LOGIN“Kak, apa benar perkataan dari dokter bahwa kakak telah hamil di luar nikah?”
Tatapan Velove menajam, ingin memastikan kebenaran kehamilan sang kakak setelah ibu mereka mendapatkan perawatan medis.
Velove masih tak percaya jika Veren kakaknya telah hamil diluar nikah. Ketidakpercayaannya itu berkaitan dengan sifat Veren kakaknya yang tidak pernah terlibat dengan pergaulan bebas, bahkan tak pernah sekalipun terlihat oleh Velove, jika kakaknya menjalin hubungan dengan seorang pria.
Sehingga sulit bagi Velove untuk percaya dengan perkataan yang dilontarkan oleh sang dokter.
Namun, ekspresi melotot Velove seketika berubah saat Veren yang menitihkan air mata sembari menundukan kepala.
“Maafkan kakak Velove … kakak benar-benar telah mengecewakan kamu sama mama.”
“Kakak janji akan …”
Veren yang belum menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba langsung dihentikan oleh Velove yang kini semakin diladan emosi, atas pengakuan kakaknya yang benar telah mengandung di luar nikah.
Tatapannya semakin tajam, dadanya berdebar kencang menahan emosi yang ingin dilampiaskan. Namun, Velove mencoba untuk mengecilkan volume suaranya, menyadari akan keberadaan mereka yang masih berada di rumah sakit.
“Kenapa kamu bisa sebodoh ini sih kak? Apakah kakak lupa, kalau harapan mama sama aku terhadap kakak itu besar sekali loh!”
“Bahkan semua warga desa percaya jika kakak akan menjadi orang yang berhasil dan tidak akan mengecewakan keluarga kita. Tapi keyataannya apa sekarang, kakak gak ada beda sama orang lain yang rela masuk dalam dunia malam hanya untuk memuaskan kesenangan mereka!”
Mata Veren melebar mendengar ucapan adiknya, tak pernah menyangka jika adiknya akan memandang kehamilannya saat ini adalah akibat dari terjun dalam dunia malam.
Sedangkan Velove mengepalkan tinjunya, sejenak terbesit niat untuk menampar kakaknya yang dianggap telah mempermalukan keluarga mereka. Apa lagi bagi Velove, jika kehamilan itu telah menghancurkan rencana besar keluarga mereka.
“Ibu berharap banyak sama kamu kak, tapi kamu malah bikin semuanya runtuh,” lanjut Velove dengan suara parau, matanya mulai berkaca-kaca, menahan perasaan kecewa dan sakit yang bercampur jadi satu.
Veren mencoba untuk memberikan penjelasan kepada adiknya, jika tuduhan kehamilannya yang berkaitan dengan kehidupan dunia malam tidaklah benar.
Namun tiba-tiba, mereka dikejutkan dengan seorang perawat yang berlari ke arah mereka dan memberitahukan mengenai keadaan ibu mereka yang gawat.
Seketika itu juga, Veren dan Velove segera berlari menuju ke ruangan dimana ibu mereka sedang di rawat. Begitu juga dengan Ella dan Prilly yang langsung bergegas mengikuti dengan wajah yang panik.
“Mama kenapa dokter?” tanya Veren yang mencoba untuk mendekat.
Namun, dua perawat segera menghentikan mereka dan meminta untuk bersabar. “Mohon tunggu disini saja kak, karena dokter sedang berupaya untuk menstabilkan detak jantung ibu kalian.”
Meski sangat khawatir dengan kedaan ibu mereka, namun Veren dan Velove mencoba untuk menuruti perintah dari kedua perawat itu. Percaya jika keadaan ibu mereka akan kembali membaik, setelah terlihat dua dokter yang mencoba untuk melakukan penanganan.
Dua menit berlalu, pukulan yang besar kini menghantam Veren dan Velove setelah dokter mengkonfirmasi jika ibu mereka telah meninggal dunia.
“Mohon maaf ya … karena ibu Sintia mengalami gagal jantung secara tiba-tiba, dan kami telah berupaya semaksimal mungkin. Hanya saja, mungkin ini sudah waktunya bagi ibu Sintia untuk kembali pada sang pencipta.”
Mendengar perkataan dari sang dokter, Veren dan Velove langsung terjerat dalam histeris. Tubuh mereka bergetar hebat menahan duka yang tiba-tiba menimpa. Air mata deras membasahi pipi mereka, saat mendekati tubuh ibu Sintia yang terbujur kaku.
