/ Romansa / Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin / BAB 1 : Tawaran Sang Iblis

공유

Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin
Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin
작가: TenMaRuu

BAB 1 : Tawaran Sang Iblis

작가: TenMaRuu
last update 최신 업데이트: 2025-05-27 17:02:06

Pesan itu datang seperti vonis mati di siang bolong.

[Seminggu dari sekarang, kalau hutang bapakmu nggak lunas juga, siap-siap kantormu itu saya segel!]

Nama pengirimnya: Bang Darto.

Profesi: Rentenir.

Jantung Alina seolah berhenti berdetak sesaat, lalu berdentum keras menyesakkan dada.

Tujuh hari.

Hanya itu waktu yang ia punya untuk mencari uang ratusan juta, melunasi hutang peninggalan ayahnya yang baru terungkap setelah beliau tiada.

Euforia sesaat setelah presentasinya yang sukses pagi ini seketika langsung lenyap, tergantikan oleh kepanikan yang terus saja merayap di pembuluh darahnya.

Pikirannya langsung tertuju pada satu hal lain yang membuatnya semakin sesak:

biaya cuci darah rutin untuk ibunya.

**

Malam itu, saat mengunjungi ibunya di rumah kontrakan mereka yang sederhana, Alina berusaha memasang wajah ceria. Namun, Ibu Riana, dengan kepekaan seorang ibu, bisa merasakan kegelisahan putrinya.

"Ada masalah di kantor, Lin? kamu kelihatan pucat begitu soalnya, Ada apa? Sini ngobrol sama ibu" tanya Ibu Riana lembut, tangannya yang kurus mengusap punggung tangan Alina.

Alina menggeleng, mencoba tersenyum. "Eh.. Nggak ada apa-apa, Bu. Cuma kecapek-an aja."

Ibu Riana diam sejenak, seakan tahu Alina sedang berbohong.

"Mikirin soal hutang ayahmu, ya?" Akhirnya, tebak ibunya pelan. Insting seorang ibu memang jarang meleset.

Tak pakai lama, Sang ibu bangkit, berjalan tertatih-tatih ke lemari tuanya, lalu tak lama, ia kembali dengan sebuah kotak beludru kecil yang sudah kotor karena debu. Ternyata.. Di dalamnya ada sepasang anting emas peninggalan nenek.

"Jual ini saja, Nak. Ini harta warisan terakhir kita. Peninggalan nenek. Mungkin bisa bantu meringankan sedikit." ucap ibu, yang tahu saja kalau harga emas lagi melonjak.

Hati Alina terasa seperti diremas. Ibunya yang sakit masih saja memikirkannya, bahkan rela melepaskan satu-satunya kenangan berharganya.

TIDAK.

Alina tidak akan membiarkannya.

"Nggak usah, Bu," kata Alina tegas, segera menutup kembali kotak itu dan menggenggam tangan ibunya. "Alina janji bu, Alina akan selesaikan semuanya yah. Alina mohon.. ibu nggak usah mikirin masalah ini lagi, Alina cuma minta Ibu fokus aja untuk sehat, ya?"

**

Di puncak keputusasaannya itulah, setelah kembali ke apartemennya, Alina panik mencari solusi apa pun di internet. Ia harus mencari jalan keluar. Sekarang juga. Setelah puluhan tab peramban terbuka tanpa hasil, matanya menangkap sebuah iklan samar di kolom samping sebuah portal berita bisnis.

Kebutuhan Mendesak, Kompensasi Besar.

Iklan itu tidak menjanjikan apa-apa selain menyisakan misteri. Hanya menyebutkan bahwa sebuah pihak "elite" mencari wanita dengan kriteria tertentu untuk "proyek pribadi yang sangat rahasia."

Di bawahnya, hanya ada satu nama kontak:

Andra.

Terdengar seperti jebakan atau penipuan, bahkan mungkin sesuatu yang lebih buruk

Tapi Alina, terasa sudah tidak punya kewenangan untuk memilih. Dengan tangan yang gemetar, ia coba menelepon nomor itu.

**

Selang beberapa waktu..

Panggilan singkat itu, akhirnya membawanya ke sini. Sebuah kantor konsultan hukum yang megah di pusat kota. Ruangannya dingin, sunyi, dan beraroma seperti uang baru.

Saat pintu ruang pertemuan utama terbuka, dunia Alina seolah runtuh. Pria yang berdiri membelakangi jendela, dengan siluet tinggi dan tegap yang terasa mendominasi itu, adalah..

Revan Adhitama.

Musuh bebuyutannya di masa SMA.

"K-kau?" desis Alina, rasa kaget dan tidak percaya membuat suaranya nyaris hilang.

Revan hanya mengangkat satu alisnya, seolah terhibur. "Hm.. ‘Surprise’!, Alina Cantika Dewi?" panggilnya dengan nama belakang yang selalu ia gunakan untuk mengejek Alina dulu.

