Share

05. ~BCSI~

Mendengar ucapan ibu mertuanya, membuat Arcelia menahan senyum bahagianya. Gadis itu menatap wajah datar Karan dengan penuh harap. Berdoa dalam hati supaya Karan menyetujui kata ibunya.

'Sebentar lagi aku akan terlepas dari manusia jahanam ini. Hore! Terimakasih udang!' dalam hati Arcelia bersorak gembira.

"Ada apa ini? Pagi-pagi sudah ribut?" Budi, papa Karan beserta kakek masuk ke dalam kamar.

"Ini, Pa. Arcelia meracuni Karan. Lihat, Karan sampai tidak berdaya seperti itu," adu Mona terhadap suaminya.

Membenahi letak kacamata yang melorot, Budi lalu menatap Arcelia. "Apa benar seperti itu, menantu?" tanyanya datar.

Arcelia pun mengangguk mengakuinya , karena terlalu semangat ingin diceraikan. "Benar, aku nyaris membunuhnya. Aku sangat ceroboh."

"Astaga, lihat wajahnya itu. Mengapa tidak merasa bersalah sama sekali," kata Mona yang ditunjukan pada Arcelia.

"Ehem, tidak apa-apa. Karan masih hidup," ucap Budi.

Arcelia melongo, tidak menduga dengan respon sang papa mertua yang sangat santai. Gadis itu lantas mendekat pada Karan. 'Jangan sampai gagal cerai!' batinnya berseru.

Bersimpuh di atas lantai, kedua tangannya meraih pipi karan. Jangan mengira Arcelia menyentuh dengan lembut, tidak seperti itu. Telapak tangan Arcelia mendarat cukup keras di pipi karan. Hingga Karan sempat memejamkan mata menahan perih.

"Karan, aku sudah sangat bersalah. Benar kata mama kamu, aku pasti tidak termaafkan. Sebaiknya, turuti kata mama, kembalikan saja aku pada orang tuaku." Arcelia berucap dengan suara yang dibuat bergetar seolah merasa sangat bersalah.

Karan menatap wajah sang istri dengan pandangan yang sulit ditebak. Satu telapak tangan besarnya meraih kepala Arcelia, kemudian ia dorong hingga jatuh di dadanya. Menekannya cukup keras yang mana membuat Arcelia sedikit sulit bernapas.

"Sayang, mengapa kamu mengatakan hal mengerikan seperti itu? Kamu sama sekali tidak bersalah." Karan kembali menekan kepala Arcelia yang hendak menjauh.

"Aku tidak bisa bernapas, si*l*n," geram Arcelia lirih.

Karan tidak perduli. Ia sedang melakukan pembalasan yang terlihat romantis ketika dilihat dari jauh.

"Nikmati pembalasanku," bisik Karan.

Karan kemudian menatap semua orang. "Aku tidak akan pernah mengembalikan istriku pada orang tuanya," ucapnya dengan tegas.

Seketika, Arcelia menegakan kepalanya. Gadis itu menatap wajah karan dengan tatapan tidak percaya. 'Plot twist macam apa ini? Mengapa Karan melawan mamanya, apa mereka berbeda kubu, bagaimana mungkin. Apa sebelum menjelma menjadi suami durhaka, dia lebih dulu mendalami peran sebagai anak durhaka?' Otak Arcelia dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

"Hidupmu akan kacau jika bersamanya, Karan." Mona kembali berucap. Wanita itu sangat tidak menyukai Arcelia.

Sementara Karan diam tidak merespon.

"Pertimbangkan dulu, Karan. Lihatlah, Fela benar-benar jauh lebih baik dari pada Arcelia. Kamu tidak akan mengalami kesulitan jika memiliki istri seperti dirinya. Selain itu, Fela gadis yang sangat sopan," sahut Mona.

Reflek, Arcelia menatap gadis bernama Fela yang tengah menunduk malu.

'Sopan dari mananya? Pakaian saja sangat mini menonjol sana-sini seperti orang yang mau pergi dugem.' Arcelia membatin.

Masa bodoh dengan itu, Arcelia kembali fokus pada Karan.

"Benar, hidupmu akan kacau, Karan," bisik Arcelia.

Karan lalu menggeleng. Mata minimalisnya menatap Mona dengan tajam, kemudian beralih menatap sang papa. "Aku mencintai istriku. Arcelia hanya melakukan kesalahan kecil, mengapa harus dibesar-besarkan sampai mengembalikan istriku pada keluarganya?" Karan kembali menatap Mona, masih dengan tatapan tajamnya. 

"Kamu sama-sama wanita, Tante. Bagaimana bisa dengan mudah mengusulkan hal sejahat itu dan membandingkan Arcelia yang posisinya sebagai menantu di rumah ini dengan wanita lain?" Sakrasnya penuh penekanan.

Usai mengatakan itu, Karan kemudian menoleh pada Arcelia, kedua matanya memancarkan kelembutan. "Aku mencintainya dan menerima seluruh kekurangannya."

