Share

BANGKITNYA SANG MENANTU HINA
BANGKITNYA SANG MENANTU HINA
Penulis: Trinagi

Bab 1. Mertua Kejam

"Dasar benalu. Menantu tidak berguna! Seharusnya kamu ngaca. Anak saya tidak pantas menikah dengan kamu!" Teriak mertua saat melihat aku masih di kamar. Beliau berdiri di pintu bilik sembari berkacak pinggang, dengan mata melotot bagaikan singa kelaparan yang siap menerkam mangsanya.

 

"Maaf, salah saya apa, Bu?"

 

"Kamu tidak tau dimana salahmu? Makanya ngaca, Kau ... ngaca?" Begitulah omelan yang setiap hari aku dengar dari mulut ibu mertua. Membuat kupingku selalu panas dan emosiku sangat membara. Sebagai seorang laki-laki aku merasa harga diriku sudah diinjak-injak.

 

"Ibu selalu saja menghina dan memaki saya. Emang saya ada salah apa?" Sudah bosan rasanya diri ini dimaki-maki oleh mertua, aku bagaikan sampah di matanya.

 

"Tidak perlu dijelasin. Manusia otak udang kayak kamu tidak akan faham apa-apa." Hinaan demi hinaan terus dilancarkan untukku.

 

"Bu, apa gunanya ibu marah-marah sementara saya tidak tau salah saya dimana?"

Sudah lelah berlemah lembut dengan mertua tapi tidak a da gunanya. Capek hati dan fikiran.

 

"Dasar pengangguran. Gak tau diri. Otak udang."

 

"Ya Allah, Bu. Saya tanya sama Ibu. Siapa bilang saya pengangguran?" Kali ini aku tidak mau diam diperlakukan tidak manusiawi oleh mertua.

 

"Gak usah kau tanya siapa yang bilang. Orang bodoh pun tau kamu itu pengangguran. Kerjanya di kamar tidur-tiduran kayak kerbau."

 

"Walaupun di kamar tetapi saya bisa menghasilkan uang kok, Bu." Jelasku pada ibu mertua. Sebagai seorang kreator digital, aku tidak membutuhkan kantor untuk bekerja. Hanya cukup komputer dan juga paket internet.

 

"Halah ... banyak sekali gayamu. Dirumah bisa menghasilkan uang? Uang dari mana? Dari langit? Menghayal terus. Dasar pemalas, kerjanya hanya makan tidur aja. Masih berguna kerbau biarpun hanya makan tidur aja, bisa dijual. Lah kamu?" Suara bentakan wanita paruh baya itu, memekakkan telinga. Sungguh tidak mempunyai harga diri sedikitpun sebagai seorang kepala rumah tangga dimata mereka.

 

Yang jelas suara lengkingan wanita yang telah melahirkan istriku itu, terdengar ke tetangga. Diri ini seorang menantu namun aku diperlakukan seperti binatang.

 

"Kalau Ibu tidak percaya, tanya Naya. Saya selalu memberikan uang belanja buatnya." Aku pelankan suara bukan karena takut terhadap ibu mertua tetapi aku malu didengar tetangga.

 

"Memberi uang belanja? Apa kamu berfikir uang yang kamu berikan itu cukup untuk kebutuhan anakku? Kalau kau tidak sanggup membiayai anakku, kau ceraikan saja dia. Masih banyak lelaki yang bertanggung jawab diluar sana. Masih banyak lelaki yang bisa membahagiakan Naya." Hina wanita betubuh gempal itu.

 

"Jangan kau harap menumpang hidup sama anakku, ya? Tidak akan kubiarkan kau menggerogoti gaji anakku yang mati-matian aku sekolahkan." Lanjutnya lagi seraya melangkahkan kaki masuk ke kamar sambil mengedarkan pandangan ke seluruh isi ruangan.

"Kamar kayak kandang babi. Jorok. Apalah istimewanya kamu, tidak ada nilai plus yang aku lihat. Kurasa kau dukunin anakku sehingga jadi tunduk sama kamu," 

"Jangan suka berprasangka buruk terhadap orang lain, Bu. Gak baik." nasehatku.

 

"Ibu gak usah takut, Naya tidak akan kelaparan menjadi isitri saya. Cuma tidak juga kaya raya."

"Halah sombong. Dari mana kau bisa menghasilkan uang? Ngepet kau di kamar?" sindir mertua dengan senyum mengejek.

 

"Saya gak sehina itu, Bu. Gini-gini saya masih tau mana yang hak dan yang bathil."

 

"Sok suci. Jijik kali ku lihat laki macam kau itu. Keluar kau dari kamar. Jangan harap kau akan menikmati semua kekayaan dan gaji anakku! Kau pikir dengan menikahi anakku hidupmu akan berubah. Tidak akan ku biarkan sepersenpun uang anakku jatuh ke tanganmu." Telunjuknya menekan dan mendorong kasar keningku, bagaikan anak kecil yang sedang dihukum oleh gurunya.

 

Sungguh sangat sakit perlakuan mertua seperti ini. Semenjak menikah aku memang tidak pernah mendapat perlakuan yang baik dari orang tua Naya.

Mungkin mereka ada benarnya juga karena aku belum bisa menjadi suami yang  membahagiakan istri. Apalagi pekerjaan aku hanya di kamar, tidak memakai baju rapi dan berdasi.

 

Naya wanita yang telah membersamai selama setahun belakangan ini, bekerja sebagai seorang pegawai negeri sipil di sebuah instansi pemerintahan dengan gaji yang tidak pernah aku tahu berapa dan diri ini tidak ingin mengetahui gaji sang istri. Biarpun dia berpenghasilan sendiri tetapi aku tetap menafkahinya dengan semampu yang kudapat.

