Share

Bab 2. Mertua Pilih Kasih

"Keluar kau dari rumahku. Aku tak sudi mempunyai menantu tidak berguna seperti kamu. Kalau mau makan gratis, bukan disini tempatnya." Ibu mertua mendorong tubuhku ke depan halaman rumah.

 

Bruk

 

Tubuhku jatuh tersungkur, untung bibir tidak mengenai sudut teras rumah. Semua mata menatapku penuh dengan kehinaan. Sakit tubuh ini tidak sebanding dengan rasa malu karena diperlakukan tidak manusiawi.

 

"Ibu ..." Naya menangis tersedu melihat sang ibu begitu tega mendorong tubuh suaminya hingga tersungkur ke tanah.

 

"Gak apa, Nay. Mas pantas diperlakukan begini!" ujarku menengahi.

 

"Saya akan pergi dari rumah ini. Maafkan segala kesalahan saya selama ini." Ujarku seraya menangkupkan kedua tangan di dada, memohon maaf karena sudah menyusahkan keluarga ibu mertua selama ini.

 

"Mas, jangan pergi!" Naya menahan lembut tubuh ini yang hendak masuk ke kamar untuk membereskan baju. Untuk apa bertahan sementara mereka membenci. Bagaimana pun berusaha menjadi menantu baik, tetap saja tidak di anggap. Ternyata uang, pangkat dan jabatan yang lebih berkuasa.

 

"Gak apa-apa, Dek. Biarkan saja Mas pergi." Aku berusaha masuk kamar tetapi dihalangi oleh sang mertua. Beliau berdiri diambang pintu dengan tangan memegang kedua sisi pintu.

 

"Alah gak usah banyak drama kamu. Kalau mau keluar dari rumah ini cepat keluar sana. Lelaki tidak tau diri." Kak Melly juga tidak kalah ketusnya terhadap kami berdua. Seakan rumah ini milik dia. Padahal Naya juga mempunyai hak atas rumah peninggalan ayahnya.

 

"Bu, tolonglah hargai suami Naya. Apa sih kesalahan mas Bayu yang begitu susah ibu maafkan? Naya heran melihat ibu, selalu memperlakukan mas Bayu seperti budak yang gak ada harganya sama sekali. Tidak seperti suami kak Melly, selalu ibu agung-agungkan." Ujar Naya tersedu.

 

Wanita berjilbab coklat susu tersebut nampaknya sangat kecewa dengan perilaku ibunya.

 

"Ya jelas dong. Suami aku gak seperti suamimu, Mas Andre beda level sangat jauh dari suamimu. Manusia parasit itu." Beber kak Melly dengan sombongnya.

 

"Nay, cukup. Biar Mas pergi. Kalian kakak beradik jangan berantem hanya gara-gara aku." Ujarku menengahi.

 

"Sok bijak. Kalau mau pergi ya udah ... hus ... hus ... pergi sana. Gak usah pamit aja loe. Perasaan sok dibutuhkan." Kak Melly mengusir aku seperti ayam yang masuk ke pekarangan rumahnya. Tidak ada harganya aku di mata mereka. Setelah aku pikirkan buat apa bertahan disini jika tidak pernah dianggap apalagi di hargai.

 

"Terima kasih atas semuanya." 

 

Bruk.

 

Belum selesai aku berbicara tiba-tiba saja ibu Lastri melemparkan tas berisikan baju aku semuanya. Entah sejak kapan beliau mengemasinya. Sekarang tas tersebut tergeletak dilantai setelah dilempar oleh ibu mertua.

 

"Udah, cepat enyah kau dari hadapanku. Sudah muak aku melihat mukamu itu." Ketus wanita berkulit sawo matang itu, membuat tangan ini gatal ingin menampar wajahnya. Tetapi segera aku urung mengingat beliau masih berstatus mertua. Sebagai menantu aku juga harus menghargai dan menghormatinya.

 

Sekilas aku melihat kearah Naya yang masih terisak. 

 

Kasihan benar pujaan hatiku. Belum pernah merasakan kebahagian selama hidup kami berumah tangga. Apa yang harus aku lakukan sekarang.

 

Jika mengajaknya tinggal bersama di rumah kontrakan pasti dia akan sangat menderita. Jika dia tetap tinggal disini, aku belum sanggup berpisah dengannya. 

 

Ya Allah berikan jalan keluar yang terbaik dalam masalah ini. Angkatlah derajat hambaMu yang hina ini.' batinku terus merapalkan doa. 

 

"Baik, sesuai permintaan kalian aku akan pergi dari rumah ini."

 

"Dek, kamu ikut Mas atau tetap bertahan disini?" Tanyaku pada Naya yang sedari tadi hanya bisa menangis dan menangis saja.

 

"Mas itu sebagai suami Naya. Dan yang jelas Naya akan selalu mendampingi Mas sampai kapanpun. Hanya ajal lah yang bisa memisahkan kita berdua, Mas." ujar Naya.

 

"Ya udah. Ayo kita pergi sekarang." Ajakku dan merangkul Naya sambil menenteng tas. Sungguh pemandangan yang sangat memilukan. Begitu hinanya hidup penuh dengan kemiskinan. 

 

Aku bersumpah akan membuat Naya bahagia. Aku berjanji akan bekerja keras untuk bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Dan aku yakin suatu saat nanti hidupku akan berubah. Tidak selamanya kemiskinan ini akan menyertai kami. Tidak selamanya kami berada dibawah terus. Aku yakin roda kehidupan akan terus berputar.

