Share

PERTENGKARAN HEBAT

"Berani-beraninya kamu bermesraan dengan pria lain di hadapanku?!" Cecar Arka, ia mengeratkan genggaman tangannya di pergelangan tangan Kei. Padahal luka memar di tangan Kei belum memudar sepenuhnya, tapi kini Arka kembali membuat luka baru.

"Lepas, mas. Kamu menyakitiku," ucap Kei dengan lirih. Matanya berembun, setiap pria itu kasar, hatinya terasa sakit.

"Ini pantas kamu dapatkan, kamu harus aku beri pelajaran agar tidak bertindak sesukamu! Kenapa kamu memeluk pria lain, hah?" Sentak Arka.

Kei memejamkan matanya saat suara bentakan pria itu terdengar memekakkan telinganya. Air mata yang sedari tadi menggenang kini meluruh sudah. "Dia hanya temanku, mas. Bukan kah dia juga sahabat mu?" Ucap Kei. Perempuan itu mulai terisak. Sakit di pergelangan tangannya tak seberapa jika di bandingkan dengan rasa sakit yang hatinya rasakan karena perlakuan pria itu.

"Teman? Aku meragukan itu! Apa dia juga sudah menikmati tubuhmu?! Apa kamu juga merayunya? Aku percaya padanya, tapi kamu? Jalang sepertimu pasti lihai menggoda seorang pria."

Kei sontak menatap Arka, air matanya semakin deras mengalir. Bagaimana bisa Arka menuduhnya dengan tuduhan yang begitu keji, padahal Arka tahu betul bahwa Arka adalah yang pertama untuknya. "Jaga bicaramu, mas. Tidak cukup kah kamu melukai ku? Hatiku sudah cukup sakit dengan semua perlakuanmu, kenapa kamu menambahnya dengan tuduhan tidak masuk akal seperti itu? Aku bukan wanita murahan," sangkal Kei.

Bak tersayat ribuan sembilu, hatinya begitu perih. Suami yang selama ini ia anggap pria idaman ternyata begitu kejam. Atas dasar dendam yang bahkan Kei tak tahu, Arka terus menyakitinya.

"Aku tidak akan pernah merasa puas sebelum melihatmu menderita. Jika perlu, menangis darah lah di depan ku Shaletta Kei!"

"Cukup! Cukup, mas. Kamu menyakitiku atas kesalahan yang sama sekali tidak aku tahu. Lepaskan aku, mas! Aku tidak mau hidup dengan pria kejam sepertimu! Aku sungguh mencintaimu, mas. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu merubah cintaku menjadi kebencian, kamu kejam!"

Arka tertawa, ia merebut paperbag yang Hiko berikan pada Kei lalu melemparnya. Dengan kasar Arka mendorong Kei, hingga Kei mundur membentur dinding di belakangnya.

"Akh.." ringis Kei saat punggungnya terasa nyeri. Belum sempat menegakkan tubuhnya, Arka kembali menghampirinya.

Pria itu menyeringai, menghimpit tubuh Kei dengan kuat ke dinding. "Apa sakit? Aku senang melihatmu kesakitan!" bisiknya.

Aura dingin dari pria itu membuat Kei sangat ketakutan, ia mencoba meronta agar Arka melepaskannya.

"Lepaskan aku, mas. Dadaku sesak," ucap Kei dengan suara berat. Himpitan Arka benar-benar kuat, tulang-tulang di tubuhnya terasa sakit dan remuk.

"Memohon lah Shaletta Kei, aku ingin melihat kau mengemis padaku!" Bisik Arka lagi, suara pria itu benar-benar terdengar menakutkan. Tatapan matanya tajam, kedua matanya bahkan tampak memerah karena amarah.

Kei menggeleng, meski ia takut setengah mati, tapi ia tak sudi memohon pada Arka. Hal itu membuat kemarahan Arka semakin menjadi.

"Wanita sialan!" Arka menjauhkan dirinya, tapi bukan untuk melepaskan Kei, ia cengkram lengan Kei dengan kuat, lalu menyeret perempuan itu ke dalam kamarnya. Dengan kasar Arka menghempaskan tubuh Kei ke atas ranjang, "Berani melawanku? Kamu akan tahu sendiri akibatnya!"

