Hari ini proses lamaran, pak Bakri datang bersama beberapa orang lelaki dan aku tidak tahu apakah dia orang tuanya atau sahabat beliau. Aku mencium gelagat yang tidak baik dari sikap dan tingkah laku calon suami yang menjadi pilihan ibu tersebut. Katanya, pak Bakri tidak mau berlama-lama menyandang status duda. Beliau ingin segera menikah dan memiliki keturunan, karena kata dia dipernikahan sebelumnya tidak mempunyai keturunan sementara umurnya sudah mencapai setengah abad. "Kami menerima lamaran pak Bakri dan saya sebagai orang tua juga tidak menginginkan anak perempuan saya terlalu lama menyandang status janda. Maklum pak. Takut jadi bahan gunjingan," ujar ibu terkekeh seraya menutup mulutnya dengan telapak tangan beliau. Dimataku ibu terlalu genit, gak ada rasa malunya dihadapan calon besan."Bagaimana, Nay? Kamu sudah siap menikah lagi?" tanya pak Bakri."Tentu ... tentu saja, Pak. Naya sudah siap lahir batin," sergah ibu tanpa meminta persetujuan dariku lagi, seakan-akan ibuku
Semua menjadi gelap gulita. Sunyi, sepi dan tanpa suara. Kemana mereka semua. Pak Herman, bu Widya dan Arman? "Dimana aku sekarang. Apakah aku sudah mati? Kenapa di sekeliling semuanya menjadi gelap. Naya ... mana istriku Naya. Dan kenapa juga dia meninggalkan aku sendiri dalam kegelapan ini." Dari kejauhan aku melihat ratusan manusia lalu lalang tetapi tidak bertegur sapa. Mereka seakan sibuk dengan dirinya sendiri. "Bayu ... kenapa kamu disini, Nak." Sapa ibu. Kerinduanku seakan terobati melihat kehadiran beliau yang begitu cantik dan mempesona, dibalut baju serba putih dan memancarkan cahaya yang sangat menyilaukan mata. "Bayu juga gak tau kenapa Bayu bisa disini, Bu. Ibu ... kenapa Ibu tidak pernah pulang-pulang. Tidakkah engkau merindukan kami, Bu? Selama Ibu pergi hidupku hancur berantakan. Bagaikan kapal kehilangan arah." Ucapku sendu. "Yang sabar, Nak. Engkau pasti kuat menghadapi semua ini." Nasehati ibu tetapi tidak membuat hati ini terhibur. "Kalau Ibu tidak mau pula
"Bu, kemana Naya?" tanyaku pelan. Sejak membuka mata dari tadi siang, diri ini belum melihat wanita yang telah aku halalkan setahun yang lalu."Nak, kamu harus banyak istirahat. Jangan banyak bergerak dulu." Bukan menjawab pertanyaanku, bu Widya malah menyuruhku untuk beristirahat. Masak baru bangun dari tidur aku disuruh tidur lagi?Ada apa ini? Aku curiga seakan ada sesuatu yang sedang ditutupi dariku."Bu, saya hanya menanyakan kemana istri saya. Apakah itu tidak boleh?""Bukan gitu, Bayu. Pesan dokter kamu tidak boleh banyak pikiran dulu!" Lagi-lagi jawaban yang diberikan oleh bu Widya tidak membuatku puas. Aku semakin yakin mereka menyimpan sesuatu dan aku tidak boleh mengetahuinya."Bu, Pak. Saya mohon beritahukan dimana istri saya? Jika sudah ada jawabannya pasti saya tidak akan menanyakan lagi." Segala pikiran buruk menari-nari dalam kepala ini. Semoga saja Naya ikut di bebaskan saat disekap oleh preman."Apa Naya tidak terselamatkan saat penyekapan itu?" Berbagai pikiran buru
"Bay, kamu masih ingat wajah orang yang menganiaya kamu?" tanya pak Herman saat kami sedang menyantap sarapan pagi.Aku berfikir keras untuk mengingat kembali wajah tiga orang preman yang telah membuat aku koma dirumah sakit selama tiga bulan."Mereka memakai penutup wajah kecuali satu orang. Saya dengar mereka memanggil namanya dengan sebutan bogel. Apa yang mereka lakukan, sampai sekarang masih terngiang-ngiang dalam kepala saya, Pak," ujarku.Aku masih mengingat lelaki berhati iblis itu yang telah menendang dada ini sehingga muntah darah dan tidak sadarkan diri. Lelaki berkulit sawo matang, bermata sipit dan hidung pesek itu memiliki tato kepala macan dilenan sebelah kanannya."Nanti sepulang dari rumah Naya, kita singgah ke kantor polisi buat pengaduan. Baru satu orang yang tertangkap dan Bapak yakin ada dalang dibalik ini semua. Mereka itu hanya melaksanakan perintah," ujar pak Herman sembari menyendokkan nasi kedalam piringnya."Pembunuh bayaran, maksud Bapak?" tanyaku."Ya begi
