Share

4

Penulis: Meisya Jasmine
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-28 14:10:22

BAGIAN 4

            “Gis, kamu mau ngapain?!” Mas Faris menahan tanganku erat ketika aku hendak membuka pintu lemari. Kuat kutepis, tetapi dia enggan untuk melepas.

            “Lepas!”

            “Nggak! Aku nggak akan ngelepasin kamu, Gis! Kamu istriku. Kamu nggak bisa seenaknya kaya gini.” Napas Mas Faris terdengar menderu. Kilatan di kedua netranya yang pekat membuatku agak gentar. Namun, kukuatkan tekad untuk memberikan perlawan ke tiap blunder yang Mas Faris buat.

            “Kamu suamiku. Kamu juga nggak pantes untuk giniin aku, Mas! Satu, kamu nggak mau dengerin aku. Dua, kamu lebih mihak ke ibumu padahal dia salah. Dan tiga, jangankan mau minta maaf, yang ada malahan kamu merasa paling benar! Kamu dan Ibu sama aja, Mas. Sama-sama egois!” Kuempaskan tangan Mas Faris. Cengkeramannya yang memang mulai mengendur ketika panjang lebar kusemprot, kini terlepas sempurna.

            “Oke, fine! Gista Visesa, aku minta maaf ke kamu, Sayang. Maafin Ibu. Maafin aku karena udah banyak salah.” Mas Faris berucap. Masih dengan nada yang tak terima. Sorotnya pun seolah enggan buat dibantah. Keras kepala. Ternyata itulah sifat aslinya.

            Kupicingkan mata setajam mungkin. Mencoba untuk menatap pria yang mempersuntingku enam bulan lalu dengan mahar berupa 50 gram emas batangan dan seperangkat alat salat. Sifatnya yang kunilai cool, pendiam, dan penyabar, kini sirna sudah. Aku bahkan menyesal mengapa harus berjumpa dengannya di reuni akbar SMA kami, hingga menerima pinangannya yang mendadak dan super cepat. Kalau tahu akan dijadikan babu, lebih baik aku terus bekerja dengan Pak Ken sebagai sekretaris pribadi notaris beken tersebut.

            “Maafmu tidak tulus, Mas. Ada dongkol di hatimu. Aku tahu itu.” Aku menunjuk dadanya dengan tekanan pada telunjuk. Lelaki itu semakin dingin dalam menatapku.

            “Apa kamu ingin aku mencium kakimu, baru kamu maafin, Gis?”

            Kukibaskan tangan sambil menahan senyum sakit hati. “Nggak perlu, Mas! Nggak ngaruh. Aku hanya ingin pulang ke rumah Mama-Papa. Hidup bahagia di istana mereka. Menjadi putri yang tidak perlu bangun pagi buta hanya untuk belanja dan menyiapkan makanan seperti di sini. Bukan aku tidak ikhlas ya, Mas. Aku hanya kecewa saja. Dikatakan beban oleh mertua itu rasanya sakit, Mas!”

            Mas Faris tertunduk lesu. Dua tangannya lalu mengepal dengan bibir yang terkatup rapat. Aku tak peduli. Bodo amat!

            Gegas kubuka lemari pakaian kami yang berwarna hitam. Semua pakaian milikku kukeluarkan. Kuambil pula sebuah tas jinjing kulit warna cokelat dari atas lemari. Seluruh barang-barang pribadiku kini berpindah ke dalam tas.

            “Gis, tidak semua masalah harus diselesaikan dengan otot. Aku mohon padamu, Gis. Jangan gegabah. Tidak baik kalau kamu turun dari rumah begini. Orangtuamu nantinya akan salah paham.” Mas Faris terdengar membujuk. Tangannya lembut meraih pergelangan kiriku. Aku sontak menghentikan aktifitas sejenak. Menatap pria itu dengan pandangan penuh luka.

            “Ini keputusanku. Tolong hormati, Mas. Ibumu tak senang aku di sini. Katanya, enam bulan di rumah pun, aku juga tak kunjung bunting. Kamu tahu kan, Mas, istilah bunting itu untuk hewan. Hewan, Mas! Hewan! Aku ini manusia, bukan kambing atau kucing!”

            Suamiku terdiam. Pria 28 tahun itu seperti kebingungan harus berkata apalagi. Laki-laki tidak tegas! Hidupnya malah bernaung di ketiak ibu. Bahkan dia sudah tak bisa lagi membedakan mana salah mana benar.

            “Aku akan ke rumah orangtuaku mulai hari ini juga. Terserah apa katamu. Aku tidak peduli. Kamu mau talak aku pun, aku tak keberatan!”

Tas yang sudah penuh terisi dengan pakaian langsung kujinjing. Mas Faris yang semula terdiam, langsung mengambil alih tasku. Matanya tampak berembun.

            “Aku ikut kamu, Gis. Ikut ke mana pun kamu pergi.”

            Air mata Mas Faris luruh. Tak sedikit pun membuatku iba. Astaghfirullah, hilangkah perasaanku padanya kini?