Napas Alina tercekat.

Langsung saja, Semua kenangan buruk tentang pria ini kembali membanjiri otaknya. Rivalitas sengit mereka, puncaknya saat kompetisi desain nasional tingkat SMA.

Alina, dengan maket arsitektur yang ia buat dengan tangannya sendiri hasil begadang dan cucuran keringat, harus kalah dari Revan yang mempresentasikan desainnya, HANYA dengan printer 3D dan Software simulasi komputer yang canggih.

Mengenaskan.

Bukan bakat alami yang menang hari itu, tapi apa? Ya, Privilege & Uang.

Dan kini, takdir seolah sedang menertawakannya. Di titik terendahnya, ia justru harus berhadapan dengan simbol perwujudan dari segala yang ia benci.

"Tidak akan," kata Alina tegas dengan suara tinggi, langsung berdiri dari kursinya. "Aku tidak akan pernah—"

"Duduk," potong Revan, suaranya tenang namun seolah memborgol Alina untuk tetap ditempatnya. Aura ‘sigma’-nya seketika memenuhi ruangan, memaksa Alina untuk kembali terduduk.

"Kau Pikir aku tak tahu semua masalahmu. Aku tahu tentang hutangmu, Alina. Aku tahu tentang rentenir itu. Dan aku tahu.. bahwa sekarang.. kau tidak punya pilihan lain." kata Revan, berjalan pelan mengitarinya.

Tentu saja Alina tak tinggal diam, "Lebih baik kantorku disegel daripada aku berhutang budi padamu!" sahut Alina sengit.

Revan berhenti di hadapannya. "Benarkah begitu? Kau yakin? Kau akan membiarkan warisan ayahmu hancur.. hanya karena gengsi masa remaja?" Ia tersenyum sinis. "Dengar, Keidealisan ayahmu mungkin membanggakan, tapi lihat ke mana itu membawanya—meninggalkanmu.. dengan tumpukan hutang rentenir."

Boom!

Kata-kata itu terasa seperti tamparan keras. Sakit, karena itu adalah sebuah kebenaran.

"Aku butuh seorang istri, Alina. Yaa.. Sebuah pernikahan kontrak selama satu tahun untuk memenuhi syarat dari kakekku," lanjut Revan, langsung ke intinya. "Kau butuh uang. Kesepakatan yang simpel."

"Aku tidak sudi!" ucap Alina, harga dirinya mencoba untuk bangkit.

"Kalau begitu, silakan saja keluar," balas Revan datar. "Cari solusi lain dalam tujuh hari. Tapi Ingat.. pikirkan baik-baik, Alina. Apa kau yakin bisa mendapatkan uang sebanyak itu untuk melunasi hutang dan untuk biaya perawatan ibumu?"

Sial.

Serangan itu tepat mengenai titik terlemah Alina.

Ibunya.

Pria ini tahu tentang ibunya.

Alina terdiam, bibirnya terkatup rapat menahan amarah dan keputusasaan. Tapi.. Mau bagaimana lagi. Revan benar. Ini bukan lagi hanya tentang harga dirinya atau firma ayahnya. Ini tentang nyawa ibunya. Ia tak bisa mengelak.

Ia menatap Revan dengan sorot mata kekalahan.

Pria itu seolah bisa membaca pikirannya. Ia tersenyum tipis, seolah senyum kemenangan. "Kau pasti tahu apa yang harus kau lakukan."

Alina menarik napas panjang, terasa begitu berat seolah baru saja mengangkat beban berat satu ton. Ia menelan sisa-sisa harga dirinya yang terakhir.

"Apa... apa saja syaratnya?" bisiknya, suara yang keluar dari mulutnya terasa seperti milik orang lain.

Revan tersenyum lebih lebar. "Bagus. Aku suka wanita yang penurut."

**

Malam itu, Alina meninggalkan gedung itu dengan sebuah draf kontrak di tangannya. Ia tidak mendapatkan solusi, ia baru saja menjual jiwanya.. pada sosok iblis.

Iblis dalam wujud musuh bebuyutannya. Tapi.. Apakah ia benar-benar ‘Iblis’?

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 63 : Merakit Bom (Dengan Kertas dan Kopi)

    Jadi gini.Punya ide brilian itu satu hal.Ngerjainnya? Itu cerita lain.Euforia setelah Alina menemukan konsep "Api dan Air" itu cuma bertahan sekitar... dua belas jam. Setelah itu, yang tersisa adalah realita yang menampakkan wujudnya dalam bentuk tumpukan pekerjaan setinggi Gunung Everest.Studio Alina di Bintan, yang tadinya sudah mirip kapal pecah, sekarang naik level jadi lokasi syuting film post-apocalypse."Nggak, nggak, nggak!" Suara Deni terdengar nyaring dari speaker laptop, nadanya terdengar seperti orang yang baru saja lihat anak kucingnya dilindas sepeda. "Material fasad untuk Sayap Api nggak bisa pakai komposit kayu, Bu! Kurang garang! Harus pakai panel titanium hitam! Biar kayak Batmobile!"