 

Dan aku tidak seperti yang mertua tuduhkan. Diri ini bukan lelaki pemalas. Semua pekerjaan pasti aku terima asalkan bisa mendapatkan rupiah untuk menghidupi keluarga kecil kami. Segala usaha terus aku lakukan untuk bisa membahagiakan sang istri. 

 

Namun, karena aku hanya seorang pemuda miskin dan tidak mempunyai pangkat dan jabatan, jelas-jelas tidak bisa dibanggakan sehingga mertua sangat membenci. Apapun yang aku perbuat, kebaikan apapun yang aku kerjakan tidak pernah nampak dimatanya. Hanya pandangan kebencian selalu aku terima dan umpatan yang keluar dari mulutnya. Layaknya aku ini hanya seekor binatang yang tidak mempunyai hati dan perasaan.

 

Perlakuannya sangat berbeda jauh dengan menantu ibu yang lain. Seperti Andre suaminya Melly, kakak Naya yang selalu diagung-agungkan dan dibanggakan didepan tetangga dan sanak saudara. Karena dia anak orang kaya dan mempunyai ayah seorang direktur perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengiriman barang.

 

"Dasar menantu pembawa sial. Dari dulu hidupmu hanya jadi beban saja. Ceraikan saja anakku. Tak sudi aku punya menantu seperti kamu, Bayu!" Maki mertua penuh emosi seraya keluar dari kamar. Suaranya menggelegar seperti harimau yang mau menerkam mangsanya.

 

"Ibu, kenapa ibu memperlakukan mas Bayu seperti budak? Walau bagaimanapun mas Bayu itu suami Naya, Bu. Tolonglah jaga perasaan dia disini."

 

Entah sejak kapan Naya sudah berada di ruang tamu keluarga besar Hadiningrat. Dengan tergesa-gesa dia berlari menuju ke kamar kami.

 

Sebenarnya kamar ini tidak layak disebut kamar melainkan sebuah gudang. Bertemankan tikus dan kecoa itulah yang kami rasakan setiap hari.

Tapi tidak mengapa yang penting Naya tidak berjauhan dengan orang tuanya.

 

Setiap aku berniat mencari rumah kontrakan Naya selalu saja menolaknya. Dengan alasan lebih bagus uangnya kita tabung dan dengan sedikit bersabar kami pasti bisa membangun rumah sendiri. 

 

Yah ... begitulah Naya. Dia belum pernah mendengar bagaimana hinaan dan cacian ibu dia terhadap suaminya. Selama setahun berumah tangga, hari ini Naya melihat dan mendengar dengan mata kepala sendiri bagaimana hinanya aku di mata ibunya.

 

Lemah. Ya ... aku memang lelaki yang lemah karena begitu cintanya aku terhadap Naya sehingga menganggap hinaan itu hanyalah angin lalu saja.

 

"Apa kau bilang? Naya ... kau sudah di manfaatkan sama Bayu sang benalu yang akan menggerogoti kamu sampai kamu jatuh miskin."

 

"Bu, saya tidak begitu. Saya tidak pernah menyentuh sedikitpun gaji Naya. Kalau Ibu tidak percaya tanya saja sama anak Ibu sendiri." Aku bangkit dari kursi dan menuju ke arah mertua berdiri saat ini.

 

Dan memang kenyataannya aku tidak pernah mengambil atau menanyakan gaji dari Naya. Toh dengan uangku yang tidak seberapa masih mencukupi kebutuhan kami berdua.

Bahkan aku sering membelikan ibu dan Melly makanan dan itu uang dari hasil jerih payahku.

 

"Ibu ... mas Bayu tidak seperti yang Ibu tuduhkan. Kali ini saja, Naya mohon tolong dengarkan Naya, Bu." Mohon Naya seraya menangkupkan kedua tangannya di dada.

 

"Alah ... dasar lelaki pecundang. Kau ceraikan dia,  seribu lelaki akan mengantri untuk menjadi suamimu, Nay. Sekali ini saja. Tolong kau dengarkan Ibu, nak."

 

"Bu ..."

 

"Kau ini sedang diperalat sama suami parasit itu. Dia menikah denganmu untuk merubah nasib dia. Untuk mengangkat martabat dia sendiri sementara kita dipermalukan."

 

"Dipermalukan bagaimana, Bu?" tanya Naya

 

"Kamu pikir, Ibu tidak malu punya menantu tidak bekerja? Bagai benalu, hanya mengurung diri di kamar."

 

"Enak banget hidupnya. Makan sudah ada yang sediain. Kau suruh ganti aja kelamin dia. Gak ada yang bisa dibanggakan sedikitpun."

 

"Bu, hentikan. Sudah cukup ibu menghina mas Bayu. Dia juga manusia. Dan sekedar Ibu tau. Sampai kapanpun Naya tidak akan berpisah dengan mas Bayu. Beliau itu suami Naya. Surga Naya di telapak kakinya."

 

Prok ... prok ... prok.

 

"Hmm ... hebat sudah adekku ya. Semenjak menikah dengan benalu sudah mulai melawan orang tua. Sudah hilang akal sehatmu, Dek."  Seketika kak Melly keluar dari kamar dan mendekati Naya yang masih berdiri di pintu kamar kami.

 

"Keluar kalian dari rumah ini ... sekarang." Bentak kak Melly.

 

"Dan kau Naya. Kalau kau tidak meninggalkan benalu itu. Ibu tidak mau lagi menganggap kamu sebagai anak." Ancam ibu mertua.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status