Suara tangisan mereka memenuhi ruangan, menyayat hati siapapun yang mendengar. Bahkan Ella dan Prilly yang sedang berdiri di sudut ruangan, tak mampu menyembunyikan kesedihan mereka.
“Dokter, tolong mama saya dok! Apapun akan kulakukan asalkan dokter bisa menolong mama saya. Aku mohon dok.” Ucap Veren yang sampai berlutut di depan kedua dokter yang sebelumnya menangani ibu mereka.
Tak perduli dengan syarat yang akan diberikan oleh pihak rumah sakit, asalkan bagi Veren ibunya bisa kembali untuk disadarkan.
Namun sayang, kedua dokter itu hanya bisa tertunduk dan kembali meminta maaf kepada Veren. Menjelaskan jika mereka memiliki keterbatasan sebagai dokter.
Beberapa saat kemudian, Lidya yang merupakan asisten tuan Robin tiba di rumah sakit. Mencoba untuk menjenguk dan melihat keadaan Veren, setelah sebelumnya tidak sadarkan diri sewaktu berada di restoran.
Kedatangan Lidya tentu berkaitan dengan perintah dari nyonya Margareth, yang merasa takut jika sesuatu yang buruk terjadi kepada Veren. Dikarenakan ada beberapa tamu restoran yang turut merekam aksinya sewaktu mengancam Veren.
Sehingga ekspresi Lidya terlihat begitu sinis, setelah bertemu dengan Veren. Merasa jika Veren hanya bersandiwara saja sewaktu berada di restoran, agar bisa lepas dari jerat nyonya Margareth.
Namun, ekspresi Lidya yang awalnya sinis, seketika terperangah setelah mendengar ucapan dari Veren yang memintanya pergi. Dan Veren yang juga langsung memberitahukan mengenai kematian ibunya.
“Toktok …”Pintu terbuka, sosok wanita yang sangat cantik membuat mata semua pria yang berada dalam ruangan, kini teralihkan menatap wanita itu.Sosok Bianca Lopez masuk dengan senyuman yang sangat mempesona. Dia membawakan teh hangat untuk semua orang yang tengah mengikuti rapat, sesuai dengan permintaan dari tuan Robin dan semua pria yang berada dalam ruangan tentunya.Pandangan tuan Robin tak lepas dari sosok Bianca, yang kini melangkah ke arah meja, untuk meletakan the bagi dirinya.Namun, tuan Robin segera melayangkan pandangan ke arah lain, karena menyadari jika putranya Luke kini tengah menatap ke arahnya.Setelah Bianca keluar dari ruangan itu, rapat kembali berjalan untuk pembahasan terakhir, dimana tuan Robin berencana untuk membeli sebuah hotel yang terbengkalai.Dia memiliki rencana besar untuk merenovasi hotel itu, lalu menjadikan hotel tersebut menjadi hotel bintang enam yang akan menjadi salah satu mascot provinsi Milano.Meski begitu, pikiran tuan Robin kembali terlint
Mata Bianca berbinar, tatkala melihat kalung berlian yang begitu mengkilau terpampang jelas di depan matanya.Kalung itu secara perlahan dipasangkan oleh Luke, sebagai hadiah kecil darinya untuk Bianca.“Coba kamu lihat … bukankah kalung ini begitu cocok dengan kulitmu yang begitu bersih.”“Kalung ini adalah pemberianku secara cuma-cuma, tolong jangan di tolak Bianca. Kamu boleh menolak permintaanku untuk makan bersama, tapi mengenai benda ini, tolong kamu terima ya.”Pinta Luke yang membuat Bianca terdiam. Bianca tak menyangka, jika Luke akan secepat itu memberikan benda yang nampak sangat berharga kepadanya.Padahal, dia menduga jika membutuhkan satu sampai dua minggu baginya, untuk bisa menarik Luke ke dalam jeratnya. Barulah rencana untuk memeras Luke secara perlahan, akan mulai dia jalankan.“Apakah pemberian ini tidak berlebihan untuk karyawan baru sepertiku, pak Luke?”Ucapan dari Bianca, membuat Luke tersenyum lebar. Dia tentu meyakinkan Bianca, jika pemberian itu hanyalah hal