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 62 : Dapur Neraka (Versi Arsitek)

    Oke, mari kita luruskan satu hal.Momen puitis di mana seorang arsitek jenius menarik satu garis ajaib dan jreng! jadilah sebuah mahakarya?Itu bohong. Omong kosong yang dijual film-film buat bikin orang normal merasa hidup mereka membosankan.Kenyataannya jauh lebih brutal.Seminggu setelah "paket amunisi" dari Revan mendarat, studio Alina di Bintan lebih mirip lokasi bencana daripada tempat lahirnya sebuah ide brilian.Ada tumpukan kertas kalkir yang gagal di sudut ruangan, tingginya sudah bisa jadi kursi tambahan. Cangkir-cangkir kopi kosong berjejer di setiap permukaan datar kayak pion-pion catur yang kalah perang. Dan bau di ruangan itu adalah campuran aneh antara bau kertas, tinta, dan keputusasaan.

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 61 : Selamat Datang di Surga (Para Arsitek Gila Perang)

    Kalau di film-film, adegan kayak gini biasanya diiringi musik yang menegangkan. Montage cepat. Kopi dituang, kertas dilempar, orang-orang nggak tidur tiga hari tiga malam, terus tiba-tiba jreng! jadilah sebuah mahakarya.Kenyataannya... yah, kurang lebih sama. Cuma lebih bau kopi basi dan lebih banyak umpatan.Studio kecil Alina di Bintan berubah fungsi dalam semalam.Dari tempat menyepi yang tenang, menjadi ruang situasi perang yang nggak pernah tidur."Oke, jadi Pak Antono ini ternyata nggak suka sama sudut yang terlalu tajam di lobi hotel," kata Deni lewat panggilan video, matanya merah karena kurang tidur tapi suaranya penuh semangat. "Di catatannya soal proposal Hote

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 60 : Amunisi Tiba (Tanpa Resi Pengiriman)

    Mari kita intip sebentar ke markas pemberontak di Bintan.Suasananya... sibuk.Kalau kamu bayangin tiga orang jenius lagi kerja bareng itu bakal keren dan canggih kayak di film-film, kamu salah besar. Kenyataannya lebih mirip indekos mahasiswa arsitektur seminggu sebelum sidang skripsi.Meja gambar Alina sudah penuh dengan kertas kalkir yang saling tumpang tindih. Ada bekas noda kopi di sudut, dan remah-remah biskuit di dekat tumpukan penghapus.Di layar laptop, wajah Deni dan Sinta terpampang, sama kacaunya.Deni lagi ngubek-ngubek Google kayak detektif kurang tidur, mencoba mencari profil dewan direksi Adhitama. "Oke, jadi Pak Suryo ini koleksi lukisan abstrak. Mungkin dia suka desain yang aneh-aneh, Bu?"Sinta, di sisi lain, lebih mirip

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 59 : Cara Seorang CEO Bilang 'Aku Dukung Kamu'

    Sementara itu di belahan dunia lain atau lebih tepatnya, di sebuah kantor di puncak gedung pencakar langit Jakarta, seorang pria baru saja menutup telepon.Revan Adhitama tidak langsung bergerak.Ia hanya berdiri di sana, di depan jendela raksasa, dengan ponsel yang masih tergenggam erat di tangannya.Di ujung jarinya, masih terasa sisa-sisa getaran dari kalimat terakhir Alina."Biar aku yang bekerja."Bukan nada memohon. Bukan nada bertanya.Itu adalah nada perintah.Dan entah kenapa, diperintah oleh wanita itu justru terasa... memuaskan.Sebuah senyum tipis—senyum yang benar-benar tulus, bukan senyum korporat hasil latihan—terukir di bibirnya.

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 58: Rapat Perang Pertama (Yang Nggak Direncanain)

    Ada dua jenis orang di dunia ini setelah menutup telepon penting.Jenis pertama bakal langsung buka media sosial, cari distraksi, atau mungkin bikin teh hangat buat nenangin diri.Jenis kedua... bakal langsung merakit bom.Alina Cantika Dewi jelas-jelas masuk kategori kedua.Begitu sambungan telepon dengan Revan terputus, ia tidak diam. Ia tidak merenung. Ia tidak panik.Energi di dalam studio kecil di Bintan itu berubah total.Kalau lima menit yang lalu tempat ini adalah surga seorang seniman, sekarang tempat ini adalah markas komando. Meja gambarnya bukan lagi kanvas, tapi meja strategi perang. Dan pensil di tangannya bukan lagi alat untuk menggambar, tapi tongkat komando.Hal pertama yang ia lakukan?

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status