Arcelia nyaris bertepuk tangan dengan akting Karan yang benar-benar natural dalam membangun citra sebagai suami idaman yang sangat baik, namun memperburuk citranya sebagai istri ceroboh. Beruntung gadis itu dapat menahan diri untuk tidak bertepuk tangan.

Detik berikutnya bibir Arcelia bergumam, "T-tante?" lirihnya bingung dengan panggilan yang Karan sematkan pada ibu mertuanya.

Semua terasa sangat membingungkan bagi Arcelia. 

Mendengar kata-kata Karan, membuat Mona mati kutu, wanita itu lantas meninggalkan kamar Karan sembari menggandeng Fela. Diikuti oleh papa Karan.

"Arcelia, tolong maafkan, mertuamu, ya," ucap Kakek mewakili.

Arcelia menggeleng, gadis itu segera beranjak dadi posisinya. "Aku memang bersalah, Kek. Apa yang dikatakan mama eh tante-" Arcelia menggaruk kepalanya, ia jadi bingung harus memanggil Mona apa, mama atau tante mertua.

"Tante." Karan menegaskan.

"Oh, tante mertua mengatakan hal yang benar, Kek. Aku tidak cocok menjadi istri, Karan," ujar Arcelia, masih berjuang untuk diceraikan.

Tersenyum tipis, Kakek lalu menggeleng. "Mona tidak berhak atas hubungan kalian. Bukankah Kakek sudah bilang, Karan sangat mencintaimu. Yang terpenting adalah bagaimana kalian berdua. Kamu merasakan itu, kan? Bagaimana saat tadi Karan menegaskan tentang perasaannya?" Suara Kakek terdengar lembut dan menenangkan.

Sejauh ini Kakek adalah salah satu manusia paling normal di keluarga ini.

Ingin rasanya, Arcelia memberi tahu jika Karan hanya bersandiwara. Namun, mengingat kesehatan sang Kakek mertua, Arcelia tidak tega. Takut tiba-tiba kakek shock kemudian berpindah alam.

"Istirahat, Arcelia. Tolong rawat Karan dengan baik, ya," pesan beliau sebelum pergi dari kamar.

Arcelia mengangguk meski tidak mau.

Noah, yang dari tadi hanya diam menonton kini mendekat, memberikan obat. "Nona Arcelia. Ini obat untuk Karan. Aku titip dia, ya. Jika keadaanya memburuk segera hubungi aku."

Kini di dalam kamar hanya tinggal Karan dan Arcelia. Gadis itu menghampiri Karan, duduk disisi kasur yang kosong.

"Seharusnya alurnya tidak begini. Seharusnya kamu menurut pada tante mertua, biasanya 'kan begitu. Suami jahanam yang nurut pada orang tuanya. Mengapa kamu berbeda Karan?" tanya Arcelia frustasi. Gadis itu lelah menghadapi plot twist yang berkali-kali, padahal semuanya baru dimulai.

Menopang kepalanya menggunakan satu tangan, Karan menampilkan senyum menyebalkan. "Kamu hanya perlu mengingat pesan kakek, rawat suamimu ini dengan baik," katanya tanpa tahu malu.

Arcelia segera menggeleng, menolak keras. "Kamu tau, kan kalau nasi goreng itu ada udangnya? Kamu sengaja tetap memakannya karena ingin membuat citramu semakin baik supaya mudah menindasku?" tanyanya melontarkan unek-unek.

"Tidak, aku sudah lupa bagaimana rasa udang, tapi aku akui rasa nasi goreng itu berbeda dan lebih enak."

"Bohong!"

"Kalau tidak percaya dengan jawabanku mengapa kamu harus bertanya?" Sinis Karan.

Memijit pelipisnya, Arcelia merasa pusing. "Karan, mari akhiri semua ini. Tidak akan ada gunanya mempertahankan pernikahan konyol ini."

"Tidak mau. Bukankah sudah aku bilang, aku tidak akan melepaskan sesuatu yang sudah menjadi milikku. Apa kamu tidak merasa jika ini sangat menarik?" Tanyanya dengan kedua alis yang bergerak turun naik.

"Sinting! Kamu benar-benar sinting. Menarik kepalamu hijau!" sewot Arcelia. Gadis itu tidak mengerti apa tujuan Karan melibatkan dirinya dalam hal rumit ini.

Karan tertawa. Laki-laki itu menarik Arcelia yang terlihat masih berpikir keras mengenai semuanya. Diam-diam Karan mendekat dan hap, laki-laki itu berhasil mendekap Arcelia.

"Ayo, sekarang manjakan aku. Kamu harus bertanggungjawab karena sudah berkali-kali membuatku tidak berdaya," bisiknya dengan suara deep voic yang membuat Arcelia meremang.

"Tidak mau! Lepaskan aku. Katakan mengapa kamu tidak mau menceraikan aku? Apa alasanmu yang berniat memberi neraka padaku? Apa salahku padamu Karan!!" tanya Arcelia menuntut.

Menatap wajah Arcelia yang merah padam, jemari Karan perlahan bergerak menyelipkan helaian rambut gadis itu ke belakang telinga. "Kau sungguh ingin tau alasannya?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status