"Bay, kamu masih ingat wajah orang yang menganiaya kamu?" tanya pak Herman saat kami sedang menyantap sarapan pagi.Aku berfikir keras untuk mengingat kembali wajah tiga orang preman yang telah membuat aku koma dirumah sakit selama tiga bulan."Mereka memakai penutup wajah kecuali satu orang. Saya dengar mereka memanggil namanya dengan sebutan bogel. Apa yang mereka lakukan, sampai sekarang masih terngiang-ngiang dalam kepala saya, Pak," ujarku.Aku masih mengingat lelaki berhati iblis itu yang telah menendang dada ini sehingga muntah darah dan tidak sadarkan diri. Lelaki berkulit sawo matang, bermata sipit dan hidung pesek itu memiliki tato kepala macan dilenan sebelah kanannya."Nanti sepulang dari rumah Naya, kita singgah ke kantor polisi buat pengaduan. Baru satu orang yang tertangkap dan Bapak yakin ada dalang dibalik ini semua. Mereka itu hanya melaksanakan perintah," ujar pak Herman sembari menyendokkan nasi kedalam piringnya."Pembunuh bayaran, maksud Bapak?" tanyaku."Ya begi
Aku bingung, bagaimana cara menghentikan acara pernikahan Naya yang akan dilaksanakan seminggu lagi?Ingin mengajak Naya untuk kawin lari tetapi dia tidak mau melawan ibunya, takut durhaka. Apalagi ibunya menderita darah tinggi, jika banyak pikiran nanti akan kumat."Pak Tohir, kenal dengan pak Bakri pengusaha batu bara gak?" tanyaku saat sudah berada dalam mobil hendak berangkat pulang."Pak Bakri? Pak Bakri mana nih?" Beliau balik bertanya. Kuangsurkan foto calon suami Naya kepada lelaki berkemeja navy itu. Foto itu diberikan Naya saat aku berkunjung kerumahnya tadi."Pak Bakri? Saya kenal orangnya, Pak! Bukan kenal dekat sih, cuma tau aja.""Dia bakal menikahi mantan istri saya," ucapku seraya menyugar rambut frustasi."Iyalah. Bu Lastri mata duitan. Padahal pak Bakri hobynya kawin tapi bu Lastri masih juga menjodohkan bu Naya dengannya!" ucap pak Tohir kesal. Kedua tanganku mengepal. Meredam kekesalan yang memenuhi hati."Sudah tua pula tapi tidak tau diri!" ujar pak Tohir lagi. B
Segera aku berlari dan mencari tempat untuk bersembunyi. "Aku mau Herman itu lenyap dari muka bumi ini. Aku tidak ingin melihat lagi wajahnya. Celakai juga Bayu. Dia sudah terlalu banyak mencampuri urusan kita." Sayup-sayup kudengar perbincangan kedua manusia berhati iblis itu."Herman itu sudah tua. Tidak ada gunanya kita mengkotori tangan ini, Ndre. Bentar lagi mati juga dia! Si Bayu saja yang kita habisin," jawab Bogel."Nah, nunggu dia mati entah kapan? Aku gak mau mereka tau semua perbuatanku. Aku gak mau masuk penjara." Lagi-lagi Andre lelaki pengecut itu bersuara. Berbuat dosa tetapi tidak mau bertanggung jawab. Apa bukan pengecut namanya?"Ingat, jangan sampai salah ngasih kamu ya. Dalam minuman Bayu sama Herman. Bukan gelas Winda!" titah Andre berulang-ulang. Yang menjadi pertanyaanku apa yang akan dimasukkan ke dalam minuman aku dan pak Herman? Apa mereka membubuhkan serbuk racun dalam minuman kami berdua?Prang Tidak sengaja kaki ini menyentuh pot bunga yang terbuat dari
"Mas, saya butuh kejelasan. Siapa wanita ini?" tanya Melly penuh emosi saat aku baru pulang bekerja."Bukan siapa-siapa. Kamu dapat darimana sih, foto-foto yang gak bermutu itu!" jawabku seraya menghempaskan bobot tubuhku di ranjang setelah aku lelah seharian karena hampir ketahuan masuk ke ruang meeting saat hendak membuka kabel yang berada di meja pak Herman dan Bayu. Aku ingin membuat seakan-akan itu semua murni kecelakan eh ... mtau-taunya ada seseorang yang telah mengintip perbuatan kami. Entah siapa aku juga belum mengetahuinya."Bukan masalah dapat darimana. Yang saya tanya siapa wanita itu!" Dengan emosi Melly menyodorkan foto aku yang sedang memeluk istri kedua aku. Wanita dua puluh dua tahun yang sudah aku halalkan setahun yang lalu."Mana aku tau. Tanya sama orang yang kirim foto itu. Kok tanya ma aku!" jawabku emosi. "Jadi Mas Andre tidak mengakui jika foto ini foto kamu sendiri. Dasar pengecut!" Teriak Melly dengan suara tinggi. Selama ini belum pernah aku mendengar wani