Kei beringsut mundur, ia begitu takut. Arka seperti iblis berwujud manusia, semua yang pria itu lakukan sangat menyakitinya. Isak tangisnya semakin keras saat Arka menghampirinya lalu menarik ke dua kaki Kei dan menindihnya.

Bayangan ketika pria itu mencekiknya kembali berputar di benak Kei, Kei menggeleng sebagai bentuk penolakan atas apa yang Arka lakukan padanya. Ia takut, sangat takut. Apalagi melihat rahang Arka mengeras, urat-urat di wajah pria itu terlihat jelas.

"Jangan sakiti aku lagi, mas," ucap Kei seraya terisak.

Arka menyeringai, membuat pria itu terlihat menakutkan berkali-kali lipat. "Memohonkan!" Bisiknya.

Kei kembali menggeleng, rasanya begitu berat jika harus memohon. Penolakan Kei benar-benar memancing amarah Arka, pria itu kembali mencekik leher Kei yang bahkan masih memerah karena perbuatannya.

Kei meronta, kedua tangannya memukul-mukul punggung Arka. Ia tatap mata Arka dengan nanar, berharap pria itu melepaskannya. Dan entah mengapa, Arka mulai terganggu dengan tatapan itu. Pria itu berteriak gusar lalu melepaskan Kei begitu saja.

"Uhuk uhuk uhuk," Kei terbatuk hebat, ia memegang lehernya yang terasa sakit. Ia hirup udara sebanyak-banyaknya, oksigen dalam paru-parunya terasa menyempit, tenggorokannya kering, suaranya tercekat. Ia hanya bisa meraung kesakitan seraya meringkuk membelakangi Arka.

"Brengsek!" Umpat Arka, entah mengumpat siapa. Pergolakan dalam batinnya membuat pria itu kesal. Batinnya tengah berperang, antara kasihan dan kebencian.

Tanpa mengatakan apapun, Arka pergi begitu saja. Ia mengunci pintu kamar agar Kei tak keluar semaunya.

"Le-lepaskan aku, mas. Jangan kurung aku, buka pintunya," ucap Kei dengan suara parau. ia berusaha bangkit, berjalan tertatih menuju pintu. Ia gedor benda itu sekuat yang ia bisa, nyatanya gedoran itu tak menimbulkan suara sedikit pun, tenaganya benar-benar terkuras.

"Uhuk uhuk uhuk," Kei kembali terbatuk, ia jatuh meluruh ke lantai, tangisnya terdengar begitu pilu. "M-mas, buka pintunya!" Suara Kei bahkan hilang, untuk menelan ludah saja rasanya sakit.

***

Beberapa saat berlalu, Kei tengah membaringkan tubuhnya saat Arka kembali memasuki kamar. Perempuan itu sontak bangun dan beringsut takut, sisa-sisa air mata masih tampak membasahi pipinya.

Kei memalingkan wajahnya saat Arka duduk di sisi ranjang menatapnya. Ia kembali bergeser, memberi jarak lebih jauh dari Arka. Seperti itu lah hubungan mereka sekarang, Kei tengah berusaha membentengi dirinya dari Arka, memberi jarak sejauh mungkin agar ia tak terus terluka.

Baru saja Arka hendak bicara, suara ketukan di pintu kamar menghentikannya. Dengan malas ia beranjak untuk membuka pintu.

Rumi menunduk segan, "Maaf, Tuan. Ada tamu yang mencari, Nyonya."

Arka mengerutkan dahinya, ia menatap Rumi seolah bertanya siapa yang mencari istrinya? Rumi hanya menggeleng sebagai jawaban.

Seraya berdecak, Arka keluar kamar untuk melihat siapa yang datang mencari Kei. Tidak lupa juga ia menutup pintu dan kembali menguncinya dari luar.

Dari depan pintu kamar, ia sudah dapat melihat ke ruang tamu bawah. Matanya membulat sempurna saat mengetahui siapa yang datang mengunjungi rumahnya. Ia mengusap wajahnya dengan gusar, kepanikan terlihat jelas di raut wajahnya.

"Sial!"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status