 

"Hei benalu, kau pikir segampang itu membawa pergi anakku. Enak banget hidupmu. Mengandalkan gaji anakku yang dengan susah payah aku sekolahkan, sementara kamu hanya menikmati manisnya saja. Pahit getirnya aku yang rasakan. Gak segampang itu. Langkahi dulu mayatku." Ancam bu Lastri penuh penekanan.

 

"Bu, saya gak ada niat mau menguasai uang dari Naya. Ibu ambil saja semua gajinya. Saya bisa mencari sendiri tanpa bergantung sama istri." Ujarku.

 

"Sombong kamu ya, Bayu? Kerjanya saja gak jelas begitu belagak tidak mau makan hasil jerih payah istri. Hah. Dasar pecundang," hina bu Lastri.

 

"Dan kau, Naya. Dengar ibumu ya. Jika kau ikut benalu itu, Ibu tidak akan pernah menganggap lagi kau sebagai anak. Ku coret kau dari daftar anggota keluarga Hadiningrat." Ancaman bu Lastri membuat aku putus asa akan bisa membawa istriku ikut serta.

 

Tapi tak apalah jika Naya tidak mau hidup bersamaku lagi. Jangan sampai gara-gara lelaki miskin ini membuat Naya  menjadi anak durhaka.

 

"Bu, Naya tidak berniat membantah Ibu. Tetapi Naya juga tidak mau durhaka terhadap suami. Maka Naya putuskan akan bersama mas Bayu sampai kapanpun, Bu. Maafkan Naya." Sekilas kulirik Naya yang masih terisak dan tatapan terus menghiba seakan meminta pertolongan aku.

 

"Kalau begitu ayo kita berangkat, Dek. Oh ya ... buku rekening gaji kamu, tolong kasihkan saja buat ibu, Dek. Kita tidak butuh. Ibu lebih membutuhkannya." Saranku. 

 

Sebenarnya bukan tidak membutuhkan tetapi sebagai seorang lelaki aku tidak mau dianggap sebagai benalu yang hanya menempel sama istri. Tidak bekerja dan hanya mengharapkan gaji dari istri. Sebagai kepala rumah tangga akulah yang lebih bertanggung jawab dalam masalah keuangan keluarga kecilku.

 

"Tapi, Mas ... "

 

"Udah, Dek. Gak usah khawatir. Kalau untuk kontrak rumah dalam sebulan masih ada tabungan Mas." Ujarku berbisik di telinga Naya.

 

"Mas ... "

 

"Dek, tolong dengar Mas. Mana buku gaji kamu. Sana kasihkan sama ibu. Mas gak mau dianggap menumpang hidup sama kamu." 

 

Tak berapa selang Naya masuk ke kamar dan mengambil ATM beserta buku rekening kemudian dia memberikan kepada bu Lastri. Spontan wajah beliau memerah seakan tidak percaya dengan keputusan kami berdua. 

 

"Bu, ini buku rekening Naya dan juga ATM." Naya menyodorkan ATM dan menyebutkan beberapa angka PIN nya.

 

"Tega kau sama Ibu, Naya. Dari kecil, kau Ibu sayangi dengan sepenuh hati tetapi begini balasan yang Ibu terima." Bu Lastri sesegukan.

 

"Jadi maunya Ibu, Naya harus bagaimana? Kalau Ibu menyuruh Naya meninggalkan mas Bayu, mohon maaf, Bu. Tidak alasan yang membuat Naya untuk meninggalkan suamiku," ucap Naya membuat aku sedikit bernafas lega.

 

"Kamu tidak dinafkahi dia, Nak. Ibu kasian melihat kamu hidup penuh dengan kemiskinan." Ujar ibu mertua terbata.

 

"Mas Bayu selalu menafkahin Naya. Walaupun tidak banyak tetapi cukup." Bela Naya.

 

"Alah Nay, Kamu jangan sok membela Bayu deh. Kamu berani melawan orang tua demi dia? Nanti kamu dicampakkan dia, baru nangis-nangis minta pertolongan kami." Ucap kak Melly mengejek.

 

"Sebelum memutuskan kau memilih dia. Kau pikirkan masak-masak. Apa yang kau pertahankan lelaki macam dia? Hanya modal tampang tetapi miskin? Bagus jelek tetapi kaya. Betul gak, Bu." kak Melly melirik kearah ibu untuk meminta persetujuan dengan segala pilihannya.

 

Andre memang lelaki kaya. Tetapi aku sangat tahu bagaimana tindak tanduk Andre diluar sana. Sering aku berjumpa Andre menggandeng wanita dan chek in di hotel. 

 

Dan aku tidak asal berbicara atau menuduh karena aku melihat dengan mata kepala ku sendiri bagaimana kelakuan Andre.

 

"Mas Bayu memang miskin, Kak. Tetapi akhlak dan budi pekerti beliau tidak miskin. Mas Bayu bisa menghargai wanita. Beliau memperlakukan Naya penuh dengan kasih sayang dan kelembutan. Selama menikah dengannya belum pernah sepatah katapun memaki atau membentak aku, Kak." Bela Naya.

 

"Alah puji terus suami benalu mu itu." Kak Melly semakin mengencangkan suaranya.

 

"Terserah Kakak mau berkata apa. Sekarang Kakak jaga saja suami Kakak supaya dia bisa setia. Buat apa uang banyak tetapi cinta di bagi-bagi kesemua wanita?" Sindir Naya.

 

"Apa maksud kamu, hah?" Tanya kak Melly dengan wajah memerah seakan emosinya semakin memuncak.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Supriyono Susanto
mantap sekali
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status