"Aku akan keluar dari rumah ini. Jadi tidak perlu kalian mengusir. Aku bukan binatang. Cuka satu kalian camkan ya? Suatu hari nanti, kalian semua akan menyesal telah mengusir aku." ujar mas Andre penuh emosi.Sebenarmya aku menyesal telah menunjukkan foto mesra mas Andre dengan wanita lain. Rasa bersalah menghantui diri ini karena telah membuat kehancuran rumah tangga kakakku sendiri. Tapi aku juga kasian melihat kakakku terus saja dibohongin oleh lelaki yang sangat dia cintai selama ini.Belum sempat mas Andre keluar dari pintu utama, tiba-tiba datang tiga orang pria berseragam coklat dan menanyakan keberadaan mas Andre."Assalamualaikum kami dari pihak kepolisian," ujar seorang pria berseragam coklat itu dengan menyerahkan surat pemberitahuan penangkapan."Ada apa ya, Pak?" tanya ibu dengan perasaaan was-was"Kami mencari orang yang bernama Andre. Apakah dia ada di sini?" tanya pria paruh baya berseragam polisi tersebut."Ada. Itu orangnya." Ibu menunjuk ke arah mas Andre yang henda
Hari demi hari berlalu. Hari ini pernikahanku dengan pak Bakri akan diadakan secara meriah. Aku tidak menyangka jika acara pernikahan keduaku akan dihadiri orang penting di negeri ini, mungkin karena pekerjaan pak Bakri sebagai pengusaha sukses di kota ini sehingga mempunyai sahabat atau kenalan orang-orang penting dan ternama."Kamu gugup?" tanya pak Bakri."Tidak, hanya saja aku tidak percaya akan menikah dengan pria asing yang sama sekali tidak pernah aku kenali sebelumnya.""Nanti kamu juga akan terbiasa."Entah kenapa hati ini seperti menyangkal pernikahan ini. Walaupun akad nikah akan dilaksanakan sebentar lagi tetapi entah kenapa aku berharap ditunda bila perlu dibatalkan sekalian."Jangan bergerak!" Seorang lelaki memakai seragam lengkap mengarahkan pistol ke arah pak pak Bakri yang sedang duduk di kursi pelaminan. Sontak semua pengunjung berlarian karena ketakutan. Jantung ini seakan berhenti berdetak. Tidak dapat kubayangkan seandainya peluru itu lepas dari sarangnya dan m
"Naya? Kamu kenapa?" tanya lelaki yang pernah menjadi suamiku itu."Mas ..." aku menghambur kedalam pelukan mas Bayu dan menangis sejadi-jadinya. Hati ini menjadi damai. Aku merasa mas Bayu merupakan orang yang tepat untuk aku berkeluh kesah. Menyampaikan duka yang sedang diri ini alami. Tak ku hiraukan lagi status kami yang sudah menjadi mantan. Berada dalam pelukan mas Bayu membuat aku nyaman."Ada apa, Nay." Dia memegang kedua pundakku dan mengurai pelukannya. Mas Bayu menatapku dengan tatapan iba."Bukankah hari ini hari pernikahanmu?" lanjut mas Bayu lagi membuat tangisku semakin pecah."Dia penipu, Mas. Dia telah membuat malu kami sekeluarga!" ujarku terisak. "Ayo duduk dulu. Ceritakan sama Mas, apa yang terjadi?" ajaknya sembari membimbing tubuh ini untuk duduk dikursi ditaman rumah sakit.Aku menceritakan semua yang terjadi siang tadi. Bagaimana malunya keluarga kami saat calon suamiku diborgol polisi sesaat sebelum akad nikah dimulai."Beruntung aku belum dinikahinya, Mas. K
"Maaf, Kak. Tadi kami singgah dulu untuk membeli perlengkapan ini," jawabku seraya mengangkat kantung plastik."Ya udah kita ke ruangan dulu untuk menanda tangani surat menyuratnya," ajakku pada kak Melly tapi ternyata mas Bayu juga ikut mengekori kami dari belakang."Nay, Kakak disini saja, Kalian saja yang masuk. Kakak gak berani masuk ke dalam," "Ya udah. Biar aku sama Naya saja yang masuk," jawab mas Bayu seraya menggenggam tangan ini untuk masuk ke dalam ruangan dokter.Setelah menanda tangani semua berkas, akhirnya aku sedikit lega. Kami menunggu hasil tindakan dokter di ruang tunggu."Nay, kamu gak ganti baju? Masak dirumah sakit masih memakai baju pernikahan?" ucap mas Bayu dan aku baru menyadari baju yang aku pakai saat pesta pernikahanku tadi bekum aku ganti juga. Begitu juga dengan kak Melly, dia juga masih memakai baju seragam keluarga dengan dengan dandanannya yang cetar membahana."Iya juga. Tadi gak kepikiran mengganti baju. Di pikiranku hanya keselamatan ibu, Mas. Ter