Mata Bianca berbinar, tatkala melihat kalung berlian yang begitu mengkilau terpampang jelas di depan matanya.Kalung itu secara perlahan dipasangkan oleh Luke, sebagai hadiah kecil darinya untuk Bianca.“Coba kamu lihat … bukankah kalung ini begitu cocok dengan kulitmu yang begitu bersih.”“Kalung ini adalah pemberianku secara cuma-cuma, tolong jangan di tolak Bianca. Kamu boleh menolak permintaanku untuk makan bersama, tapi mengenai benda ini, tolong kamu terima ya.”Pinta Luke yang membuat Bianca terdiam. Bianca tak menyangka, jika Luke akan secepat itu memberikan benda yang nampak sangat berharga kepadanya.Padahal, dia menduga jika membutuhkan satu sampai dua minggu baginya, untuk bisa menarik Luke ke dalam jeratnya. Barulah rencana untuk memeras Luke secara perlahan, akan mulai dia jalankan.“Apakah pemberian ini tidak berlebihan untuk karyawan baru sepertiku, pak Luke?”Ucapan dari Bianca, membuat Luke tersenyum lebar. Dia tentu meyakinkan Bianca, jika pemberian itu hanyalah hal
Canda dan tawa menghiasi makan bersama para pegawai keuangan. Meskipun terbilang sebagai pegawai baru, namun Bianca terlihat cepat akrab dengan delapan pegawai termasuk Toni.Siska memberikan beberapa masukan kepada Bianca soal pekerjaan mereka, sebagai rasa kepeduliannya kepada Bianca.Begitu juga dengan beberapa pegawai lainnya. Dimana mereka ingin terlihat akrab dengan Bianca, apa lagi kaum pria yang sangat terpesona dengan paras cantik yang dimiliki oleh Bianca.Berbeda dengan Toni, dia nampak sedikit sibuk menekan tombol hp. Dimana beberapa pesan terkirim ke ponsel cadangannya Luke, ingin memberitahukan kepada Luke mengenai posisinya bersama dengan pegawai yang lain, bahwa saat ini mereka sedang menikmati makan bersama dengan Bianca.Luke yang menerima pesan itu, tersenyum lebar. Tak ingin menunda waktu, langsung menuju ke titik lokasi yang dikirimkan oleh Tony.Tak berselang lama, Bianca dan para pegawai yang tengah berbincang di kejutkan dengan kedatangan Luke.“Pak, kenapa and
“Cari tau wanita yang bernama Bianca ini, apakah dia sudah menikah atau belum. Jika belum, maka atur dia bekerja dibawah pengawasanku langsung. Kamu pasti tau yang kumaksud.”Ucapan itu datang dari Luke, memberikan perintah tegas kepada sang asisten.Semakin dia mengingat wajah Veren barusan, wajah itu semakin merasuk dalam pikirannya memberikan kesan yang luar biasa. Dimana kecantikan yang dimiliki oleh Veren yang kini dengan identitas barunya sebagai Bianca Lopez, telah membuat Luke tersenyum sendiri.Sementara itu, Veren yang kita sebut sebagai Bianca saat ini, tengah menjelaskan arahan dari seniornya mengenai pekerjaan yang harus dia lakukan.Dia dan dua karyawan baru yang akan ditempatkan di posisi yang sama, nampak begitu serius mendengarkan arahan dari senior perempuran di depan mereka saat ini.“Terima kasih atas arahannya kak. Kami pasti akan melakukan yang terbaik untuk pekerjaan ini.” ucap Bianca.Dua karyawan barunya turut berkata demikian, lalu kemudian langsung melakukan
“Siapa wanita itu? dia cantik sekali loh.”Beberapa karyawan pria yang melihat sosok Veren melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan, tentu dibuat terperangah dengan kecantikan yang dia miliki.Bahkan dua satpam pria yang tengah berjaga, turut dibuat berliur menatap kecantikan Veren. Setelan kemeja dan rok ketat yang sangat pas dengan tubuhnya, membuat Veren semakin nampak menarik dimata semua pria yang melayangkan pandangan ke arahnya.“Cantik sekali wanita ini. Aku benar-benar iri loh.” Ucapan itu datang dari seorang karyawan wanita, yang turut mengakui kecantikan yang dimiliki oleh Veren.Veren segera diarahkan oleh seorang staf, menuju ke ruangan dimana dia bersama beberapa orang yang terpilih untuk bekerja di perusahaan keluaga Perez Giani akan melakukan pertemuan dengan salah satu sosok penting dari perusahaan tersebut.Beberapa menit berlalu, Veren dan sembilan orang lainnya tengah duduk dan menunggu di dalam ruangan.“Aku dengar, yang akan memberikan arahan kepada kita adalah







