Share

06. ~BCSI~

"Kau sungguh ingin tau alasannya?"

"Ya. Katakan!"

Karan terdiam, laki-laki itu malah betah memandangi wajah cantik Arcelia.

Kesal dengan tingkah Karan, Telapak tangan Arcelia lantas menutup kedua mata Karan secara kasar. Hingga kepala Karan membentur kepala ranjang.

"Aku bilang katakan, kamu pikir aku bisa mengerti bahasa kalbu? Hanya dengan melihat matamu yang melotot seperti itu!" Sewot Arcelia.

Lagi-lagi Karan dibuat tertawa. Ia meraih jemari Arcelia yang menutupi mata kemudian mengecupnya.

"Aku harus mencuci tanganku menggunakan disinfektan!" Sinis Arcelia usai menarik tangannya.

"Bukankah ini yang kamu mau? Diperlakukan dengan lembut?"

Arcelia menatap sinis, ia harus benar-benar waspada menghadapi seorang Karan yang memiliki jurus seribu muslihat.

"Bukan. Aku ingin cerai! Berhenti berbicara omong kosong, Karan!"

"Baiklah, tidak ada alasan tertentu mengapa aku memberikan neraka diawal untukmu. Tujuannya untuk menguji seberapa manusiawi dan seberapa layak kamu disebut gadis yang baik untuk dipercaya, menjadi istri seorang Karan tidak mudah," jelas Karan.

Shock? Tentu saja, bahkan bibir Arcelia tanpa sadar terbuka karena alasan yang sangat tidak masuk akal. "Kelakuanmu sungguh diluar semesta, Karan. Bagaimana mungkin menguji sementara kamu saja tidak seperti manusia." Arcelia berucap dengan kepala yang menggeleng pelan.

Karan tersenyum miring, ia mendekatkan wajahnya hendak melakukan sesuatu, namun, Arcelia lebih dulu mencegah, telapak tangannya mendorong wajah Karan.

"Mengapa harus aku? Apa salahku!" Bentak Arcelia. Menurutnya, Karan seperti memiliki dendam kesumat terhadap dirinya.

"Satu-satunya kesalahanmu adalah menerima lamaranku. Kamu sudah masuk ke dalam hidupku, maka tidak ada jalan keluar bagimu." Karan menampilkan ekspresi devil-nya.

Menggelengkan kepala, berkali-kali pun Arcelia mencoba mencerna alasan yang dikatakan oleh Karan tetap saja gadis itu tidak dapat memahaminya.

Karan menatap lekat wajah Arcelia yang terlihat sekali tidak terima alasannya.

"Sekarang giliranku bertanya, mengapa kamu mau menerima lamaranku?"

Karan tahu betul hubungan dekat antara Arcelia dengan Bryan. Bagaimana cara adiknya yang memandang Arcelia dengan tatapan penuh cinta. Dan begitu pula Arcelia yang kerap tersenyum senang ketika mengobrol dengan Bryan.

Hanya dilihat dari situ saja sudah jelas jika keduanya saing mencintai. Tidak ada yang namanya sahabat antara laki-laki dan perempuan. Pasti ada rasa diantara keduanya.

"Karena aku tertipu oleh wajah malaikatmu! Itu adalah kesialan terbesar dalam hidupku."

Dahulu, saking mengagumi Karan. Arcelia kerap menanyakan hal apa pun mengenai Karan terhadap Bryan. Dari kesukaan, hal yang paling dibenci hingga Arcelia tahu jika Karan alergi terhadap udang.

Apa lagi ketika Karan menolongnya, saat Arcelia hendak dilecehkan oleh teman Bryan. Bagaimana kerennya Karan melindungi dirinya hingga babak belur. Hal itu membuat Arcelia memandang Karan semakin baik bak seorang malaikat.

Kini baik Arcelia dan Karan, sama-sama terdiam. Mereka sama-sama tidak percaya dengan alasan yang diberikan.

"Hanya karena itu?" tanya Karan sangat tidak yakin.

"Ya, makanya cerai saja!"

"Kak! boleh aku masuk?" Suara Bryan terdengar.

Karan segera mengambil posisi, mendekap erat Arcelia.

"Lepaskan. Tidak seperti ini jika ingin membunuhku!" Arcelia meronta.

"Diamlah. Atau aku akan melakukannya sekarang supaya dilihat oleh Bryan," bisik Karan mengancam.

Arcelia berhenti meronta, ia tidak mau ambil resiko. Karan itu sangat berbahaya, ada kalanya ia harus pura-pura mengalah untuk menang.

"Aku sudah tidak minat membuatmu jadi gelandangan, membunuhmu sepertinya pilihan terbaik!"

Karan terkekeh mengejek. Ia semakin mengeratkan dekapannya.

"Masuk saja! Tidak dikunci!" Teriak Karan menjawab pertanyaan Bryan.

Bryan muncul dari balik pintu, pria itu memalingkan wajah saat melihat betapa mesranya pengantin baru itu. "Maaf, aku mengganggu, ya?"

