Veren sempat selama, namun tubuh Veren hanyut ditelan sungai saat dia mencoba keluar dari mobil.Kesedihan masih meliputi Velove dan kerabat dekat Veren, setelah dipastikan jika Veren tewas terbawa arus sungai.Berbeda dengan keluarga Perez Giani yang tak lagi memperdulikan berita mengenai Veren. Karena saat ini mereka tengah berfokus atas kampanye dari tuan Robin dan pasangannya.Sebagai sahabat yang sangat menyayangi Veren, Ella dan Prilly tetap menemani Velove untuk mengganti karangan bunga yang ditempatkan di titik lokasi awal Veren mengalami kecelakaan.Bahkan tuan Mike, ayah dari Ella turut ha
“Papa sudah mendapatkan informasi dari saksi mata yang sempat melihat kecelakaan yang Veren alami. Mobilnya melaju dengan cepat, jadi kemungkinan besar dia menancap gas mobil itu tanpa ada perhitungan sama sekali.” Ucap tuan Robin.Karena setibanya tuan Robin di rumah, ia langsung menerima beberapa pertanyaan dari sang isteri yang sangat penasaran dengan kecelakaan yang menimpa Veren.Nyonya Margaret turut khawatir jika keluarga mereka akan terbawa-bawa dengan kecelakaan yang menimpa Veren, apa lagi Veren menggunakan kendaraan yang mereka berikan.Mendengar ucapan dari tuan tuan Robin, nyonya Margaret lantas menyalahkan Veren yang tidak becus dalam mengendaraai mobil.“Wanita itu saja yang kegirangan dapat mobil dari kita. Makanya dia pamer dengan membawa mobil itu tanpa perhitungan!”Tuan Robin meminta sang isteri untuk tidak mengeluarkan statemen apapun terkait dengan kecelakaan yang menimpa Veren di depan pihak media. Dia meminta nyonya Margaret untuk menghindari pihak media sement







