Share

CHAPTER 3

       Sepagi ini Lisa telah tiba di peron terminal. Tadi malam, Sarita banyak bercerita tentang isu pergantian beberapa staf pemegang brand. Dalam isu tersebut, nama Lisa termasuk yang akan memegang brand terbaru. Itu artinya kinerjanya mendapat hasil yang baik, dan diberi kepercayaan menangani produk yang pertama kali akan dijual di Indonesia. Isu itu membuatnya sulit tidur. Awalnya ia hanya  mendengar bahwa perusahaannya akan menjual beberapa brand baru, namun kabar tentang staf yang akan memegang produk baru tersebut tak pernah ia dengar sebelumnya.

       “Kalau isu itu benar, kita akan berpisah. Jangan lupakan aku, ya.”

       Lisa tertawa. 

       “Itu baru isu. Aku belum dipanggil oleh Bu Tari.”

       “Semoga benar, Lis.”

       Dan pagi ini, Lisa duduk di pojokan peron, memerhatikan orang-orang yang lalu lalang sambil menunggu. Ada seorang ibu dengan anak lelaki berusia kira-kira tiga tahun. Terlihat ia kelelahan mengejar anaknya yang begitu aktif, penuh rasa ingin tahu. Sempat anak tersebut mendekati Lisa sambil tertawa-tawa lalu kembali berlari. Peron seperti tempat bermainnya. Sedang sang ibu dengan sabar mengejar. Hingga bus tujuannya tiba, sang ibu menggendong anaknya dan masuk ke dalam badan bus. 

       Lisa mengalihkan pandangan ke arah pintu masuk peron. Gadis berpakaian modis itu juga telah tiba. Kali ini ia mengenakan kemeja putih, celana panjang abu-abu dan blazer dengan warna sama. Tote  bag warna peach di pergelangan kiri, berikut sepatu berwarna senada dengan tas. Wajahnya cerah, sapuan blush pink muda menambah fresh wajahnya. Dengan cepat ia menulis, ‘Tote bag milik gadis modis itu cantik. Seleranya bagus. Sampai sekarang aku menyukai pilihan tas yang dikenakannya. Sayangnya, meski aku pun menyukai keseluruhan penampilan gadis itu, aku masih belum bisa berhigh heel di dalam bus. Bagaimana jika aku keserimpet karena buru-buru masuk ke dalam bus dan terjatuh? Ah, tak mampu membayangkan.’

       Lisa menggelengkan kepala. Sepertinya cukup high heel ia kenakan di kantor saja. Di kantor, ia menyediakan dua pasang sepatu. Satu berwarna hitam, satu lagi berwarna krem. Keduanya setinggi lima senti. Ia mengenakannya saat meeting, bertemu klien atau menemani Bu Tari ke toko. Tapi kalau tak ada meeting atau keluar kantor, ia lebih suka mengenakan sepatu tanpa hak.

       Lisa bangkit dari duduk lalu berdiri memandang keluar peron. Orang-orang sudah banyak berdatangan, memasuki terminal dan mengantri untuk masuk peron. Sebentar lagi ia akan menaiki  bus tujuannya. Namun, matanya tertuju pada seseorang yang berjalan santai menuju peron. The bastard! Ia berjalan pelan dengan langkah lebar. Seperti kemarin-kemarin. Wajahnya muram, dingin dan tanpa ekspresi. Sedikit kepulan asap keluar dari mulutnya. Penampilan yang tak jauh berbeda dari yang sudah-sudah. Kali ini ia mengenakan jeans hitam dan kemeja hitam yang licin, minim kerutan. Tanda disetrika dengan sempurna. Lisa mengapresiasi pakaian lelaki itu, lalu timbul penasaran, apakah ia juga…hmmm…wangi parfum. Atau, dominan bau asap rokok. Mata Lisa mengikuti arah jalan lelaki itu. Hingga di depan pintu peron, lelaki itu masuk. Lisa pun mengeluarkan buku tulis, ‘Dia membuatku penasaran, sewangi apa, ya? Mungkin aku bisa menebak parfum apa yang ia pakai. Baiklah, tantangan berikut: melewati the bastard.’

       Lisa bersiap-siap. Bus yang akan dinaiki sedang mengantri. Masih ada waktu, pikir Lisa. Jadi dia bisa pura-pura mendekati lelaki itu. Pelan gadis itu berjalan menuju tempat the bastard berdiri. Jaraknya agak jauh dari tempat bus tujuan Lisa, tapi tak apa. Setidaknya lelaki itu berdiri di tempat para pengantri. Sedikit lagi gadis itu mendekat. Sekitar dua meter jarak mereka berdua, Lisa mempercepat langkah, namun lelaki itu malah menjauh, memberi jarak pada Lisa. Mungkin lelaki itu mengira Lisa akan mengantri. Dan tepat di saat itu bus tujuannya tiba. Lisa menghela nafas pendek. Waktunya berangkat. Setengah kecewa, Lisa memasuki badan bus. 

                              ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status