"Tidak." Karan membalas dengan singkat.

"Katanya, Kakak kambuh alerginya, sekarang bagaimana kondisi, Kakak?" Bryan bertanya kondisi Karan. Namun fokus laki-laki itu tertuju pada Arcelia yang wajahnya tenggelam di dada Karan.

"Sudah membaik. Istriku sangat bisa diandalkan dalam merawatku."

Brayan mengangguk dengan senyum tipis. "Syukurlah. Oh, iya. Selain itu, aku disuruh kakek memanggil Arcelia-"

"Arcelia sekarang sudah menjadi istriku, kurang sopan jika kamu memanggil hanya dengan namanya, Bray." Karan memangkas ucapan Brayan.

"Maaf, maksudku, kakek menyuruh kakak ipar untuk sarapan bersama," tutur Brayan.

"Karan aku butuh sarapan, untuk melawanmu," kata Arcelia pelan.

"Baiklah, kita lihat seberapa kuat kamu bisa melawanku." Karan berbisik. Dari sudut pandang Bryan terlihat seperti Karan sedang mengecup Arcelia.

"Arcelia, akan turun sebentar lagi. Kamu ke ruang makan saja dulu," ucap Karan pada Bryan.

Mendengar pintu kamar tertutup. Arcelia segera menjauhkan dirinya. "Lihat saja, aku akan kabur. Tidak akan kembali ke kamar ini!"

"Lakukan saja, aku jamin, orang tuamu akan mengembalikanmu kemari," balas Karan percaya diri.

Arcelia mengabaikannya. Gadis itu pergi dengan langkah yang dihentakan, lalu menutup pintu dengan begitu keras.

"Arcelia!" Karan memegang dadanya karena terkejut. Laki-laki itu menarik napas dalam lalu menghembuskannya.

"Ya ampun, menghadapi satu gadis seperti menghadapi sepuluh harimau. Semoga tensiku tidak melonjak." Karan mengusap-usap dadanya.

Usai sarapan, Arcelia tidak kembali ke kamar. Gadis itu memilih keluar beralasan ingin melihat taman bunga yang ada di bagian samping rumah. Sebenarnya ia butuh waktu untuk mencari solusi menghadapi Karan.

Cukup lama Arcelia terdiam menatap bunga yang indah, namun ia belum menemukan solusi apa pun. Gadis itu menghela napas berat.

Satu kelopak bunga mawar tiba-tiba berada di depannya. Arcelia pun lantas menoleh. "Bryan?"

Sementara di dalam kamar. Karan duduk dengan perasaan resah. "Apa dia benar-benar kabur? Harusnya sudah kembali."

Mengabaikan rasa pusing yang masih tersisa. Karan lantas beranjak dari duduknya, ia keluar untuk mencari Arcelia.

Di beri tahu oleh salah satu ART. Karan lantas berjalan menuju taman. Namun langkahnya terhenti kala dari kaca besar yang menunjukkan pemandangan taman. Terlihat ada Bryan yang tengah berdiri di samping Arcelia.

"Apa maksudmu memberiku bunga? Apa ini belasungkawa?" Tanya Arcelia dengan sinis. Ia tidak menerima bunga itu.

Tersenyum tipis, Bryan menoleh menatap wajah Arcelia dengan tatapan begitu dalam. "Aku tidak menyangka kamu tiba-tiba jadi Kakak iparku." Suara Bryan terdengar lirih.

"Kamu salah satu orang yang harus disalahkan. Mengapa kamu tidak bilang jika Karan laki-laki yang seperti itu! Mengapa kamu membual tentang kebaikan Karan!"

Jika saja Bryan jujur mungkin Arcelia tidak akan menerima lamaran Karan. Sebab pusat informasi kebaikan Karan adalah dari Bryan.

"Kak Karan memang baik, Arcelia. Ada apa denganmu, bukankah ini yang kamu inginkan?" Bryan mencoba merelakan gadis yang ia cintai untuk sang kakak.

Arcelia tidak menjawab, gadis itu memalingkan wajah lalu berjalan cepat meninggalkan Bryan. Namun naas, kakinya tersandung hingga terjatuh. "Mengapa kesialanku masih berlanjut!" Racau Arcelia sembari memukul rumput.

Bryan segera menghampiri Arcelia. Laki-laki itu mengangkat Arcelia tanpa ijin. "Turunkan aku, Bry! Kau tidak boleh menyentuhku sembarangan!"

Melihat pemandangan seperti itu, Karan mengepalkan tangannya. Laki-laki itu berpaling berjalan kembali ke kamar. "Sudah aku duga. Arcelia pasti memiliki alasan lain mau menikah denganku. Bisa-bisanya dia berduaan dengan laki-laki lain."

Beberapa pun menit berlalu. Arcelia baru kembali ke kamar. Baru saja dia masuk disambut oleh Karan.

Byur.

Dengan tega Karan menyiramnya menggunakan satu ember air.

"Karan! Apa yang kamu lakukan apa kamu gila!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status