(Bersambung)

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • BALASAN PAHIT UNTUK MERTUA   41

    BAGIAN 41ENDINGBAHAGIA ADALAH PILIHANKU “Saya terima nikahnya Gista Visesa binti Herlambang dengan mas kawin seratus gram logam mulia dan sebidang tanah seluas 400 meter persegi dibayar tunai!” “Sah?” “Sah!” “Alhamdulillah!” Air mataku sontak menetes. Debaran lembut di dada ini pun kian mengencang saat sosok pria di sebelahku yang mengenakan beskap putih dan blangkon batik di kepalanya tersebut mulai merangkulkan tangannya ke pundak. “Sayang, kita sudah sah,”

  • BALASAN PAHIT UNTUK MERTUA   40

    BAGIAN 40 Aku hanya membaca pesan tersebut. Tanpa berniat untuk membalasnya kembali. Entah mengapa, hatiku masih kesal saja. Aku pun heran, mengapa perasaan ini bisa sekeras karang jika berhubungan dengan Mas Faris sekeluarga, kecuali Farah tentunya. “Siapa, Gis?” tanya Mama kepadaku. “Ibu.” Mata Mama memicing. “Ibu siapa?” tanyany heran. “Ibunya Mas Faris, Ma,” sahutku pelan. Mas Ken yang sedang memainkan ponsel, langsung menoleh. Mata kami saling bertatap. Entah mengapa, wajah Mas Ken tampak kurang

  • BALASAN PAHIT UNTUK MERTUA   39

    BAGIAN 39 “Gista, nifasmu masih lama, ya?” Mas Ken bertanya saat dirinya menyambangiku di rumah. Usia Shaki tepat tiga minggu hari ini. Itu artinya, belum juga sebulan tepat aku melahirkan. Eh, Mas Ken malah nanyain nifasku masih lama atau belum. Aku meringis. Tertawa kecil sambil menggendong Shaki. Bocah itu baru selesai menyusu. Kenyang. Saat Mas Ken datang dan mengetuk pintu kamar, anak itu langsung tidur. Aku bawa saja dia ke ruang tengah. Tak hanya ada kami bertiga di sini. Ada Gio yang menemani. Dia berbaring di atas karpet, tak jauh dari tempatku duduk. Sambil mainan ponsel tentunya. Yang jelas, kalau Mas Ken datang ‘mengapel’ aku selalu mengikutsertakan keluargaku. Entah itu Mama, Papa, atau Gio. “Masih, Mas. Kan, nifas itu sel

  • BALASAN PAHIT UNTUK MERTUA   38

    BAGIAN 38POV BU AGIT “Faris, kamu cuma bikin malu Ibu aja!” Aku murka. Marah besar. Merasa dipermalukan di depan Gista sebab memohon agar perempuan itu mau diajak rujuk oleh anakku. Pulang dari rumah Gista, aku langsung memarahi Faris habis-habisan. Bagiku, anak itu harus kuhajar habis-habisan hari ini! “M-maafkan aku, Bu.” Faris menyahut dengan suaranya yang serak dan terbata. Anak lelaki yang semula sangat kusayangi itu kini duduk berlutut di bawah kakiku. Dia memohon. Tangannya sampai gemetaran saat meminta ampun. “Nggak ada maaf-maafan! Ibu kan, sudah bilang ke kamu, Ris! Jangan mau minta rujuk segala sama Gista! Dia nggak akan mau. Nggak bakalan sudi! Apalagi, sejak kamu kecelakaan itu, nama baikmu sudah tercoreng di masya

  • BALASAN PAHIT UNTUK MERTUA   37

    BAGIAN 37 Shaki Aiman Emeraldy Faris. Begitulah nama bocah lelaki itu. Bayi tampan berkulit putih dengan bola mata yang cemerlang nan indah. Dialah anakku. Putra semata wayang hasil pernikahanku dengan mantan suami, Mas Faris. Meskipun aku belum bisa melupakan seperti apa kelakuan Mas Faris maupun ibunya, tetap saja tersemat nama Faris di belakang nama anak lelakiku. Tak apa. Dia berhak mendapatkan nama belakang dari nama ayahnya. Anakku memanglah keturunan dari Mas Faris. Walau kami sudah resmi bercerai, Shaki tetaplah darah daging dari mantan suamiku tersebut. Sejak kehadiran Shaki, hidupku rasanya semakin sempurna. Apalagi, bocah itu tidak rewel sama sekali. Dia tidak menangis kencang di tengah malam. Hanya bangun untuk minum ASI dan kembali tidur nyenyak. Shaki

  • BALASAN PAHIT UNTUK MERTUA   36

    BAGIAN 36Menjelang persalinan Gista ….POV AUTHOR “Izinkan Faris masuk ke dalam, Pa.” Faris memohon pada Herlambang agar bisa masuk ke ruang bersalin mendampingi Gista. Namun, jelas permintaan itu ditolak mentah-mentah. “Kalian bukan suami istri lagi. Kamu cukup menunggu di luar sini. Tolong jangan mengacau.” Herlambang menatap sengit kepada Faris yang beberapa bulan lalu sudah resmi menduda. Tangan Herlambang pun mendorong lengan Faris agar pria itu keluar dari ambang pintu utama ruang kebidanan. Sigap, Herlambang pun kembali masuk seraya menutup pintu. Berjalan menuju bilik di mana Gista tengah mempertaruhkan separuh nyawanya demi kelahiran sang putra pertama. Langkah Faris gontai. Dia terpaksa duduk di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status