Aku bingung, bagaimana cara menghentikan acara pernikahan Naya yang akan dilaksanakan seminggu lagi?Ingin mengajak Naya untuk kawin lari tetapi dia tidak mau melawan ibunya, takut durhaka. Apalagi ibunya menderita darah tinggi, jika banyak pikiran nanti akan kumat."Pak Tohir, kenal dengan pak Bakri pengusaha batu bara gak?" tanyaku saat sudah berada dalam mobil hendak berangkat pulang."Pak Bakri? Pak Bakri mana nih?" Beliau balik bertanya. Kuangsurkan foto calon suami Naya kepada lelaki berkemeja navy itu. Foto itu diberikan Naya saat aku berkunjung kerumahnya tadi."Pak Bakri? Saya kenal orangnya, Pak! Bukan kenal dekat sih, cuma tau aja.""Dia bakal menikahi mantan istri saya," ucapku seraya menyugar rambut frustasi."Iyalah. Bu Lastri mata duitan. Padahal pak Bakri hobynya kawin tapi bu Lastri masih juga menjodohkan bu Naya dengannya!" ucap pak Tohir kesal. Kedua tanganku mengepal. Meredam kekesalan yang memenuhi hati."Sudah tua pula tapi tidak tau diri!" ujar pak Tohir lagi. B
Segera aku berlari dan mencari tempat untuk bersembunyi. "Aku mau Herman itu lenyap dari muka bumi ini. Aku tidak ingin melihat lagi wajahnya. Celakai juga Bayu. Dia sudah terlalu banyak mencampuri urusan kita." Sayup-sayup kudengar perbincangan kedua manusia berhati iblis itu."Herman itu sudah tua. Tidak ada gunanya kita mengkotori tangan ini, Ndre. Bentar lagi mati juga dia! Si Bayu saja yang kita habisin," jawab Bogel."Nah, nunggu dia mati entah kapan? Aku gak mau mereka tau semua perbuatanku. Aku gak mau masuk penjara." Lagi-lagi Andre lelaki pengecut itu bersuara. Berbuat dosa tetapi tidak mau bertanggung jawab. Apa bukan pengecut namanya?"Ingat, jangan sampai salah ngasih kamu ya. Dalam minuman Bayu sama Herman. Bukan gelas Winda!" titah Andre berulang-ulang. Yang menjadi pertanyaanku apa yang akan dimasukkan ke dalam minuman aku dan pak Herman? Apa mereka membubuhkan serbuk racun dalam minuman kami berdua?Prang Tidak sengaja kaki ini menyentuh pot bunga yang terbuat dari
"Mas, saya butuh kejelasan. Siapa wanita ini?" tanya Melly penuh emosi saat aku baru pulang bekerja."Bukan siapa-siapa. Kamu dapat darimana sih, foto-foto yang gak bermutu itu!" jawabku seraya menghempaskan bobot tubuhku di ranjang setelah aku lelah seharian karena hampir ketahuan masuk ke ruang meeting saat hendak membuka kabel yang berada di meja pak Herman dan Bayu. Aku ingin membuat seakan-akan itu semua murni kecelakan eh ... mtau-taunya ada seseorang yang telah mengintip perbuatan kami. Entah siapa aku juga belum mengetahuinya."Bukan masalah dapat darimana. Yang saya tanya siapa wanita itu!" Dengan emosi Melly menyodorkan foto aku yang sedang memeluk istri kedua aku. Wanita dua puluh dua tahun yang sudah aku halalkan setahun yang lalu."Mana aku tau. Tanya sama orang yang kirim foto itu. Kok tanya ma aku!" jawabku emosi. "Jadi Mas Andre tidak mengakui jika foto ini foto kamu sendiri. Dasar pengecut!" Teriak Melly dengan suara tinggi. Selama ini belum pernah aku mendengar wani
"Aku akan keluar dari rumah ini. Jadi tidak perlu kalian mengusir. Aku bukan binatang. Cuka satu kalian camkan ya? Suatu hari nanti, kalian semua akan menyesal telah mengusir aku." ujar mas Andre penuh emosi.Sebenarmya aku menyesal telah menunjukkan foto mesra mas Andre dengan wanita lain. Rasa bersalah menghantui diri ini karena telah membuat kehancuran rumah tangga kakakku sendiri. Tapi aku juga kasian melihat kakakku terus saja dibohongin oleh lelaki yang sangat dia cintai selama ini.Belum sempat mas Andre keluar dari pintu utama, tiba-tiba datang tiga orang pria berseragam coklat dan menanyakan keberadaan mas Andre."Assalamualaikum kami dari pihak kepolisian," ujar seorang pria berseragam coklat itu dengan menyerahkan surat pemberitahuan penangkapan."Ada apa ya, Pak?" tanya ibu dengan perasaaan was-was"Kami mencari orang yang bernama Andre. Apakah dia ada di sini?" tanya pria paruh baya berseragam polisi tersebut."Ada. Itu orangnya." Ibu menunjuk ke arah mas Andre yang henda