Share

CHAPTER 2

       Rutinitas pagi yang sama. Lisa menekuri setiap pergerakan orang-orang di sekitar peron terminal. Duduk di pojok sambil memegang buku dan pensil berpenghapus di ujungnya. Wanita setengah baya yang sering terlihat berjalan sambil bicara lewat hand phone itu terlihat mondar mandir, tentu dengan ear phone di telinganya. Entah apa yang ia bicarakan hingga beberapa kali melewati bus yang menjadi tujuan tumpangannya. Dan seorang Bapak, dengan koran di tangan kiri. Sering memberikan senyum ramah pada Lisa. Bapak ini sepertinya pensiunan sebuah instansi, namun hampir setiap hari menggunakan bus. Wajahnya bersih, membawa tas kulit lusuh dan koran yang baru dibeli di pojokan peron. Baju batik yang rapih licin disetrika dan sepatu yang tak mengilat. Lisa pun sering memperhatikan seorang gadis yang usianya mungkin beberapa tahun lebih tua darinya. Memakai setelan jas dan rok selutut dengan sepatu high heel setinggi tiga senti menurut perkiraan Lisa. Wajahnya bermake up sempurna, sangat modis dan Lisa suka memperhatikannya. Lisa merasa tak bisa sepertinya. Entah bagaimana gadis itu bisa tahan dengan berdiri dalam bus mengenakan sepatu high heel. 

       Namun baru-baru ini, Lisa memperhatikan lelaki itu. Kali ini ia mengenakan celana jins dan kemeja biru gelap, berkaca mata hitam. Kemarin ia mengenakan celana jins dengan tshirt abu-abu dan jaket jins. Terlihat ia mengusap kantong kemeja sebelah kiri. Sepertinya di situlah ia meletakkan bungkus rokok. Day pack selalu bersandar di belakang punggungnya. Lisa melihat ke arah kaki dan sedikit tersenyum. Terlihat mahal, namun sepertinya sandal jepit bukanlah padanan yang pas. 

       Lelaki itu seperti tahu jika diperhatikan. Ia melepas kaca mata hitam lalu menoleh ke arah Lisa. Gadis itu tak siap dengan serangan tatap darinya. Setengah kaget dan gugup, Lisa menunduk, dan menulis kalimat “Lelaki charming tapi bastard”. Wajahnya terlihat bersih, namun raut yang dingin membuat Lisa menjulukinya the bastard.      

       Ia pun menulis, 'Bagaimana bisa ia bagaikan es dari kutub utara? Apa hanya ingin terlihat lebih keren? Mungkin ia mengalami pagi yang buruk. Yeah, sama sepertiku. Terkadang aku pun pernah mengalami, terutama saat melihat sale gila-gilaan di tanggal tanggung. Hahahah.'

       Jemari Lisa berhenti menulis, berharap lelaki itu sudah berlalu menaiki bus. Perlahan gadis itu mengangkat kepalanya. Ia masih di sana, menundukkan kepala dan matanya tertuju pada hand phone di tangan. Lisa memperhatikan raut yang dingin kaku. Sepagi ini bahkan wajahnya tak ceria. Mungkinkah karena beratnya hidup, atau betapa rumit pekerjannya, atau memang seperti itulah pribadinya. Entah. Kembali Lisa menulis di bukunya,  'Apa yang ia pikirkan, hingga tak sempat memberikan senyum pada pagi?'

       Lisa masih memandang raut itu. Seketika matanya membulat. Ada segaris senyum di bibir sang pemilik wajah dingin. Ah, tak sadarkah ia jika senyum itu membuat wajahnya lebih bersinar? Lisa tersenyum sendiri, lalu menulis, 'Senyumnya terlalu manis, hingga aku tak bisa berlama-lama memandangi, khawatir kena diabetes.'

       Bus yang biasa Lisa tumpangi telah tiba. Ia pun memasukkan bukunya ke dalam tas dan berdiri mengantri untuk masuk. Sebelum masuk ke dalam badan bus, ia sempat menengok ke arah posisi tempat lelaki itu berdiri. Ia sudah tidak di sana. 

                            ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status